Sabtu, 20 Februari 2010

Rancangan Peraturan Yang Aneh


Seperti menjadi kebiasaan penulis dalam menulis menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atau pihak-pihak yang merasa tersinggung atau terpojok dengan tulisan ini, tulisan ini hanya bersifat pendapat pribadi penulis terhadap permasalahan yang penulis lihat sekali lagi mohon maaf.



Beberapa minggu ini kalau anda hobi berselancar di dunia maya mungkin anda tahu dengan masalah yang sedang hangat-hangatnya di dunia maya yaitu tentang sebuah rancangan yang menurut kalangan penggiat dunia maya seperti Blogger, Twitter, Facebooker agak aneh dan memasung kebebasan mereka dalam berekspresi dan berpendapat di dunia maya.



Apa yang diperbincangan di dunia maya seperti Facebook dan twitter adalah Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo), walaupun menurut para pejabat di Kominfo Rancangan itu baru sekedar uji publik atau contoh tetapi publik agak sanksi bahkan takut kalau rancangan ini disahkan.



Memang penulis melihat ada beberapa pasal yang agak membuat merinding jika peraturan ini jadi disahkan yaitu seperti pasal 3 yang isinya tentang penyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten yang menurut peraturan perundang-undangan merupakan konten pornografi atau konten yang menurut hukum tergolong sebagai konten yang melanggar kesusilaan, yang menjadi pertanyaan adalah yang dimaksud dengan pornografi apa ? apakah menampilkan photo wanita mengenakan pakaian dalam atau pakaian tidur yang minim untuk iklan sebuah produk pakaian dalam di majalah dikatakan pornografi ? kalau itu kasus produk iklan pakaian dalam dan tidur wanita dikatakan pornografi berarti iklan popok penampung pipis bayi atau sabun bayi juga dikatakan pornografi donk karena disana menampilkan sosok bayi yang topless benar bukan ?



Dari pihak jasa penyelenggara multi media pun keberatan dengan pasal-pasal ini karena peraturan ini secara langsung akan menjerat mereka dan juga mereka harus ekstra keras karena mereka harus tiap menit mengawasi jalannya lalu lintas multimedia.


Menurut pendapat penulis apa yang dibuat oleh KemenKominfo ini agak kabur dan juga menyalahi prosedur kenapa penulis bilang seperti itu, pertama kalaupun untuk mengawasi lalu lintas jaringan multimedia bukannya kita ada perangkat Undang-Undang seperti UU Pers, UU Penyiaran kenapa mesti dibuat peraturan yang (mungkin) nantinya jadi UU kalau sudah ada perangkat UU sebelumnya yang menaungi multimedia atau komunikasi ?



Kedua, kalaupun untuk mengontrol penulis rasa rakyat Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Rote bukan rakyat Indonesia yang hidup dalam Dinasti Cendana yang terpasung, terbungkam mulutnya dan ABS-Asal Bapak Senang tetapi sudah menjadi rakyat Indonesia yang tahu mana itu berita yang bisa direkam dalam otak mereka sebagai pengetahuan dan informasi mana yang tidak pantas benar tidak ? dan terbukti, mungkin anda pernah mendengar ketika medio tahun 2008 dimana tiba-tiba ada semacam webblog yang menampilkan kartun yang menghina tokoh agama, kemudian oleh kalangan blogger langsung membuat surat protes dan rekomendasi ke Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia yang kala itu Bpk. Muh. Nuh, DEA agar menuliskan surat resmi ke pihak perusahaan penyedia webblog untuk menutup webblog tersebut dan dalam hitungan kurang dari 1 minggu permintaan Indonesia kepada perusahaan penyedia webblog itu langsung menutup webblog tersebut, dari kasus ini saja kita bisa liat bagaimana cara kerja rakyat Indonesia dalam melihat situasi yang ada di dunia maya tanpa harus menggunakan perangkat UU atau peraturan !



Yang agak konyol dari kisah peraturan ini adalah, bahwa sang Menteri itu tidak tahu menahu bahkan kaget ketika ditanya alasan peraturan ini di bentuk, agak ironis sekali dimana jelas sekali tercantum nama menteri tersebut didalam draft rancangan peraturan menteri itu tetapi sang menteri tidak tahu menahu bahkan sang presiden pun tahu tentang situasi di dunia maya soal peraturan ini daripada sang menteri !!!


Bukan maksud untuk mengajari Pemerintah dalam hal kebebesan tetapi seperti penulis utarakan diatas bahwa rakyat Indonesia tahun 2010 ini bukan rakyat Indonesia yang hidup di jaman dinasti Cendana yang mana mulut, telinga, mata dan nurani mereka di gembok dengan gembok yang bernamakan kekuasaan dan ABS-Asal Bapak Senang, tetapi sudah lebih berpikir rasional dan menggunakan nurani, bahkan kasarnya (maaf) mereka ini lebih tahu daripada pemerintah dalam hal teknologi, para pembesar negara ini mengatakan bahwa negara kita ini negara demokrasi kalau memang demokrasi paling tidak pemerintah tidak sepihak dalam mengontrol warganya terutama dalam hal teknologi tetapi bagaimana berjalan bersama dalam membangun negara ini dalam hal teknologi seperti bagaimana semua desa atau dusun yang ada di Sabang sampai Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote bisa mengakses internet selain terpasoknya listrik dari dalam negeri bukan meminjam atau membeli listrik dari negara tetangga, benar tidak ?


Apakah peraturan ini akan tetap disahkan walaupun menuai protes dikalangan penikmat teknologi seperti yang kita lihat di Twitter atau dibatalkan serta semua dikembalikan kepada rakyat untuk menilai apakah kontent multimedia itu baik dilihat dan dibaca atau dilarang beredar di negara kita ? kita tunggu saja semoga negara ini tidak seperti kasus Google vs Pemerintah China atau kasus kebebasaan ala Myanmar dengan adanya peraturan ini…semoga saja tidak !


EX, 140210, 14:00

Gie Gustan

Pendapat Pribadi

Minggu, 14 Februari 2010

Lebih Baik di Skorsing FIFA

Judul diatas bukan maksud menakut-nakuti penggemar sepak bola nasional tetapi apa yang penulis tulis judul diatas ada 2 kemungkinan, yaitu kemungkinan iya di skorsing ada kemungkinan tidak. Sebelumnya penulis seperti biasa memohon maaf jika ada beberapa personal atau pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan tulisan ini tetapi apa yang penulis tulis adalah pendapat pribadi penulis terhadap apa yang penulis lihat.

Judul diatas berawal ketika pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menghadap Presiden untuk meminta kesediaan Presiden untuk hadir di Palembang dalam rangka Hari Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari mendatang, dalam keterangan Persnya para pengurus PWI mengatakan bahwa Presiden meminta PWI membuat semacam kongres sepakbola nasional dimana Presiden prihatin dengan kondisi prestasi sepakbola kita, usulan ini didasari dengan kedatangan trophy Piala Dunia yang sempat mampir ke Jakarta dalam rangkaian tour dunia hingga pelaksanaan Piala Dunia yang berlangsung di Afrika Selatan.

Usulan Presiden ini ditanggapi beragam oleh insan sepakbola nasional dimana ada yang mengatakan setuju dilaksanakan Kongres (walaupun dikemudian hari Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia meralat kata-kata Kongres dengan seminar atau sarasehan) mengingat prestasi sepakbola Indonesia yang semakin lama semakin tidak jelas, tetapi ada juga yang tidak setuju karena kalau negara menggelar kongres ini itu berarti negara mengintervensi dan mencampuri urusan sepakbola yang di haramkan oleh FIFA.

Kita tidak usah menutup mata bagaimana kondisi sepak bola di negara ini, kompetisi yang jadwalnya tidak jelas, banyaknya pemain asing yang beredar tetapi hasil dari para pemain asing ini hanya satu-dua saja yang berprestasi selebihnya hanya makan gaji buta atau melarikan diri dari kehidupan yang tidak baik di negaranya, tawuran penonton dan pemain, seperti kasus bonek kemarin yang menuju Bandung, tidak konsistennya hukuman bagi klub dan perangkat teknik lainnya dan masih banyak lagi permasalahan yang membuat sepakbola kita menurun baik permainan maupun teknis seperti penurunan peringkat dunia versi FIFA

Menurut penulis apa yang di ajukan oleh Presiden soal kongres sepakbola nasional adalah sebagai wujud kekecawaan beliau sebagai Presiden dan juga mungkin mewakili rakyat Indonesia melihat kondisi sepakbola Indonesia dimana negara yang berpenduduk sekitar 230 juta jiwa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote tidak mampu menghadirkan prestasi yang bisa dibanggakan (mungkin) ketika Presiden kita sedang berkumpul dengan kolega-koleganya sesama kepala negara dan pemerintahan pada sebuah acara, disaat para pemimpin negara lain misalnya Brazil dengan bangga kepala negaranya mengatakan bahwa Brazil yang paling jago sepakbola di dunia, atau PM Inggris dengan bangganya bahwa liga sepakbolanya atau Liga Premier adalah liga paling bagus daripada liga-liga dunia lainnya, sedangkan Presiden kita ketika ditanya prestasi olahraga terutama sepakbola dinegara, bisakah beliau menjawabnya ?

Apa yang membuat sepakbola kita mundur sehingga seorang Presiden Republik Indonesia harus turun tangan mengurusinya walaupun dalam hukum FIFA diharamkan negara mencampuri kerja Federasi sepakbola dinegaranya ? Penulis melihat ada beberapa bagian dari sepakbola kita yang membuat sepak bola kita mundur bahkan terbelakang dari negara-negara maju yaitu

Pertama, SDM dari organisasi itu sendiri, kenapa penulis bilang seperti itu ? bisa kah anda menjawab pertanyaan penulis, di semua struktur PSSI ADAKAH YANG BENAR-BENAR MANTAN PEMAIN SEPAK BOLA ATAU YANG PAHAM DAN MENGERTI AKAN PERATURAN SEPAKBOLA YANG DIBUAT FIFA-AFC ? kalau penulis bilang TIDAK ! sehingga inilah yang menurut penulis sepak bola kita mundur, karena apa yang di inginkan oleh para pemain atau penikmat sepak bola ini tidak bisa di wujudkan oleh para pengurus yang kita tahu berlatar belakang pengusaha atau pejabat walaupun kita tahu bahwa apapun yang ada di dunia ini selalu berujung pada sebuah kertas segi empat yang ada logo “BI” benar tidak ?

Kedua, TIDAK PERNAH BERKACA, itulah yang terjadi pada pengurus otoritas sepakbola kita bahkan sampai kesal penulis pernah mengumpat dalam hati melihat kerja para pengurus ini apakah di Gedung PSSI Pintu IX tidak ada kaca apa ya ? kita tahu bahwa PSSI selalu membuat program kerja untuk meningkatkan ketrampilan anak-anak bangsa dalam sepakbola ke luar negeri mungkin anda kenal dengan program Primavera, Barreti, Pelatnas Belanda hingga menumpang bertanding di kompetisi liga Uruguay, tetapi hasil itu semua NOL BESAR ! seperti kita bisa lihat bagaimana nasib U-23 di Asian Games hasil dari Program Pelatnas Belanda, atau U-19 yang dihancurkan Jepang dan Australia dalam Pra Kualifikasi Piala Asia U-19 bukannya intropeksi malah semakin jadi bahkan akhir Januari kemarin PSSI mengirimkan kembali anak-anak bangsa ini untuk berkompetisi di musim baru.

Ketiga, TIDAK ADA KOMPETISI TINGKATAN USIA. Penulis atau pambaca blog iri dan bertanya ketika ada tayangan acara olahraga beberapa tahun lalu yang memberitakan tentang kemenangan Swiss yang menjadi kampium juara U-19 atau kemenangan Belanda U-21 di Ajang Piala Eropa U-21, kapan PSSI U-19 atau U-21 bisa juara Piala Asia ? boro-boro juara Piala Asia, kompetisinya saja tidak ada baru ada kalau ada sponsor kalau ga ada sponsor ya sudah tiarap, seharusnya PSSI dari awal sudah membentuk program dimana kompetisi itu sudah ada dari tingkatan usia dini bukan hanya kompetisi senior saja, seperti di negara-negara Eropa sudah menyiapkan kompetisi usia dini mulai dari kompetisi U-10, U-12, U-15, U-17, U-19, U-21, U-23 dan senior, tetapi di Indonesia hanya mengenal kompetisi senior sedang usia lainnya Cuma ada kompetisi U-21 itu juga tidak kompetisi penuh layaknya kompetisi senior sedangkan U-15 baru berkompetisi jika ada sponsor yang penuh membiayai kompetisi ini selanjutnya ya sama seperti kompetisi U-21, kalaupun di buka kompetisi ini hanya bersifat sementara dan seleksi untuk kebutuhan timnas jika ada pertandingan misalnya kualifikasi.

Keempat, BERGANTUNG PADA SPONSOR tidak bisa dipungkiri yang namanya sponsor itu penting dan kita selalu di jadikan budak sama yang namanya sponsor dan itulah yang terjadi di kompetisi sepakbola negara ini, bahkan beberapa kompetisi lalu dimana ada sponsor besar dari kompetisi ini terancam hengkang sudah langsung panik serasa dunia kiamat 2012, padahal banyak kompetisi di luar sana tidak menggunakan sponsor yang produknya dipakai sebagai nama liga seperti liga Italia, contohlah liga basket Indonesia – IBL dimana mereka bisa “hidup” tanpa ada sponsor yang hampir sepuluh tahun kalau tidak salah selalu memberi dukungan terhadap kompetisi basket paling prestise di negara ini..

Kelima, TIDAK KONSISTENNYA JADWAL KOMPETISI, ini bisa kita lihat beberapa tahun yang lalu dimana otoritas yang mengurusi jadwal kompetisi selalu tidak bisa menyusun jadwal sesuai dengan ketentuan FIFA misalnya masa rehat pemain setelah melakukan pertandingan adalah 3-4 hari atau pada saat kompetisi dunia libur untuk menyambut Piala Dunia, atau Piala Asia kompetisi kita tidak libur malah sempat diistirahatkan sementara ketika kita menjadi tuan rumah Piala Asia 2007 silam, dan ketika kompetisi dunia sudah mulai, kompetisi liga kita baru saja libur hal seperti inilah kenapa Timnas kita selalu kalah, karena para pemain tidak bisa melihat atau belajar dari tayangan-tayangan liga dunia untuk menambah kemampuan mereka memang waktu tayangan liga dunia yang disiarkan televisi bertepatan dengan waktu istirahat pemain tetapi dengan jadwal kompetisi yang baik dan benar tidak mustahil para pemain kita bisa belajar lewat televisi untuk menambah pengetahuan mereka dalam bersepakbola.

Menurut penulis sudah saatnya para pengurus PSSI ini mundur secara sukarela daripada harus menunggu Munas atau berakhirnya masa jabatan karena kita semua sudah tahu bagaimana kalau akhirnya pemerintah turun tangan dan disetujui oleh rakyat Indonesia yang sudah muak dengan para pengurus PSSI ini karena tidak bisa memberikan nilai positif dan titel juara kepada rakyat Indonesia yang sudah capek-capek datang jauh mulai dari Sabang sampai Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote dan harus menabung untuk membeli tiket yang bagi sebagian orang tidak murah ternyata harus melihat Timnasnya kalah dan kalahnya itu seperti diajarkan bagaimana belajar menendang bola oleh lawan, apakah ini yang diharapkan oleh pengurus PSSI yang dipimpin oleh Nurdin Halid dan konco-konconya, kalau penulis pribadi LEBIH BAIK di HUKUM FIFA karena intervensi Pemerintah karena dengan di hukum itu kita bisa intropeksi ke dalam dan membenahi sistem yang menjadi dalang kekalahan timnas dan kompetisi kita dan BERANI MENGHUKUM orang-orang yang telah merusak prestasi timnas kita yang dulu berjaya agar TIDAK BOLEH menangani sepakbola Indonesia dalam kurun waktu lama kalau bisa seumur hidup mereka !

Semoga dengan sedikit “ancaman” dari sang Presiden bisa membuka mata hati para ketua dan pengurus PSSI agar lebih terpacu lagi untuk membuat timnas kita lebih maju dan legowo untuk mundur daripada prestasi ketika negara ini dipimpin oleh Bung Karno dan Soeharto, semoga dengan kedatangan Trophy Piala Dunia ketiga kalinya ke Jakarta pada tahun 2014 mendatang PSSI bisa masuk dalam putaran final bukan hanya sekedar untuk dipajang dan diphoto-photo oleh pelajar dan masyarakat seperti yang terjadi dua kali tour Piala Dunia saat ini. Jangan sampai ketika SEA GAMES mendatang kita ternyata kalah bukan dari Laos tetapi kalah dari Timor Leste atau Philipina atau Brunei Darussalam dengan skor telak yang jelas-jelas tahun-tahun kemarin kita selalu mengajari mereka cara bermain sepak bola, kalau sudah seperti ini maka penulis berpikir ulang untuk mendukung Timnas !

Matinya Nasionalisme pemain Timnas Indonesia….


GBK, 140210 15:00
Gie Gustan
Pendapat Pribadi

Susahnya Menjinakkan Bonek liar


Pertama-tama seperti kebiasaan penulis di blog ini, menghaturkan permintaan maaf jika dalam penulisan opini ini menyinggung atau memojokkan satu pihak tetapi tulisan ini hanya bersifat pendapat pribadi yang berdasarkan pada apa yang penulis liat..


Siapa yang tidak kenal bonek ? mulai dari orangtua, anak muda, wanita-pria tahu siapa bonek tetapi yang mereka tahu dari bonek ini adalah sekumpulan anak muda dari ujung pulau jawa yang setia pada satu klub yang sekarang sedang bertanding di kasta paling tinggi sepakbola nasional..


Tetapi yang selalu diingat oleh para rakyat Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote adalah kebrutalan dan keanarkisan daripada sikap bonek ini sendiri, kita bisa lihat pada beberapa waktu lalu dimana para bonek ini melakukan tindakan anarkis ketika akan berkunjung ke Bandung untuk mendukung klubnya bertanding melawan Persib Bandung di Stadion Si Jalak Harupat Soreang Bandung, dimana setiap memasuki stasiun yang dilewati mereka selalu membuat ulah mulai dari melempar batu, menjarah apa yang ada didepan mata mereka bahkan sampai pada kekerasan di mana seorang jurnalis photo harus mendapatkan perawatan akibat tindakan anarkis tersebut, itu baru ketika mereka melintasi jalur kereta yang membawa mereka ke Bandung, lantas bagaimana ketika mereka sampai ?


Ternyata tidak jauh berbeda dimana mereka ini dengan seenaknya memasuki komplek bahkan ke dalam stadion yang menurut ketentuan yang berlaku di dunia sepakbola dimana stadion harus di sterilkan minimal 3 jam sebelum kick-off tetapi kenyataannya ?


Itu baru berangkat, ternyata pada saat sekumpulan ini pulang ke kampung halamannya mereka pun disambut dengan perang batu sama seperti ketika mereka berangkat bahkan akibat kejadian ini Kepala Polisi Daerah Jawa Tengah (Kapolda Jateng) dan beserta jajarannya menjadi korban dari aksi ini.


Sudah sebegini parahkah kehidupan suporter sepak bola kita terutama bonek sampai dibenci rakyat Indonesia ? menurut penulis apa yang dilakukan rakyat terutama pecinta sepakbola Indonesia terhadap bonek adalah akumulasi daripada tindakan bonek ini setiap klub mereka bertanding dan tindakan mereka ini sudah terekam di otak para pecinta sepakbola atau warga.


Bahkan kita secara spontan berbicara kalau klub ini bertanding pasti akan berakhir ricuh karena aksi dari bonek ini dan apa yang kita spontankan itu kadang terjadi dan yang seperti kemarin itu. Tetapi pembelaan dari mereka adalah bahwa yang melakukan tindakan anarkis itu adalah oknum bukan anggota mereka, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari klub ini dengan atribut-atribut yang mereka kenakan walaupun memang atribut itu bisa dibeli dimana saja tetapi tetap saja brutal !!


Bukan kali ini saja bonek berulah, menurut catatan penulis setidaknya sudah lebih puluhan kali bonek berulah, terakhir kalau tidak salah pada saat Persebaya melawan Arema di Kandang Persebaya dimana ribuan bonek merusak luar-dalam stadion yang mengakibatkan mobil operasional satelit milik salahsatu stasiun televisi nasional rusak berat dan itu diliput oleh beberapa kantor berita luar negeri yang mempunyai perwakilan di Indonesia itu pada medio September 2008.


Pertanyaan sekarang adalah apakah kelakuan bonek ini masuk kategori budaya atau tindakan kriminal ? kalau menurut penulis apa yang dilakukan oleh bonek ini adalah sudah mengarah pada tindakan kriminal bukan lagi kategori budaya atau fenomena kemudian apakah bonek ini bisa diredam bahkan dimatikan ?


Sebenarnya bonek ini bisa kita matikan dalam hal kelakuannya dengan cara,


Pertama, PSSI harus TEGAS menghukum klub Persebaya dan bonek dengan hukuman sekeras-kerasnya serta berlapis dan menggandeng POLRI khususnya Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Daerah lainnya yang wilayahnya menjadi korban daripada keganasan bonek ini, hukuman yang diberikan oleh PSSI adalah paling ringan mengurangi misalnya 30 point setiap bertanding, kemudian dilarang bertanding di kandang misalnya sampai 4 musim kompetisi tanpa dihadiri penonton termasuk anggota keluarga pemain ! atau paling berat di turunkan kastanya atau dibubarkan klub ini dan boleh bertanding di kompetisi sepakbola wilayah Indonesia dengan nama baru sedangkan dari pihak kepolisian kiranya menyelidiki kasus ini secara pidana dan menyeret orang-orang yang terlibat.

Kenapa penulis bilang seperti itu kiranya PSSI mencontoh apa yang dilakukan PM Inggris Raya Margareth Techer dimana pada tahun 1985 ketika final Piala Champion antara Liverpool melawan Juventus yang dikenal sebagai tragedi Haysel puluhan suporter kedua klub tewas, satu hari setelah kejadian tersebut sang PM langsung meminta FIFA dan UEFA untuk menghukum organisasi sepak bola Inggris dan meminta semua klub Inggris Raya untuk tidak bertanding di kompetisi Eropa dan permintaan sang PM ini langsung di setujui oleh FIFA dan UEFA dengan menghukum Inggris tidak boleh berpartisipasi di kompetisi semua tingkatan Eropa selama 4-5 tahun


Kedua, dari internal klub dan supporternya sendiri secara fair meminta maaf dan mengakui serta mengganti kerugian yang di akibatkan ulah suporter yang menurut mereka bukan hak mereka, bukan seperti sekarang merasa tidak bersalah dan mengatakan sebagai korban. Penulis melihat apa yang dikatakan para pengurus klub dan supporter klub ini merasa dirinya hebat padahal jelas sekali di depan mata atau kamera yang terekam bagaimana kelakuan para bonek ini ketika berangkat menuju Bandung.


Dari anak kecil sampai nenek tua juga tahu tidak mungkin ribuan supporter yang naik kereta api hingga puluhan gerbong ke Bandung yang disaksikan ratusan juta rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote tidak ada koordinatornya apalagi sampai di kawal oleh puluhan Polisi mulai masuk Jawa Tengah, seharusnya para pengurus supporter menyelediki siapa korlap-korlap yang memberangkat bonek ini sampai ke Bandung BUKAN menutup-nutupi bahkan merasa tidak bersalah dan SOK menjadi korban !


Ketiga, masih dari internal terutama para pengurus supporter ini membenahi management administrasinya, kenapa ? penulis yakin 50 persen dari bonek yang berangkat dan berbuat ulah itu anggota resmi daripada wadah bonek itu sendiri jadi saran penulis kiranya kalau hukuman dilarang mendampingi klub bertanding keluar kandang hingga 2014 dijalankan kiranya wadah bonek ini membenahi administrasinya dengan cara misalnya mendata ulang kembali berapa banyak supporter yang resmi, membuat kartu anggota yang sifatnya berregister, membuat barang-barang atau merchandaise yang berkaitan dengan klub misalnya Syal, Baju, Topi lebih diperketat dalam hal tempat-tempat penjualan dan didata juga jadi kedepannya kalau (moga-moga tidak) rusuh akan ketahuan siapa yang berbuat dan bisa langsung dihukum dan diserahkan kepada pihak kepolisian.


Kalau saran ini dapat dijalankan penulis yakin yang namanya bonek itu tidak akan terstigma lagi dimata masyarakat, tetapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah BISAKAH Bonek mengubah perilakunya di hadapan ratusan juta masyarakat Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dari Mianggas hingga Pulau Rote ? itulah yang menjadi PR dan tantangan bagi organisasi yang menaungi bonek, klub yang digilai oleh bonek, serta PSSI dan BLI sendiri sebagai otoritas sepakbola dan kompetisi di negara ini


Pintu IX, 160110 15:50

Gie Gustan

Pendapat Pribadi

10 Penyakit Lama Sepakbola Indonesia…


Pertama-tama seperti biasa penulis menghaturkan permintaan maaf kalau didalam tulisan ini membuat perorangan atau sekelompok merasa tersinggung atau terpojokkan tetapi itulah kenyataan yang penulis lihat dan ini adalah pendapat pribadi serta saran yang sekiranya bisa membuat sepakbola kita maju ke depan dan bukan sekedar mimpi untuk tampil di Piala Dunia tetapi benar-benar di perhitungkan..Rata Penuh

Cukup basa basinya daripada kelamaan nanti malah basi beneran hehehe…kalau berbicara soal sepakbola Indonesia tidak akan habisnya mulai dari sistem kompetisi yang tidak jelas, kemudian timnasnya yang tidak pernah menang dan masih banyak lagi dan topik inilah yang mungkin paling banyak di perbincangkan di setiap warung-warung kopi atau pangkalan ojek..

Setiap kekalahan timnas dan permasalahan sepakbola di Indonesia ini kita selalu bertanya ada apa dengan sepakbola kita, disaat pecinta sepakbola kita geram dengan banyaknya kekalahan hingga muncul sosok Hendri Mulyadi yang ingin membantu Timnas agar bisa menang dari Oman pada kualifikasi Pra Piala Asia 2011 Qatar, akibat dari aksi Hendri PSSI harus di denda dari otoritas sepakbola Asia sebesar US$ 10,000

Anda pasti bertanya-tanya dengan judul diatas tetapi itulah yang mungkin menurut penulis penyakit lama sepakbola kita dan karena penyakit itu sepakbola kita tidak bisa berbicara banyak yaitu

Pertama, Uang, siapa yang tidak kenal yang namanya uang bahkan urusan uang pun bisa mengubah penjara menjadi hotel berbintang lima, lantas apa hubungan uang dengan timnas kita ? kita tahu dan tidak usah menutup mata bahwa persoalan uang ini membuat prestasi timnas kita agak tidak jelas, dimana setiap menjelang pertandingan internasional banyak pemain kita yang dipanggil ke TC tetapi selalu tidak lengkap dengan berbagai alasan, dan juga mereka selalu mengeluhkan soal terlambatnya dibayar uang saku mereka selama di TC, atau tidak ada uang untuk menggelar pertandingan persahabatan dengan negara-negara yang urutan rangking diatas atau dibawah kita, memang kita tidak usah munafik siapa orang butuh uang tetapi apakah kepentingan negara harus dinomor duakan dengan uang ? kalo itu yang dipilih pantas saja sepakbola kita tidak pernah berprestasi karena selalu berorientasi uang, padahal uang itu akan mengikuti kita kalau kita berprestasi bener tidak ?

Kedua, KURANGnya Nasionalisme, kenapa penulis mengatakan ini dan menempatkannya di urutan kedua setelah uang karena ini masih ada hubungannya, gara-gara perkara uang saku dan gaji pelatih telat dibayarkan maka secara langsung mempengaruhi prestasi bahkan ada juga yang menolak mengikuti TC, ini terbukti ketika SEA GAMES di salahsatu kota di Thailand beberapa tahun lalu, PSSI membuat semacam pusat pelatihan jangka pendek di Belanda yang diasuh langsung oleh Pelatih Timnas U-21 Belanda Foppe de Han, ketika PSSI merelease nama-nama yang berangkat, banyak nama-nama yang di release oleh PSSI menolak ikut ke Belanda karena alasannya kalau kami berada di sana siapa yang membiayai keluarga kami di tanah air sementara kami ini dibayar oleh klub ! kalau penulis melihat memang pemain ini bermain dan dibayar oleh klub tetapi bukankah prestise tingkatannya kalau kita membela timnas atau dengan kata lain membela negara di kompetisi internasional daripada klub benar tidak ?

Ketiga, TIDAK KONSISTENnya perangkat kompetisi, kita tahu bahwa setiap menjelang kompetisi baru selalu ada masalah yang sebenarnya sepele yaitu format kompetisi, kadang-kadang kompetisi dua wilayah, satu wilayah atau 8 besar, cobalah membuat kompetisi yang jelas berikut jadwal dalam misalnya lima musim berturut-turut seperti format kompetisi di belahan dunia lainnya bukannya seperti membuat mie instan !

Keempat, TIDAK TEGASnya organisasi teknis kompetisi, soal ini kita tidak heran dimana hampir semua kebijakan selalu mentah, misalnya kalau yang naman kompetisi liga super seharusnya stadion standar internasional berikut perangkatnya misalnya lampu stadion, ruang media, team medis, akses dari bandara ke stadion, perolehan dan pengurusan ijin keamanan selama satu musim dan keuangan klub kalau itu tidak bisa dipenuhi klub seharusnya klub itu untuk sementara diturunkan kastanya sambil membenahi syarat-syarat yang ditetapkan tetapi kenyataannya ? penulis beberapa kali membaca kalau otoritas kompetisi beberapa kali membantu keuangan klub untuk biaya perjalanan dan penginapan satu-dua pertandingan atau membantu pengurusan ijin dengan pihak keamanan, seharusnya otoritas kompetisi tugasnya hanya duduk manis membuat format kompetisi, menindak klub yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk berkompetisi misalnya di ISL BUKAN membantu 100% kalau seperti ini banyak klub yang lepas tangan dan tanggung jawab atau merasa didiskriminasi atau pilih kasih benar tidak ?

Kelima, LEMAHNYA PERANGKAT PERTANDINGAN, maksudnya disini adalah perangkat dalam satu pertandingan seperti wasit, kita tahu bukan membandingkan tetapi kenyataannya bahwa wasit kita kalah jauh dengan kolega-koleganya di luar sana, kita bisa lihat bagaimana kalau ada pemain melakukan tackling keras terhadap pemain lawan wasit langsung menghadiahi kartu kuning bahkan kartu merah langsung dan pemain itu tidak menghampiri wasit termasuk official atau penonton kedalam stadion, SEDANGKAN wasit di negara ini ketika ada pemain melakukan tackling keras terhadap pemain lawan hanya diganjar kartu kuning bahkan ada kadang Cuma teguran dan pemain begitu tau dapat kartu langsung menghardik wasit bahkan mendorong hingga terjungkal ke tanah dan setelah pertandingan official langsung masuk ke lapangan dan mengejar wasit untuk minta pertanggung jawaban atas kartu yang ia keluarkan..hasil dari kerja wasit kompetisi ini bisa kita lihat bagaimana pemain timnas kita ketika bertanding dengan timnas negara lain memperagakan tackling keras yang pikir dia hanya teguran saja TERNYATA KARTU MERAH ! jadi tolong PSSI benahi wasit dan perangkat lainnya

Keenam…BEBAS MASUKNYA PEMAIN ASING, memang pemain asing ini ibarat sayur tanpa garam itu tidak enak tetapi apakah akan lebih tidak enak dilihat kalau para pemain asing ini hanya bisanya bikin onar atau merusak kompetisi kita ? penulis melihat ada beberapa pemain asing yang mungkin hanya sekedar cari uang dan penuh-penuhi negara ini tetapi tidak mengangkat prestasi, sudah saatnya PSSI bekerjasama dengan pihak pemerintah seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga kerja dalam menyeleksi pemain asing, harus dilihat pemain ini berkompetisi di liga yang sesuai rekomendasi FIFA dan AFC atau PSSI kalau mau berrevolusi seleksi ketat pemain, contohlah penerapan transfer pemain di liga Inggris dimana untuk mendapatkan ijin kerja saja sangat susah walaupun deal transfer sudah disepakati, jangan sampai pemain asing ini membebani negara dalam membiayai pemain ini..

Ketujuh..TIDAK ADANYA KOMPETISI USIA DINI, kenapa isi perut timnas kita hanya 4DL ( Dia Lagi Dia Lagi) padahal penduduk kita hampir 230 juta jiwa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Rote ? karena tidak adanya kompetisi usia dini seperti kompetisi liga U-10, U-12, U-15, U-17, U-19, U-21 sampai U-23 kalaupun ada hanya sementara atau setengah kompetisi selebihnya menunggu belas kasihan perusahaan jasa swasta atau perusahaan pemerintah yang concern akan olahraga lewat dana Coorporate Social Responsbility-CSR dan itu waktunya pun bisa 2 tahun sekali bahkan tidak sama sekali, benar tidak ?

Kedelapan.. TIDAK PERNAH BERKACA soal management. kita tahu kenapa sepakbola kita yang katanya olahraga nomor satu di negara ini tetapi prestasinya minim dan lebih banyak negatifnya seperti tawuran antar pemain atau antar supporter karena management kompetisinya yang salah dan setiap kompetisi harus mengemis dan menunggu perundingan dengan sponsor-sponsor, beda sekali dengan kompetisi bola basket di negeri ini dimana kalau tidak salah sudah dua tahun ini IBL kompetisi bola basket paling tinggi dan prestise dinegara ini ditinggal oleh sponsor produsen rokok yang belasan tahun menjadi sponsor mereka tetapi mereka tetap jalan seperti ada sponsor Seharusnya

Kesembilan..SELALU MERASA DIRINYA HEBAT dan BERSEMANGAT padahal….seharusnya para pemain timnas kita ini berkacalah pada semangat pemain-pemain negara yang jauh dari prediksi dunia, kenapa penulis bilang begitu ? kita bisa lihat bagaimana Korea Utara, Selandia Baru bisa lolos ke Piala Dunia Afrika Selatan 2010, atau Angola, Togo, Pantai Gading di Piala Dunia Jerman 2006 mereka punya spirit untuk mengubah pandangan dunia terhadap negaranya seperti Korut dengan banyaknya percobaan Nuklir yang membahayakan dunia, atau Angola, Togo, Pantai Gading yang selalu berkonflik dengan separatis begitu juga dengan ekonomi dimana banyak kelaparan tetapi kenapa mereka bisa masuk di arena Piala Dunia ? karena spirit yang tadi penulis tulis diatas, sedangkan negara kita yang bebas dari separatis, bisa makan sehari 3 kali, alam yang luas, tidak ada tentara atau panser hilir mudik di jalan-jalan protokol seperti Jl. Thamrin-Sudirman atau rentetan desing peluru TIDAK PERNAH LOLOS Piala Dunia ?
Kesepuluh..BERMENTAL KERUPUK !! kenapa ? sebenarnya ini sama dengan penyakit nomor dua soal nasionalisme, dimana pemain kita sok bersikap nasionalisme tetapi nasionalisme KTP hanya di ucapan sama ditayangan televisi saja ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya padahal rapuh, kiranya para pemain kita ini berkaca pada semangat dan mental nasionalisme serta patriotik daripada para prajurit Tentara Nasional Indonesia dimana mereka dengan jiwa raga mereka, gaji kecil, meninggalkan istri, anak, orangtua dan lainnya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun demi keutuhan negara ini dari serangan negara asing atau terorisme yang ingin mengacau, SEDANGKAN PEMAIN KITA ketika dipanggil masih harus itung-itungan bagaimana makan istri dan anak saya kalau saya dipanggil Timnas, atau klub yang tidak rela melepas pemainnya karena pemain harapan dan sudah mahal belinya benar tidak ?

Mungkin dengan kesepuluh penyakit Timnas yang penulis utarakan bisa membuka mata, telinga dan nurani para pembesar bola negara ini yang berkantor di Pintu IX Kompleks Gelora Bung Karno beserta para Klub untuk sembuh serta lebih baik lagi, atau memang para pembesar bola negara ini HARUS SELALU diingatkan agar sepakbola Indonesia kembali berprestasi seperti dahulu kala dengan selalu mendatangkan Hendri Mulyadi…Hendri Mulyadi di lapangan dan terus-terusan di denda, bola ada ditangan PSSI dan tentunya Klub-klub..mau dibawa kemana “bola” Indonesia ini ?

240110 01:10
GBK Std
Gie Gustan
Pendapat Pribadi