Beberapa hari yang lalu tepatnya di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan digelar sidang atas pemberitaan Koran Tempo dengan Perusahaan Kertas asal Riau dimana Koran Tempo digugat oleh perusahaan kertas ini karena pemberitaan tentang illegal logging yang membuat perusahaan ini merasa terpojokkan dengan pemberitaan itu, menurut Koran Tempo apa yang mereka lakukan dalam hal pemberitaan tidak menyalahi aturan yang dikeluarkan organisasi pers baik didalam negeri sendiri atau global.Ternyata hasil dari sidang perkara itu ? Koran Tempo dinyatakan kalah dan harus membayar uang ganti dan permintaan maaf melalui media cetak yang telah disebutkan dan juga media televisi selama 7 hari berturut-turut.ini untuk kesekian kalinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi kuburan atau kutukan maut bagi kebebasan pers jika bersengketa dengan pihak terkait dalam hal pemberitaan.Kita bisa lihat sebelum Koran Tempo, ada kasus Majalah Time dengan Dinasti Cendana soal pemberitaan investigasi majalah Time soal harta yang ada dan dipegang oleh Dinasti Cendana, akibat dari pemberitaan ini dan persidangan ditempat yang sama, majalah Time dituntut mengganti kerugian sebesar lebih dari Rp.1 M kepada Dinasti Cendana, dan tentunya masih banyak lagi kasus yang mana media dijadikan pesakitan di wilayah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Benarkah kebebasan pers dinegara ini sudah runtuh, tapi menururt penulis apa yang dilakukan oleh Pengadilan Jakarta Selatan sangat jelas sekali bahwa para hakim dan penggugat ingin memasung kebebasan bermedia di Negara ini. Memang pers di Negara ini berbeda dengan pers yang ada di luar sana kalau kita mengukur untuk skala regional misalnya di Malaysia, kalau di Malaysia persnya masih saja diawasi oleh pemerintahan, lain lagi dengan pers di Myanmar yang jelas-jelas dikelola dan diawasi secara ketat oleh junta militer.Yang menjadi pertanyaan adalah sesadis itukah pers dalam pemberitaan sehingga banyak pihak yang ingin memasung bahkan membatasi kebebasannya dalam memberitakan suatu kejadian kepada masyarakat?
Perlu di ingat Pers adalah satu dari 4 pilar kebebasan demokrasi di suatu Negara, pers memang kaitannya adalah memberitakan suatu kejadian kepada masyarakat, atau dengan kata lain pers adalah memberikan jawaban atas pertanyaan dari semua rakyat, tapi ada satu hal yang tidak diingat atau dilupakan oleh masyarakat adalah Pers bisa membangun Negara ini baik personal atau lembaga menjadi kuat atau meruntuhkan Negara, banyak contoh pers dengan Negara salahsatunya adalah anda tentu ingat dengan kasus WaterGate sebuah konspirasi dimana bocornya pembicaraan antara tim sukses Presiden Amerika Richard Nixon dengan salahsatu partai yang akhirnya membuat Presiden Nixon mundur secara sukarela karena malu, kasus ini terbongkar sehingga menurunkan kredibilitas dari seorang Nixon adalah berkat dua orang jurnalis harian terkemuka ibukota di Amerika dan mereka bekerjasama dengan salahsatu orang dari partai tersebut dengan sandi istilah dalam pornografi deephtroat dan baru beliau telah meninggal identitas sang deepthroat ini terungkap, atau kasus skandal seks yang dilakukan oleh Presiden Amerika ke 42, Bill Clinton terhadap Sekretaris magang di ruang Ouval Gedung Putuh- Marryland Washington DC. Di Negara ini pun jurnalis banyak membongkar berbagai skandal yang memalukan yaitu salahsatunya adalah kasus kekerasan yang terjadi di Institut Pendidikan Dalam Negeri dimana akhirnya Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia kebakaran jenggot, karena mungkin mereka tahu tapi ditutup-tutupi dengan permainan yang sangat cantik, tapi sekali lagi dengan apa yang penulis tulis di atas Jurnalis bisa mengagungkan Negara ini baik secara personal maupun lembaga bisa juga menjatuhkan sampai jatuh sekali Negara ini, dan prediksi penulis sebentar lagi jurnalis dengan kemampuannya akan menjatuhkan Negara ini lewat tulisan yang mereka alami bersama dengan rakyat terhadap Negara ini.
Jadi saran penulis sich, khususnya kepada para pejabat atau siapapun hormatilah kinerja pers itu sendiri, kalau memang ada tulisan yang membuat anda tersinggung atau terpojok dan tentunya ada bukti-bukti bahwa anda tidak terlibat, anda bisa mengajukan keberatan tulisan dari sang wartawan lewat hak Tanya kepada harian tersebut, dan nantinya dari pihak redaksi akan menjawabnya tentunya lewat mungkin pertemuan langsung atau lewat rubric surat pembaca, kalau seperti itu lebih elegan dan kekeluargaan daripada harus lewat jalur hukum.Jadi, akankah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi kuburan lagi bagi para kuli tinta dalam menjalankan tugasnya sebagai jurnalis yang memberikan informasi dan jawaban bagi rakyat yang ingin mengetahui sebuah peristiwa ? kita lihat saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar