Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf..
Ada yang menarik ketika beberapa bulan lalu sebuah media menaikkan sebuah berita kalau semifinalis Piala Dunia Afrika Selatan 2010, Uruguay akan datang ke Jakarta dan menantang Timnas Merah Putih di Stadion Gelora Bung Karno-Senayan, ketika membaca berita itu penulis hanya tersenyum sungging dan berkata dalam hati bagus kalau benar tetapi palingan juga nasibnya tidak jauh berbeda dengan kasus batalnya tim setan merah, Manchester United yang di gembar-gemborkan datang ke Jakarta ternyata batal karena ada bom di dua hotel.
Berita itu ternyata bukan isapan jempol kaki belaka dan terbukti ketika satu-persatu pemain Uruguay menginjakan kakinya di lantai kedatangan luar negeri Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta walaupu tanpa kedatangan sang fenomenal dan selebritis Timnas Uruguay, Diego Forlan karena adanya kepentingan klubnya dan juga solidaritas terhadap kakaknya karena pekerjaan makelar pertandingan kakanya ini di berikan kepada orang lain.
Akhirnya pertandingan internasional itu pun berakhir dengan kemenangan sangat puas 1-7 oleh timnas Uruguay walaupun di awal-awal kita sempat unggul, lantas yang menjadi pertanyaan adalah inikah hasil dari program pelatnas yang di rancang oleh pelatih Timnas Alfred Riedl beberapa bulan lalu seperti layaknya pendaftaraan siswa baru dengan beberapa gelombang dengan kekalahan telak 1-7 dimana pemain kita seperti terhipnotis layaknya anak kecil yang mengagumi tokoh idola tanpa ada sedikit perlawan yang selalu mereka perlihatkan di ajang Indonesia Super League yang penuh trik dan intrik bahkan sering berujung keributan ?
Akibat kekalahan ini banyak pihak kecewa dengan permainan dari pada Timnas kita, ya jelas kecewa berat mereka capai-capai dari berbagai kota di Indonesia tanpa perbekalan apapun kemudian harus merogoh tiket masuk mulai dari Rp. 75,000 untuk kelas kambing yang berada di paling atas yang hampir dekat atap stadion hingga kelas mewah seharga Rp. 2 juta tanpa tahu itu duit darimana apakah hasil tabungan atau hasil menjual barang-barang pribadi atau nyopet di bus kota sampai (mungkin) mengkompas warga yang sedang melintas di sekitar komplek stadion dengan harapan uang yang mereka tukar dengan tiket itu sebanding dengan penampilan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan bisa memberikan perlawanan seperti layaknya mereka bertarung di ISL dengan trik dan intrik tetapi nyatanya dan apakah ini PERNAH DIPIKIRKAN secara nurani dan otak yang sehat oleh Bambang Pamungkas dan kawan-kawan yang selalu di panggil Timnas ?
Kenapa sepak bola kita khususnya Tim Nasional Indonesia selalu dekat dan cinta yang namanya kekalahan dan kekalahan ? adakah yang salah dalam Timnas ini ? menurut penulis kenapa Timnas kita selalu dekat dan cinta dengan namanya kekalahan itu di karenakan para pengurus yang ngurusin sepak bola kita ini baik klub maupun federasinya tidak tahu bagaimana mengelola sepakbola itu benar tidak ?
Penyakit lama sepak bola kita adalah kurangnya pembinaan dan selalu mendewakan yang namanya instan-instant atau yang sudah jadi, kita bisa lihat bagaimana baru-baru ini kita disuguhkan dengan semacam revolusi kampungan ala PSSI dimana untuk meningkatkan kualitas sepak bola diataranya untuk mendongkrak point rangking FIFA serta bisa tempus pentas Piala Dunia adalah membedol desakan pemain-pemain bola yang dalam tubuhnya ada darah Indonesia yang berada di dunia seperti di dataran Eropa, kawasan Pasific untuk datang dan bermain dalam Timnas Indonesia, pertanyaannya adalah kalau memang itu terwujud apakah lantas Indonesia bisa berprestasi di dunia sepakbola Internasional ? mungkin bagi PSSI cara itu mudah seperti membuang kotoran yang ada di hidung padahal mereka tidak menyadari bagaimana kelakuan manusia jika di iming-imingi sesuatu pasti ada imbalannya apakah ini di perhatikan seperti jika pemain ini di minta untuk bermain dalam timnas Indonesia apakah mereka tidak meminta sesuatu seperti misalnya pemain ini harus dimasukkan dalam starting eleven padahal permainannya di bawah pemain lokal, terus ketika berada di Indonesia misalnya pemain naturalisasi ini minta apartemen dengan fasilitas layaknya pemain ini tinggal di negaranya kemudian uang saku selama mereka di Jakarta apakah ini pernah di pikirkan dalam otak para pengurus PSSI kalau iya lantas dana dari mana sementara untuk membayar uang juara sebuah klub yang menangi turnament saja masih senin-kamis alirannya seperti yang terjadi pada sebuah klub peserta ISL !
Sebenarnya PSSI dan klub tidak mampu menciptakan pembinaan usia dini tetapi mereka malu mengungkapkan ke 200 juta pecinta sepak bola nasional, kenapa penulis mengatakan itu ini terkait dengan ucapan seorang pejabat PSSI kepada seorang jurnalis ketika di wawancarai sebuah radio dimana seorang jurnalis ini pernah mengatakan kepada salah satu pejabat PSSI kenapa timnas kita selalu kalah termasuk yang terakhir di Solo kemarin oleh “anak kemarin sore” Timor Leste lantas sang pejabat ini berujar bahwa mereka TIDAK PUNYA STOK PEMAIN !!!
Menurut penulis sudah waktunya sepakbola kita kembali ke jalan yang benar seperti jaman keemasan era Bung Karno dan Soeharto bagaimana caranya yaitu : Pertama, BUBARKAN pengurus PSSI yang ada saat ini dan sukur-sukur para pengurus ini terutama 4 sekawan ini ( NH, NB, ADT, NDB ) ini di beri stempel layaknya tahanan politik jaman kakek Cendana supaya mereka tahu akan dosa mereka yang telah menciderai sportivitas sepakbola yang diagungkan oleh FIFA, atau kalau negara kita seperti Korut mungkin 4 sekawan ini nasibnya tidak jauh berbeda dengan pemain korut yang bermain di Piala Dunia kemarin yang langsung di buang ke pertambangan sebagai kuli panggul dan di jemur panas terik selama 6 jam setiap hari karena gagal melaju ke babak kedua !!
Kedua, Lupakan Timnas Senior..Lupakan yang namanya Bepe dan kawan-kawan tiru Timor Leste ? pasti pembaca bingung dengan cara penulis nomor dua ini dalam memperbaiki kualitas sepakbola Indonesia, artinya bukan maksud untuk mencemarkan atau melupakan prestasi Bepe tetapi sudah saatnya kita melihat siapa selanjutnya yang menggantikan Bepe dan rekan-rekan yang sekarang main di Timnas dalam dua sampai sepuluh tahun ke depan dan kenapa kita harus tiru Timor Leste karena Timor Leste negara baru di dunia ini sekarang lebih konsentrasi kepada pembinaan pemain muda daripada seniornya dan mereka mengakui kalau mereka tidak mempunyai dana untuk membina pemain muda dan menjual “kesepakbolaan” mereka kepada pihak swasta yang mau membantu dan sekarang mereka bergantung pada sponsor bahkan kabarnya pelatih Timnas Timor Leste yang kemarin mengalahkan Timnas kita di Solo TIDAK DIBAYAR oleh PSSI-nya Timor Leste tetapi oleh sponsor sedangkan kita ?
Ketiga, masih terkait nomor dua, kiranya PSSI lebih fokus dalam menyusun kurikulum kompetisi terutama kompetisi usia dini kalau memang PSSI tidak mampu dan tidak sanggup dalam menysusun dan mennjalankan program kompetisi usia dini lebih baik PSSI jual kompetisi usia dini lewat tender ke publik dan PSSI hanya mengawasi saja.karena tanpa ada pembinaan usia dini mulai U-10, U12, U-14, U15 hingga U-23 maka tidak akan ada yang namanya prestasi benar tidak ?
Mau sampai kapan sepakbola kita ini layaknya pertandingan yang ujung-ujungnya kalah dan selalu menjadi pecundang, ibarat binatang KELEDAI saja CUKUP 2 kali masuk dalam lubang yang sama lalu bangkit lantas kalau seperti ini SIAPA yang KITA SEBUT KELEDAI itu….. ? (silakan presentasikan apa yang anda mau)
Selamatkan Sepak bola Indonesia dari orang-orang yang bermental lebih parah dari keledai…
GBK Std, 111010 16:40
Rhesza
Pendapat Pribadi
Ada yang menarik ketika beberapa bulan lalu sebuah media menaikkan sebuah berita kalau semifinalis Piala Dunia Afrika Selatan 2010, Uruguay akan datang ke Jakarta dan menantang Timnas Merah Putih di Stadion Gelora Bung Karno-Senayan, ketika membaca berita itu penulis hanya tersenyum sungging dan berkata dalam hati bagus kalau benar tetapi palingan juga nasibnya tidak jauh berbeda dengan kasus batalnya tim setan merah, Manchester United yang di gembar-gemborkan datang ke Jakarta ternyata batal karena ada bom di dua hotel.
Berita itu ternyata bukan isapan jempol kaki belaka dan terbukti ketika satu-persatu pemain Uruguay menginjakan kakinya di lantai kedatangan luar negeri Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta walaupu tanpa kedatangan sang fenomenal dan selebritis Timnas Uruguay, Diego Forlan karena adanya kepentingan klubnya dan juga solidaritas terhadap kakaknya karena pekerjaan makelar pertandingan kakanya ini di berikan kepada orang lain.
Akhirnya pertandingan internasional itu pun berakhir dengan kemenangan sangat puas 1-7 oleh timnas Uruguay walaupun di awal-awal kita sempat unggul, lantas yang menjadi pertanyaan adalah inikah hasil dari program pelatnas yang di rancang oleh pelatih Timnas Alfred Riedl beberapa bulan lalu seperti layaknya pendaftaraan siswa baru dengan beberapa gelombang dengan kekalahan telak 1-7 dimana pemain kita seperti terhipnotis layaknya anak kecil yang mengagumi tokoh idola tanpa ada sedikit perlawan yang selalu mereka perlihatkan di ajang Indonesia Super League yang penuh trik dan intrik bahkan sering berujung keributan ?
Akibat kekalahan ini banyak pihak kecewa dengan permainan dari pada Timnas kita, ya jelas kecewa berat mereka capai-capai dari berbagai kota di Indonesia tanpa perbekalan apapun kemudian harus merogoh tiket masuk mulai dari Rp. 75,000 untuk kelas kambing yang berada di paling atas yang hampir dekat atap stadion hingga kelas mewah seharga Rp. 2 juta tanpa tahu itu duit darimana apakah hasil tabungan atau hasil menjual barang-barang pribadi atau nyopet di bus kota sampai (mungkin) mengkompas warga yang sedang melintas di sekitar komplek stadion dengan harapan uang yang mereka tukar dengan tiket itu sebanding dengan penampilan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan bisa memberikan perlawanan seperti layaknya mereka bertarung di ISL dengan trik dan intrik tetapi nyatanya dan apakah ini PERNAH DIPIKIRKAN secara nurani dan otak yang sehat oleh Bambang Pamungkas dan kawan-kawan yang selalu di panggil Timnas ?
Kenapa sepak bola kita khususnya Tim Nasional Indonesia selalu dekat dan cinta yang namanya kekalahan dan kekalahan ? adakah yang salah dalam Timnas ini ? menurut penulis kenapa Timnas kita selalu dekat dan cinta dengan namanya kekalahan itu di karenakan para pengurus yang ngurusin sepak bola kita ini baik klub maupun federasinya tidak tahu bagaimana mengelola sepakbola itu benar tidak ?
Penyakit lama sepak bola kita adalah kurangnya pembinaan dan selalu mendewakan yang namanya instan-instant atau yang sudah jadi, kita bisa lihat bagaimana baru-baru ini kita disuguhkan dengan semacam revolusi kampungan ala PSSI dimana untuk meningkatkan kualitas sepak bola diataranya untuk mendongkrak point rangking FIFA serta bisa tempus pentas Piala Dunia adalah membedol desakan pemain-pemain bola yang dalam tubuhnya ada darah Indonesia yang berada di dunia seperti di dataran Eropa, kawasan Pasific untuk datang dan bermain dalam Timnas Indonesia, pertanyaannya adalah kalau memang itu terwujud apakah lantas Indonesia bisa berprestasi di dunia sepakbola Internasional ? mungkin bagi PSSI cara itu mudah seperti membuang kotoran yang ada di hidung padahal mereka tidak menyadari bagaimana kelakuan manusia jika di iming-imingi sesuatu pasti ada imbalannya apakah ini di perhatikan seperti jika pemain ini di minta untuk bermain dalam timnas Indonesia apakah mereka tidak meminta sesuatu seperti misalnya pemain ini harus dimasukkan dalam starting eleven padahal permainannya di bawah pemain lokal, terus ketika berada di Indonesia misalnya pemain naturalisasi ini minta apartemen dengan fasilitas layaknya pemain ini tinggal di negaranya kemudian uang saku selama mereka di Jakarta apakah ini pernah di pikirkan dalam otak para pengurus PSSI kalau iya lantas dana dari mana sementara untuk membayar uang juara sebuah klub yang menangi turnament saja masih senin-kamis alirannya seperti yang terjadi pada sebuah klub peserta ISL !
Sebenarnya PSSI dan klub tidak mampu menciptakan pembinaan usia dini tetapi mereka malu mengungkapkan ke 200 juta pecinta sepak bola nasional, kenapa penulis mengatakan itu ini terkait dengan ucapan seorang pejabat PSSI kepada seorang jurnalis ketika di wawancarai sebuah radio dimana seorang jurnalis ini pernah mengatakan kepada salah satu pejabat PSSI kenapa timnas kita selalu kalah termasuk yang terakhir di Solo kemarin oleh “anak kemarin sore” Timor Leste lantas sang pejabat ini berujar bahwa mereka TIDAK PUNYA STOK PEMAIN !!!
Menurut penulis sudah waktunya sepakbola kita kembali ke jalan yang benar seperti jaman keemasan era Bung Karno dan Soeharto bagaimana caranya yaitu : Pertama, BUBARKAN pengurus PSSI yang ada saat ini dan sukur-sukur para pengurus ini terutama 4 sekawan ini ( NH, NB, ADT, NDB ) ini di beri stempel layaknya tahanan politik jaman kakek Cendana supaya mereka tahu akan dosa mereka yang telah menciderai sportivitas sepakbola yang diagungkan oleh FIFA, atau kalau negara kita seperti Korut mungkin 4 sekawan ini nasibnya tidak jauh berbeda dengan pemain korut yang bermain di Piala Dunia kemarin yang langsung di buang ke pertambangan sebagai kuli panggul dan di jemur panas terik selama 6 jam setiap hari karena gagal melaju ke babak kedua !!
Kedua, Lupakan Timnas Senior..Lupakan yang namanya Bepe dan kawan-kawan tiru Timor Leste ? pasti pembaca bingung dengan cara penulis nomor dua ini dalam memperbaiki kualitas sepakbola Indonesia, artinya bukan maksud untuk mencemarkan atau melupakan prestasi Bepe tetapi sudah saatnya kita melihat siapa selanjutnya yang menggantikan Bepe dan rekan-rekan yang sekarang main di Timnas dalam dua sampai sepuluh tahun ke depan dan kenapa kita harus tiru Timor Leste karena Timor Leste negara baru di dunia ini sekarang lebih konsentrasi kepada pembinaan pemain muda daripada seniornya dan mereka mengakui kalau mereka tidak mempunyai dana untuk membina pemain muda dan menjual “kesepakbolaan” mereka kepada pihak swasta yang mau membantu dan sekarang mereka bergantung pada sponsor bahkan kabarnya pelatih Timnas Timor Leste yang kemarin mengalahkan Timnas kita di Solo TIDAK DIBAYAR oleh PSSI-nya Timor Leste tetapi oleh sponsor sedangkan kita ?
Ketiga, masih terkait nomor dua, kiranya PSSI lebih fokus dalam menyusun kurikulum kompetisi terutama kompetisi usia dini kalau memang PSSI tidak mampu dan tidak sanggup dalam menysusun dan mennjalankan program kompetisi usia dini lebih baik PSSI jual kompetisi usia dini lewat tender ke publik dan PSSI hanya mengawasi saja.karena tanpa ada pembinaan usia dini mulai U-10, U12, U-14, U15 hingga U-23 maka tidak akan ada yang namanya prestasi benar tidak ?
Mau sampai kapan sepakbola kita ini layaknya pertandingan yang ujung-ujungnya kalah dan selalu menjadi pecundang, ibarat binatang KELEDAI saja CUKUP 2 kali masuk dalam lubang yang sama lalu bangkit lantas kalau seperti ini SIAPA yang KITA SEBUT KELEDAI itu….. ? (silakan presentasikan apa yang anda mau)
Selamatkan Sepak bola Indonesia dari orang-orang yang bermental lebih parah dari keledai…
GBK Std, 111010 16:40
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar