Senin, 11 Januari 2010

Terima Kasih Hendri..


KELEDAI SAJA CUKUP DUA KALI MASUK DALAM LUBANG YANG SAMA LALU BANGKIT SEDANGKAN PSSI?



”Saya melakukan itu karena kecewa tas prestasi timnas Indonesia yang tak pernah menang. Selalu kalah, bahkan selalu seri,” Hendri Mulyadi

Pertama-tama penulis menghaturkan mohon maaf jika dalam tulisan ini menyinggung beberapa orang tetapi itulah faktanya sekali lagi mohon maaf. Mungkin selama ini kita menyaksikan tayangan berita-berita olahraga yang menyuguhkan aksi-aksi lucu dan kocak dari lapangan sepakbola misalnya ada penonton yang tiba-tiba masuk lapangan sambil berlarian atau masuk lapangan sambil membawa spanduk atau apa yang menarik dari lapangan hijau, pikir kita kejadian itu tidak mungkin terjadi di negara kita, tetapi jangan salah kejadian itu pun ada di negara kita..



Dialah Hendri Mulyadi, pemuda asal Cikarang Selatan yang melakukan itu, dimana seorang Hendri melompat dari pagar pembatas penonton, turun ke pinggir lapangan dengan cara mengelabui petugas jaga kemudian langsung berlari dengan kaki telanjang ke dalam lapangan dan mengambil bola yang kebetulan sedang direbut oleh pemain Timnas Boasz setelah mendapatkan langsung berlari bak David Beckham membawa bola dari sisi pinggrir lapangan kemudian masuk ke area kotak penalty dan berhadapan langsung dengan Kiper Oman yang bermain di klub liga Premier Bolton Wanderes Al Habsiy dan tendang walaupun ditahan oleh Ali Al-Habsiy, setelah ditahan barulah puluhan polisi merubungnya seperti semut dan gula membawanya ke pos keamanan dalam Gelora Bung Karno.



Mungkin bagi sebagian orang yang menyaksikan bahwa seorang Hendri ini adalah pemuda kurang waras yang terlepas dari pantauan petugas keamanan, tetapi kenyataannya tidak ini terbukti dari ucapannya ketika ditanya wartawan kenapa dia melakukan itu dia berujar ”Saya melakukan itu karena kecewa tas prestasi timnas Indonesia yang tak pernah menang. Selalu kalah, bahkan selalu seri,”.



Penulis selaku pribadi ingin mengucapkan terima kasih dan dua jempol terhadap aksi yang di lakukan Mulyadi walaupun akhirnya PSSI harus di denda oleh Otoritas sepakbola Asia-AFC karena tidak bisa memberikan keamanan dan kenyamanan ketika tim bermain, tetapi apa yang dilakukan dan alasan Hendri adalah bentuk kekecewaan beliau, penulis dan jutaan pecinta sepakbola Nasional atas busuknya kinerja PSSI selama di pegang oleh ketua umumnya Nurdin Halid dimana sepanjang kiprahnya TIDAK ADA SATUPUN gelar yang dibanggakan walaupun pasti di bela bahwa Timnas PERNAH juara Independen Cup tahun 2008 dimana Indonesia menang WO 3-0 dengan tim U-23 Libya, YA JELAS MENANG karena team U-23 Libya terutama pelatihnya diANIAYA oleh salah satu official Timnas ketika di lorong kamar ganti yang menyebabkan kacamatanya rusak dan pecah walaupun itu dibantah dan hilang begitu saja, APAKAH INI BISA DIBILANG JUARA !



Hasil pertandingan kemarin pun kalau MURI ingin mencatatkan rekor sebagai timnas pertama kalinya sejak tahun 1996 TIDAK IKUT serta dalam perhelatan sepakbola Asia silakan, tetapi itulah sepak bola kita.



Sepak bola kita yang dulu sempat ditakuti oleh semua negara ASEAN bahkan dunia, dimana pernah tercatat dalam sejarah dimana pernah menahan imbang tim sekelas dan sebesar USSR ( sekarang Rusia) yang ketika itu diperkuat oleh kiper kenamaan, Lev Yashin, bahkan pernah masuk Piala Dunia ketika masih bernama Hindia Belanda harus seperti macan ompong.



Kita juga tahu bagaimana keperkasaan kita ketika berhadapan dengan team-team ASEAN seperti Brunai Darussalam, Myanmar, Laos dimana negara-negara ini kita “ajarkan” cara bermain sepakbola yang baik dan benar, ITU DULU ! SEKARANG ? justrus kita “ diajarkan” oleh Myanmar dan Laos bagaimana cara bermain sepakbola setiap ada turnament termasuk ajang SEA GAMES kemarin dimana timnas kita “DIUSIR” dari ajang tersebut karena kalah “ belajar” dari Myanmar dan Laos, akhirnya hanya kata MAAF yang terlontar dari pengurus PSSI setiap timnas kalah TETAPI MAAF itu tidak ada penyelesaian seperti bangkit dan mengevaluasi termasuk KETUA UMUMnya tetapi ya itulah sepak bola kita !



Indonesian Super League, salah satu produk liga yang di klaim oleh otoritas sepakbola kita menjadi terbaik menuju ke arah liga professional ternyata hanya isapan jempol kaki belaka, apanya yang super ? kalau ada team yang kesulitan biaya operasional seperti sewa lapangan harus ditanggung oleh BLI ? apanya yang super ? kalau memberi hukuman setengah-setengah, dan kalau suporternya yang rusuh klub yang harus menanggungnya, seharusnya organisasi suporterlah yang harus mengganti sebagai bentuk pertanggung jawaban atas apa yang diperbuat !



Apanya yang super ? kalau jadwal liga tidak dibuat secara professional dimana adanya semacam pelanggaran HAM dimana waktu pemulihan hanya dikasih 1-2 hari saja, sementara dari segi kesehatan waktu pemulihan itu paling cepat 3-4 hari ! apanya yang super ? kalau semua perangkat mulai dari wasit, inspektur pertandingan, pelatih, pemain dan suporter TIDAK MENGERTI DAN PAHAM akan peraturan sepakbola yang dikeluarkan oleh FIFA dan AFC, MEMANG ADA DI PERATURAN pemain boleh adu jotos di lapangan dan wasit hanya memberikan KARTU KUNING atau PERINGATAN ?



Ada beberapa yang harus diperbaiki kalau boleh mengutip istilah perbengkelan, PSSI ini harus turun mesin dengan cara :


Pertama, meminta Pengurus Daerah PSSI yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Rote untuk meminta Ketua Umum dan kabinetnya MUNDUR dan TIDAK BOLEH MEMEGANG KEGIATAN YANG BERBAU SEPAK BOLA INDONESIA selama waktu tertentu misalnya 30 tahun !, karena bagaimana pun semua kekalahan Timnas Indonesia adalah DOSA dari Ketua Umum dan kabinetnya yang TIDAK PROFESSIONAL dan HANYA MIMPI-MIMPI !!



Kedua, mencari sosok pemimpin yang BENAR-BENAR 100% bekerja untuk memajukan sepakbola Indonesia BUKAN sekedar RETORIKA, BUALAN, KHALAYAN seperti Ketum saat ini ! Ketiga, merancang kembali ketentuan, peraturan, atau apapun yang berkaitan dengan sepakbola yang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh FIFA dan AFC


Keempat, menata kembali sistem liga kompetisi baik itu jadwal, peraturan-peraturan yang diperuntukkan klub seperti tidak boleh menggunakan APBD, terutama kepada sektor wasit dan pemain jangan sampai seperti kejadian kartu merah partai melawan Kuwait dimana pikir pemain ini melakukan tekel keras pemain Kuwait hanya mendapatkan peringatan dari wasit TERNYATA kartu kuning kedua a.k.a Merah



Kelima, urusan Timnas agar para pengurus ini kalau memang ingin membawa timnas ini berprestasi lebih bahkan masuk aura Piala Dunia kenapa juga tidak menggunakan jasa pelatih asing yang benar-benar kredibel dan dijamin, contohlah Thailand atau Australia, serta jangan terlalu mengintervensi dalam hal pemanggilan pemain, MASAK lebih dari 17 juta jiwa pemain sepakbola mulai dari professional hingga amatir yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Rote HANYA 4L ( DIA LAGI DIA LAGI) kesannya HANYA 22 pemain 4L inilah yang JAGO main bola sementara yang lain di bawah standar, padahal sesungguhnya ?



Keenam, soal pemain kiranya pemain sepakbola ini belajar dari para prajurit-prajurit TNI –Polri kenapa penulis bilang begitu ? karena pemain sepakbola dan prajurit TNI-Polri tidak jauh berbeda yaitu sama-sama menjaga nama baik REPUBLIK INDONESIA, MERAH PUTIH di manapun berada, hanya bedanya dalam pelaksanaannya dimana kalau prajurit menjaganya dengan mengangkat senjata sedangkan pemain timnas dengan prestasi, tetapi KENAPA pemain kita MASIH MENTAL JURAGAN ya, dengan alasan pembayaran uang saku telat lah, tiket transportasi menuju tempat latihan Timnas tidak dapat dan alasan yang tidak masuk akal lainnya, sementara kalau kita lihat bagaimana nasib “perut” prajurit dimana gaji sedikit, uang saku dan tunjangan kadang-kadang telat di kasih tetapi mereka masih bisa kok menjaga keutuhan negara ini bahkan mereka harus jauh dari istri dan anak bahkan orangtua mereka dalam waktu bukan hanya harian bahkan tahunan, seharusnya para pemain sepakbola kita ini harus lebih belajar dari cara keseharian prajurit TNI, kalau bisa training diadakan di barak tentara biar rasa nasionalisme dan kekeluargaannya lebih erat !



Mungkin kalau saran yang diatas ini diperhatikan oleh para pengurus sepakbola Indonesia di daerah yang MENYESAL MEMILIH KETUM yang sekarang yang ternyata TIDAK ADA prestasinya demi majunya sepakbola kita di mata dunia terutama ASEAN, jangan sampai di SEA GAMES berikutnya di Palembang-Sumatera Selatan dimana kita tuan rumah, Timnas kita HARUS BELAJAR SEPAKBOLA dari Timnas Timor Leste, kalau sudah seperti ini penulis lebih baik menjadi warga negara lain aja dech daripada harus menangis dan miris lihat sepakbola kita yang tidak jelas !!!!


Buat Hendri, terima kasih kawan berkat kenekatan mu (MUNGKIN) menyadarkan bahwa PSSI ini harus diganti sekali lagi terima kasih dan buat PSSI KELEDAI SAJA CUKUP DUA KALI MASUK DALAM LUBANG YANG SAMA LALU BANGKIT SEDANGKAN PSSSI ?


Akan sepakbola kita akan lepas dan bangkit dari pengaruh Ketum yang sekarang, ATAU akan muncul Hendri..Hendri..yang SELALU menghantui Timnas kita ketika menjadi tuan rumah di Gelora Bung Karno dan SELALU kena denda oleh otoritas sepakbola internasional ? kita lihat saja….


GBK Senayan, 060110 23:55:00


Rhesza IL

Pendapat Pribadi

Kisah Jenderal Kriminal ( Part 1 )

Pertama-tama penulis menghaturkan permintaan maaf kalau dalam penulisan ini terdapat kata-kata yang memojokkan atau menyinggung perasaan karena ini adalah pendapat pribadi dan tidak menjadikan patokan atau memprovokasi pembaca, sekali lagi mohon maaf..

Pembuka tahun yang baru ini kita disuguhkan berita adanya mutasi di lingkungan militer terutama korps cokelat tua dimana ada dua anggota atau boleh dibilang dua Jenderal yang dimutasi menjadi posisi strategis..

Anda pasti bertanya-tanya kenapa judulnya Kisah Jenderal Kriminal ? karena itulah yang sedang penulis coba utarakan terkait dengan berita permutasian di lingkungan militer cokelat tua, mari kita telaah apakah permutasian ini layak atau tidak ?

Pertama, sosok jenderal ini boleh dibilang adalah jenderal bermasalah tetapi kenapa bisa dimutasi menjadi orang nomor dua paling penting di organisasi cokelat itu, kenapa penulis bilang bermasalah ? Jenderal ini adalah dulu kalau tidak salah medio tahun 2004 (maaf kalau salah) pernah menjabat sebagai kepala polisi di Makassar-Sulawesi Selatan, ketika jabatan kepala Polisi tersebut Jenderal ini membuat kesalahan yaitu dimana membiarkan anak buahnya secara membabi buta seperti kesetanan masuk ke sebuah areal Universitas dan secara membabi buta juga menganiaya para mahasiswa ini seperti layaknya binatang hanya karena kawan mereka ada yang di sandera oleh mahasiswa tersebut ketika sedang berorasi di depan kampus mereka, bahkan kejadian sempat dikecam berbagai pihak, kemudian Jenderal ini di tarik ke Polda Sulawesi Selatan dan Mabes dengan posisi NON JOB alias MAKAN GAJI BUTA tetapi setelah peristiwa itu hilang dari media dan rakyat ada kali sekitar setahun Jenderal ini menduduki posisi dimana fungsi kerja dia adalah mengawasi kinerja dan perilaku dari semua polisi di Indonesia, singkat cerita Jenderal ini diangkat menjadi tangan kanan dari pada RI-48

Kedua, Jenderal ini juga bermasalah ketika menjabat orang nomor satu di Polda yang terkenal keras dan polisi daerah ini selalu bertekuk lutut oleh para Cingtailah ploduk-ploduk endonesa ini, salah membaca situasi kondisi di gedung dewan daerah dimana beliau hanya menurunkan satu truk pengendali massa, ketika itu sedang ada unjuk rasa soal pemekaran propinsi, akibat dari salah membaca situasi ini nyawa seorang ketua Dewan harus ditumbalkan dengan kematian, karena insiden ini sang Jenderal ini dicopot dan dimutasi NON JOB a.k.a MAKAN GAJI BUTA di Mabes tetapi sama seperti kisah Jenderal yang pertama diatas beliau langsung dimutasi setelah non job menjadi penjaga komunikasi antara Mabes dengan masyarakat dan wartawan, baru beberapa bulan menjabat beliau dimutasi kembali menggantikan jenderal pertama tadi yaitu sebagai pengawas daripada kinerja dan perilaku Polisi di seluruh Indonesia.

Mungkin anda bertanya sama seperti penulis, kok bisa ya seorang Jenderal yang mempunyai catatan kriminal bisa menduduki posisi yang strategis dan “basah” ? hebat euy…

Tetapi itulah kebijakan dari sebuah badan yang terdiri dari para Jenderal-Jenderal yang diberi nama Dewan Kepangkatan dan Kedinasan (maaf kalau salah sebut) jika ada salah satu pos dimana perwira tersebut akan memasuki masa pensiun atau penyegaran.

Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Polri ) yang pada pemerintahan Presiden Gus Dur di CERAI kan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia-ABRI yang sekarang berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) berusaha melakukan reformasi di tubuhnya sendiri supaya tidak mirip dengan TNI dan lebih kepada melayani dan mengayomi masyarakat, tetapi menurut penulis Polri saat ini belum sepenuhnya atau 100% melakukan reformasi kenapa ?

Pertama, ini yang paling utama adalah kalau memang reformasi kenapa kisah dua jenderal itu yang jelas-jelas bersalah bahkan menyalahi HAM bisa menduduki posisi yang strategis, seharusnya kalau memang reformasi atau merubah dari yang lama menuju baru, dua Jenderal ini seharusnya sudah di PECAT dan dikembalikan kepada masyarakat dan diadukan ke Pengadilan bukan di mutasi ke tingkat Polres (kalau perwira itu di tingkat Sektor) atau ke Polda dan Mabes ( di tingkat Resort atau Polda) dengan posisi NON JOB tetapi beberapa bulan hingga setahun ke depan langsung dimutasi kembali dan posisinya lebih tinggi dari posisi yang dia tinggalkan ketika bermasalah, ini kan sangat aneh sekali !

Kedua, masih soal pelayanan kiranya lebih transparan, netral dan tidak memihak, maksudnya lebih transparan misalnya dalam hal pengurusan dokumen seperti SIM kenapa Polri terutama ditlantas tidak bisa menindak para calo yang berkeliaran di sekitar kantor polisi padahal jelas-jelas mereka ini calo, tetapi dibiarkan begitu saja walaupun mereka tidak bisa masuk ke dalam gedung, kemudian netral dan tidak memihak mungkin para pembaca tulisan ini tahu bagaimana kasus nenek Minah, atau kisah dua tetangga yang mengambil buah semangka, padahal Polisi bisa lebih persuasif mengajak korban dan tersangka untuk berdamai bukannya meneruskan bahkan sampai ada unsur kekerasan fisik.

Menindak bahkan pecat perwira tanpa kenal pangkat entah itu sudah jenderal kalau bersalah dan mengembalikan kepada masyarakat dan mempidanakan, seperti kasus dua jenderal itu seharusnya di PECAT, jangan cuma pangkat bawah saja yang selalu bermasalah di PECAT di-UPACARA-kan dan di-SIAR-kan lewat media, sekali-kali BOLEH DONK masyarakat melihat Seorang Jenderal di PECAT dan di-UPACARA-kan serta di-SIAR-kan lewat media, bukankah Jenderal, Brigadir, Inspektur, Ajun Inspektur, Prajurit, Ajun Komisaris, Komisaris, sama-sama bayar pajak, sama-sama bayar tunjangan koperasi, sama-sama memiliki uang yang berlogo “BI” tetapi KENAPA HANYA pangkat bawah saja yang dipecat, diupacarakan sambil disiarkan giliran pangkat atas tidak pernah tuh malah yang ada mutasi non job tapi cuma sebentar para jenderal bermasalah ini ibarat kompetisi F1 dimana ketika mobil kehabisan bensin masuk pitstop untuk isi, berhenti sebentar kemudian jalan lagi…

Kalau itu dijalankan oleh Kapolri dan Wanjakti, semua perwira pun akan berpikir dua kali ketika menjalankan tugas termasuk dalam hal urusan kecil seperti administrasi dan pelayanan publik seperti SIM dan pengambilan barang bukti seperti kendaraan yang di curi atau pungli-pungli dari kernet bus kota seperti yang sering terjadi di perempatan Halim-Cawang dan Jatinegara benar tidak ?!

Akankah Polri benar-benar menjadi Polri yang menjadi pelayan masyarakat seperti Polisi-Polisi di Jepang yang dalam melindungi masyarakat sipil TIDAK menggunakan senjata api atau tongkat kayu dan tameng dan lebih kepada negosiasi dan lobi-lobi? kita lihat saja ke depan apakah masih ada Jenderal kriminal seperti dua jenderal ini mutasi non job tetapi hitungan 3-6 bulan sampai 1 tahun naik pangkat dan posisi yang strategis ? hanya waktu yang bisa jawab itu semua…

Blok M, 090110 15:10

Gie Gustan

Kisah Jenderal Kriminal ( Part 2)

Pertama-tama penulis menghaturkan permintaan maaf kalau dalam penulisan ini terdapat kata-kata yang memojokkan atau menyinggung perasaan karena ini adalah pendapat pribadi dan tidak menjadikan patokan atau memprovokasi pembaca, sekali lagi mohon maaf..


Pembuka tahun yang baru ini kita disuguhkan berita adanya berita pengangkatan beberapa pejabat menjadi orang nomor dua di lingkungan Kementerian, setelah pada medio November pak beye mengangkat sejumlah pejabat menjadi wakil menteri


Anda pasti bertanya-tanya kenapa judulnya Kisah Jenderal Kriminal ? karena itulah yang sedang penulis coba utarakan terkait dengan berita pengangkatan seorang jenderal militer mari kita telaah apakah Jenderal ini layak atau tidak?


Jenderal ini sebelum masuk dalam lingkungan Pentagon-nya Indonesia menjabat sebagai Panglima yang bertugas di Ibu Kota negara pada tahun 1998, dalam dinasnya ketika itu situasi politik sedang mempanas karena adanya tuntutan reformasi dan pergantian rezim karena pemimpin saat itu sudah tidak lagi dipercaya oleh rakyat dan juga adanya kenaikan harga kebutuhan pokok yang melambung setinggi langit.


Situasi ini pecah ketika menjelang sore dimana, sejumlah tentara dengan balutan rompi bertuliskan PHH ( Pasukan Hura-Hura uuupppss… maksudnya Pasukan Huru Hara ) secara komando dan membabi buta dari fly over Grogol depan Mall Citra Land menembakkan benda panjang dan ujungnya sangat tajam yang terbuat dari timah ke arah kampus, akibat benda panjang dan ujungnya sangat tajam yang terbuat dari timah ini ada empat mahasiswa trisakti yang merasakan panasnya benda ini, empat mahasiswa itu adalah Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie dan Hery Hartanto.


Akibat peristiwa penembakan empat mahasiswa ini timbullah konflik sosial dimana adanya tindakan penjarahan bahkan ada isu adanya pemerkosaan dan pembunuhan massal terhadap masyarakat etnis tertentu, dan sampai dua belas tahun kasus itu tidak terungkap, dan berbagai kesimpulan dari berbagai macam Lembaga Swadaya Masyarakat yang concern terhadap masalah sosial ini beranggapan semua ini berujung pada tanggung jawab dari pada Jenderal yang sedang penulis ungkit, karena beliau memerintahkan untuk menembak dan lalai dalam tugasnya sebagai Panglima sehingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa dan kerugian mengakibatkan ekonomi Indonesia terutama DKI Jakarta lumpuh total bahkan disorot oleh media dunia.


Setelah dua belas tahun tidak terdengar sosok Jenderal ini muncul dengan pengangkatan baru sebagai orang nomor dua di Pentagon-nya Indonesia, yang menjadi pertanyaan penulis dan mungkin keluarga korban, apa dasar negara mengangkat beliau menjadi orang nomor dua di Pentagonnya Indonesia ?


Mungkin yang menjadi pertanyaan sekarang kepada pemerintah adalah apa dasar pemilihan jenderal ini yang jelas-jelas dimata keluarga korban adalah bersalah, walaupun oleh beberapa pejabat negara selalu dikatakan tidak bersalah tetapi secara nyata dan mungkin penduduk dunia tahu siapa yang paling bertanggung jawab atas kejadian 12 tahun tersebut.


Sudah saatnya pemerintah lebih mengkaji sosok-sosok yang akan dipilih untuk pos tertentu dalam melayani rakyat terutama bahan-bahan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat, karena selama ini para pembesar negara ini selalu menganggap remeh hasil dari kajian LSM padahal kita tahu bahwa LSM inilah yang paling tahu akan situasi dan lebih dekat dengan masyarakat.


Semoga kasus ini pertama dan terakhir, dan selalu belajar dari pengalaman masa lalu walaupun berkilah tidak bersalah selalu berpatokan pada ucapan bapak pendiri negara ini JAS MERAH- Jangan Sekali-kali MELupakan sejaRAH !!!


Merdeka Selatan, 040110 15:30

Gie Gustan

Mobil berplat RI dan RFS, Rajanya Jalanan…

Ini adalah kejadian yang penulis alami ketika berada disebuah jalan didaerah pinggiran tepatnya didaerah Pangkalan Jati persisnya depan sebuah Rumah Sakit, kejadiannya adalah ketika itu penulis sedang menumpang angkutan umum menuju ke terminal Kampung Melayu.


Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara raungan sirene, pikir penulis raungan tersebut adalah Ambulance yang akan masuk Rumah Sakit, keadaan jalan raya pun saat itu tidak terlalu ramai tetapi sedikit macet karena angkutan umum yang sedang ngetem atau menunggu penumpang. Lama kelamaan suara raungan sirene itu terdengar sangat dekat dibarengi dengan suara klakson mobil, ternyata tak disangka raungan sirene tersebut bukanlah sirene dari Ambulance tetapi sirene dari motor patroli pengawal yang membuka jalan bagi mobil pejabat yang berpelat RI-xx ( tidak perlu dituliskan, tetapi pejabat ini adalah Menteri yang kantornya berada di kawasan Kuningan, dekat Kedutaan Malaysia)


Setelah rombongan Menteri ini lewat, penulis berpikir rasanya enak dan egoisnya sebagai seorang Menteri atau pejabat di negara ini, karena kemana-mana selalu dikawal seperti gerbong kereta api tidak mengenal namanya kemacetan karena mereka selalu diutamakan, tetapi bukankah Menteri atau pejabat di negara ini sama dengan masyarakat sipil lainnya, sama-sama bayar tagihan telepon, listrik, sama-sama bayar pajak, sama-sama uang yang ada didompetnya berlogo “BI” tetapi kenapa mereka selalu diprioritaskan ya ?


Mengenai soal kawal-mengawal ini penulis ingat surat elektronik yang dikirim oleh seorang pelajar Indonesia yang sedang belajar di negara Eropa yaitu Belgia dimana pelajar ini bercerita soal bedanya kawal-mengawal pejabat di Indonesia dengan di Eropa karena kawalan ini Paspampres harus gigit jari bahkan mengemis bak pengemis supaya yang mereka jaga aman, jadi begini ceritanya….


Kalau di Jakarta atau wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Mianggas hingga Rote, setiap pejabat berkunjung posisinya selalu di depan ada mobil Patroli Pengawal (Patwal) dari Polda setempat kemudian mobil sang pejabat lalu mobil staff baru ditutup mobil Patwal itu porsi pengawalan pejabat setingkat menteri hingga walikota, kalau pejabat itu adalah Presiden atau Wakil Presiden lain lagi, dimana barisan depan adalah mobil Patwal kemudian mobil Patwal Paspampres dua buah, kemudian mobil cadangan, baru mobil Presiden atau Wakil Presiden kalau kunjungan resmi dan negara sebelah kanan dan kiri mobil Presiden atau Wakil Presiden terdapat empat motor besar Patwal dari Polisi Militer, baru dibelakang mobil Presiden dan Wakil Presiden adalah mobil Patwal Paspampres tiga buah baru ditutup mobil Patwal jadi total kawalan untuk mobil Presiden dan Wakil Presiden sekitar kurang lebih mencapai 4 motor gede dan 7-10 mobil !


Lantas apakah formasi kawalan pejabat negara tingkat satu atau VVIP di Indonesia sama dengan di Eropa ? ternyata 180 derajat terbalik ! anda pasti bingung bukan ? ternyata berdasarkan cerita dari surat elektronik pelajar Indonesia bahwa di negara-negara Eropa kawalan HANYA di berikan kepada Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan atau Anggota Kerajaan seperti Presiden, Perdana Menteri/ Kanselir, Raja/ Ratu dan tentunya Ambulance atau mobil paramedis dan paramiliter !


Sebagai rasa tanggung jawab negara terhadap pejabat dari negara yang sedang melakukan kunjungan kerja misalnya Perdana Menteri, Kanselir, Presiden atau Raja/Ratu negara yang menjadi tuan rumah selalu dan otomatis menyediakan pengawalan atau Voridjer untuk memperlancar perjalanan mereka selama di negara yang dikunjungi, tetapi di negara Eropa Voridjer ini TIDAK BERLAKU bagi Wakil Perdana Menteri, bahkan menteri sekalipun..


Masih menurut cerita pelajar Indonesia ini lewat surat elektronik yang dikirim, ada kisah dimana seorang JK (ketika masih Wapres) berkunjung ke Brussel-Belgia untuk memenuhi undangan dari Sekretaris Jenderal Uni Eropa ( Sekjen EU ), Javier Solana pada tahun 2006, kita tahu kalau di Indonesia dimana JK melakukan kunjungan selalu dikawal dua mobil dan empat motor patroli Polisi Militer di depan, kemudian dua mobil SUV Paspampres, lalu mobil JK, kemudian dibelakang dua mobil SUV Paspampres dan yang terakhir adalah dua mobil dan empat motor patroli Polisi Militer kalau resmi, lalu bagaimana dengan kawalan di Brussel-Belgia khusus untuk JK ?


Ternyata seorang JK yang nota bene orang nomor dua di negara Indonesia, tidak dipandang oleh pemerintahan Belgia, karena statusnya menurut pemerintahan Belgia seorang JK tidak lebih dari seorang menteri (?) jadi tidak perlu membutuhkan Voridjer. Bahkan alasan yang digunakan oleh Pemerintah Belgia yang penulis baca dari tulisan mahasiswa Indonesia disana sangat perlu kita resapi di negara ini yaitu, kalau posisinya sebagai Wakil Perdana Menteri seperti kasus JK, berapa banyak tenaga yang dibutuhkan walaupun kita tahu bagaimana pendapat dari negara Belgia yang sangat tinggi, mereka mengatakan bisa saja mereka memberikan Voridjer kepada JK tetapi akan memacetkan jalan dan juga merugikan warganya yang selama ini membayar pajak sangat tinggi!


Menurut penulis sudah saatnya urusan protokoler yang salahsatunya adalah pengawalan harus ditinjau kembali, jangan sampai akhirnya rakyat marah karena merasa sama-sama membayar pajak, sama-sama menggunakan uang yang ada logo “BI” tetapi justru para pejabat inilah yang menjadi raja jalanan, padahal belum tentu kawalan itu bersifat resmi kalau ternyata mengawal untuk dari rumah ke kantor, bukankah itu namanya pemborosan energi, percuma pejabat negara ini selalu mengingatkan rakyatnya untuk hemat energi seperti listrik dan bensin kalau pejabatnya tidak bisa jadi contoh bagi rakyatnya sendiri benar tidak ?!



Pangkalan Jati, 090110 15: 00

Gie Gustan