Pertama-tama ingin mengucapakn selamat ulangtahun kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang ke – 63, semoga dengan semakin bertambah usia semakin bertambah juga diplomasi yang dilakukan Indonesia melalui Kementerian ini sebagai ujung tombak daripada negara ini terhadap dunia luar termasuk salahsatunya adalah bersikap kritis dan sedikit keras didalam forum Internasional.
Negara kita memang menganut sistem Politik Luar Negeri yang bebas aktif dalam artian negara kita bebas melakukan hubungan bilateral tanpa memandang negara itu berada dalam kawasan barat atau timur seperti sebelum terbentuk gerakan non blok dimana Amerika dan USSR ( sekarang Federasi Rusia) membentuk blok barat dan timur, serta aktif adalah Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan ikut aktif dalam kegiatan internasional maupun organisasi internasiona dan terbukti Indonesia sudah beberapa kali mengikuti kegiatan internasional salahsatunya yang terakhir adalah ikut bergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB untuk Libanon – UNIFIL dengan sandi Garuda XXIII A yang pada gelombang pertama terdapat putra pertama sang Presiden sebagai komanda pleton.
Sebenarnya Politik Luar Negeri Indonesia menurut penulis sudah agak menyusut kadarnya kenapa ? karena kita bisa lihat bagaiamana kiprah Indonesia di Forum Indonesia tidak ada gaungnya sama sekali bahkan berontak kalau dibandingkan dengan era Bung Karno, tetapi ada satu vokalnya Indonesia lewat kedinginan dari seorang diplomat muda kita yang kini menjadi orang nomor satu Indonesia di Badan PBB tepatnya menjadi Kepala Perwakilan Tetap Republik Indonesia di PBB- New York, Amerika Serikat yaitu R.M. Marty Natalegawa mantan Jubir Kementerian Luar Negeri Indonesia dan juga Mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Inggris meliputi Republik Irlandia dan Wales serta Skotlandia, dimana pada rapat dewan untuk meminta suara dari negara anggota PBB soal nuklir Iran yang dihembuskan oleh Amerika suara Indonesia melalui beliau mengatakan bahwa Indonesia abstain dengan catatan melihat kembali dasar program nuklir Iran tersebut, dan apa yang terlontar dari diplomat muda ini membuat suasana rapat agak sedikit terkejut dengan apa yang Indonesia lakukan terhadap isu ini.
Ada satu hal yang mengganjal penulis terhadap Politik Luar Negeri Indonesia ini yaitu pada persoalan perdamaian di Timur Tengah yang menurut penulis Indonesia agak sedikit pilih kasih dan berat sebelah, kenapa ? karena memang Indonesia diminta oleh negara-negara kawasan Teluk untuk bisa mendamaikan konflik Timur Tengah dalam hal ini konflik Israel – Palestina yang sampai saat ini tidak ada titk temu untuk berdamai, alasan negara – negara kawasan teluk ini meminta Indonesia sebagai mediator perdamaian dikarena Indonesia sebuah negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar dan peringkat pertama di dunia, paling tidak bisa menjembatani masalah ini tetapi sampai sekarang kalau menurut penulis ada beberapa kendala kenapa sampai sekarang kedua negara itu tidak bisa berdamai dan sejalan. Yaitu menurut penulis yang pertama, adalah sikap Indonesia yang lebih memihak Palestina ketimbang Israel kita bisa lihat sendiri Palestina oleh Indonesia terutama 100 juta lebih umat Islam dari Aceh hingga Papua baik yang ideology Islam secara halus sampai kepada ideology radikal menyambut rakyat Palestina bak seorang raja, apa yang dilakukan oleh Palestina ketika bentrok dengan tentara Israel selalu dielu-elukan dan dibela habis-habisan, bahkan sampai ada sebuah partai politik dalam program kerjanya menyelipkan satu kebijakan untuk memberi bantuan dana dimana mengajak setiap lapisan masyarakat termasuk anggota partai ini untuk berpartisipasi satu orang menyumbang US $ 1 untuk satu warga Palestina, padahal kalau dilihat menurut penulis lebih berharga dan elegan kalau US $ 1 itu disumbang untuk orang yang membutuhkan di negara ini ibaratnya, urusan perut sendiri tidak bisa diatasi mana urusan perut orang lain yang di urusin.
Kalau begitu pertanyaannya sekarang adalah benarkah Israel bersalah atas apa yang terjadi di Timur Tengah sampai detik ini atau sebaliknya ? kalau menurut penulis salah atau tidaknya Israel bisa kita lihat dari pembicaraan untuk mencapai perdamaian, tapi apakah bisa terwujud jika sampai hari ini diplomat kita belum bisa berbicara dengan kalangan birokrat Israel karena masih saja mengacu pada yang namanya solidaritas Palestina dan negara Arab.
Sebenarnya sederhana untuk mendamaikan dua negara ini tapi sampai detik ini belum bisa diwujudkan adalah memanggil pejabat otoritas Israel dan mendengarkan apa yang mereka mau karena ya itu sampai saat ini Pemerintah Republik Indonesia belum sama sekali memanggil dan melakukan pembicaraan dengan pejabat dari Israel dikarenakan kebijakan yang penulis utarakan di atas tadi.
Kalau boleh kasar maaf sebelumnya, negara ini ternyata negara yang munafik. Maksudnya munafik adalah disaat para pejabat kita selalu mengkampanyekan Say No To Israel dan menjelekkan Israel dengan kata-kata yang tidak pantas, ternyata itu semua tidak berlaku untuk kalangan industri tepatnya para pengusaha, ternyata berdasarkan hasil riset dan wawancara RKM dari seorang wartawan yang bertugas dan tinggal di kawasan teluk beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa transaksi dagang antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha Israel hingga berjuta dollar Amerika, tetapi karena kebijakan negara Indonesia, sehingga transaksi itu dilakukan di negara ketiga yang tidak lain dan tidak bukan adalah melalui Kedutaan Israel di Asia, seperti Kedutaan Israel di Singapore atau di Bangkok. Modusnya pun cukup unik apa yang dilakukan oleh para pengusaha kedua negara ini, selain transaksi dilakukan oleh negara ketiga dalam hal ini kedutaan, pasokan barang pun selalu ditempat dinegara ketiga, dimana ketika akan diekspor dari Jakarta terlebih dahulu ditempatkan di Singapore atau Bangkok setelah itu baru diambil oleh pengusaha Israel begitupun sebaliknya. Komoditi yang diminati oleh pengusaha Israel terhadap produk-produk Indonesia dan paling banyak ada di kota-kota di Israel adalah tekstil, pakaian dan peralatan olahraga serta kerajinan tangan, sedangkan yang diminati oleh pengusaha Indonesia terhadap komoditi Israel adalah kepada hasil alam dan furniture, jadi penulis tidak heran ketika pada saat bencana Tsunami Aceh tahun 2004, ada isu യന്ഗ് mengatakan bahwa pemerintah Israel mendonasikan berupa barang dan dana yang nominalnya lumayan besar untuk korban Tsunami dan dikirim dari Tel-Aviv menuju Singapore lewat Kedutaan Israel di Singapore dan dari sana pihak kedutaan mengirimkan lagi melalui Batam lalu langsung ke Aceh, walaupun di bantah oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan juga Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Alam yang ditunjuk langsung oleh Presiden tetapi benar atau tidak dalam bentuk nyata bantuan itu paling tidak kita bisa melihat kepedulian social daripada rakyat Israel bila kita melihat kebrutalan mereka yang sering kita lihat dan baca di media massa.
Kembali ke soal perdamaian, RKM melihat Indonesia sebenarnya bisa mengambil peran penting dalam hal ini dengan catatan harus bisa meminggirkan sedikit masalah diplomasi dengan Israel, kita tahu bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatic dengan Israel karena bagaimanapun juga kalau kita tidak bisa duduk satu meja dan mendengar keluh kesah dari Israel niscaya yang namanya perdamaian itu tidak akan ada, cobalah sekali-sekali berdialog dengan Israel kalau perlu kita undang pejabat yang berkepentingan untuk datang ke Jakarta berdialog, berdasarkan catatan yang RKM baca setidaknya pernah sekali Menteri Luar Negeri kita melakukan pembicaraan dengan pejabat Israel disela-sela acara tahunan PBB di Markas Besar PBB New York dan setelah itu tidak ada lagi yang namanya pertemuan.
Sebenarnya masalah Israel – Palestina ini ibarat buah simalakama bagi Indonesia karena kalau kita tidak menjadi mediator perdamaian ini, maka kedua negara ini akan semakin hari akan terus menjadi kuburan massal bagi penduduk kedua negara, kalau kita damaikan dan terbentuklah negara Palestina maka ada beberapa negara di kawasan Teluk akan ketakutan dengan kehadiran negara Palestina ini, kenapa ? ternyata usut punya usut yang RKM temukan ketika sedang menghadiri sebuah peluncuran buku dari seorang anggota LSM Perdamaian yang concert akan masalah TimTeng asal Amerika di sebuah Universitas lewat seorang pensiunan Kementerian Luar Negeri yang pernah bertugas sebagai sekretaris bidang politik disalahsatu KBRI di kawasan teluk, mengatakan bahwa negara-negara kawasan Teluk sebenarnya tidak menginginkan Palestina menjadi sebuah negara karena kemampuan pikiran atau maaf bahasa kasarnya isi otak daripada rakyat Palestina dalam melihat situasi dan bidang lebih maju dan pintar daripada isi otak dari rakyat negara-negara kawasan Teluk, sehingga dikalangan pejabat kawasan Teluk mereka takut akan dijadikan “alas kaki “ bagi Palestina, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah Indonesia masih berminat jadi mediator dengan kondisi yang jeals-jelas menohok dari belakang.dimana pada awal-awal negara-negara kawasan teluk meminta Indonesia untuk menjadi mediator
Saran RKM untuk para bapak-bapak di Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang akan mencoba mendamaikan kedua negara ini yaitu cobalah anda mengundang pejabat terkait Israel untuk datang ke Jakarta guna membahas masalah ini, karena bagaimana bisa dibantu mendamaikan kalau Jakarta hanya mendengar keluh kesah dari satu pihak saja yaitu Palestina sementara Israel diacuhkan, siapa tahu yang salah selama ini Palestina bukan Israel, karena Israel sudah terstigma sebagai negaranya kaum yahudi padahal banyak rakyat Indonesia tidak tahu bahwa di Israel sendiri ada juga warga Muslim dan agama lain, begitu juga di Palestina walaupun banyak yang beragama muslim tetapi ada juga yang beragama non muslim bahkan Yahudi sekalipun jadi konflik negara ini sebetulnya bukan masalah agama belaka, tetapi urusan ideology dan paham saja.
Apakah Israel – Palestina akan berdamai berkat kelihaian diplomasi daripada Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, atau Palestina menjadi negara baru yang merdeka dan membuat ketakutan bagi negara-negara sekitar Palestina karena kebrilianan dan kecerdasan dari rakyat Palestina ? kita tunggu saja kelanjutannya॥
दिपोनेगोरो 82