Minggu, 22 November 2009


Belum genap sebulan sejak dilantik menjadi pejabat dua orang ini yaitu Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia sudah dihadapkan persoalan yang sebenarnya sudah sejak lama ada tetapi inilah (mungkin) tantangan yang paling awal menjelang 100 hari prioritas tugas kedua menteri dalam menjaga tugas negara yang diemban oleh pak beye..

Persoalan yang sebenarnya sudah ada sejak lama yang dihadapi oleh kedua institusi ini adalah masalah tenaga kerja Indonesia atau TKI-W, dimana baru-baru ini sehari setelah inagurasi pak beye dari seberang sana tersiar kabar lewat surat kabar nasionalnya bahwa ada tenaga kerja Indonesia yang meninggal karena mengalami penyiksaan yang cukup hebat oleh majikannya, tenaga kerja ini meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit..

Kasus meninggalnya TKI-W ini bukan yang pertama kalinya dan bukan juga pertama kalinya dalam tahun 2009, tetapi yang menjadi pertanyaan kita semua kenapa ini sampai terjadi sebenarnya salah institusi mana kenapa banyak TKI-W kita menderita sengsara ditangan majikan padahal mereka sebenarnya bercita-cita ingin memberikan yang terbaik dari negara seberang untuk keluarganya dikampung tetapi malah peti mati dan nama yang harus diterima oleh keluarganya !

Menurut pandangan penulis, kenapa para TKI-w kita selalu menderita di negeri seberang hingga tinggal nama dan peti mati dikarenakan TIDAK TEGAS dan TIDAK ADAnya koordinasi antar kementerian, mungkin ada tetapi tidak satu suara, dimana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dalam pekerjaannya HANYA mengurusi perijinan perusahaan penyalur tenaga kerja kemudian menyiapkan surat-surat yang dibutuhkan oleh calon tenaga kerja dan hanya meminta Kementerian Luar Negeri untuk menfasilitasi sebagai urusan administrasi antar negara seperti pengurusan Visa, sementara Kementerian Luar Negeri serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara yang menjadi kantong para TKI-W ini Cuma sampai pada batas mengurusi administrasi seperti visa dan layanan konsuler lainnya tanpa memeriksa kelengkapan dan perlindungan secara maksimal jika mendapat masalah.

Seharusnya kedua kementerian ini bereratan sangat dekat dan satu sama lain karena apa ? karena sebenarnya tujuan dari dua institusi ini adalah satu yaitu menjaga dan melindungi warga negara bedanya hanya yang satu menjaga dan melindungi warga negara Indonesia dalam artian sebagai pekerja sedangkan yang satu melindungi warga negara ketika berada diluar negeri.

Kalau memang itu fungsi tugasnya kenapa juga setiap ada masalah Tenaga Kerja dua institusi ini selalu beda suara dan selalu jalan sendiri-sendiri padahal tujuannya sama yaitu Melindungi Warga Negara Indonesia.

Sudah saatnya kedua institusi ini kerjasama dalam melindungi Tenaga Kerja Indonesia yang juga Warga Negara Indonesia dengan cara khususnya Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia lebih memperketat dan mengawasi perusahaan-perusahaan penyalur tenaga kerja, seperti kita ketahui di Negara ini banyak sekali perusahaan-perusahaan penyalur tenaga kerja tetapi fungsi mereka dalam melindungi tenaga kerja kita sering diabaikan, dimana terkesan perusahaan penyalur tenaga kerja hanya sebagai penyalur saja, begitu mendapatkan uang dari para tenaga kerja begitu dikirim ke negara peminta tenaga kerja langsung ditinggal bahkan tidak pernah diperhatikan apakah majikannya baik dan memberikan apa yang menjadi hak dari para pekerja yang bernaung dalam perusahaan mereka atau tidak ? akibatnya banyak tenaga kerja kita yang bekerja tidak sesuai dengan apa yang dibilang oleh penyalur yuach ibaratnya perusahaan penyalur ini dan para pekerja (maaf) mucikari dan PSK..

Selain itu juga Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia tidak memberikan kebebasan dan otonomi seluas-luasnya kepada BNP2TKI yang mengurusi para pekerja yang bermasalah karena selama ini badan ini selalu dipersalahkan karena tidak beres mengurus pekerja, padahal ruang kerja mereka sangat dibatasi oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Sudah saatnya adanya perubahan besar dari Kementerian Tenaga Kerja dalam hal perlindungan tenaga kerja di Luar sana dengan cara, pertama, melakukan pendataan kembali semua perusahaan penyalur Tenaga Kerja Indonesia yang ada dinegara ini apakah semua kriteria perusahaan penyalur tenaga kerja itu sesuai dengan standar internasional atau berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan misalnya badan internasional yang mengurusi pekerja misalnya memiliki nomor badan hukum, mempunyai tempat pelatihan dan juga jaringan majikan yang luas serta memahami perangkat hukum mengenai masalah ketenaga kerjaan baik secara nasional atau internasional

Kedua, bekerjasama dengan Kedutaan Besar serta Konsulat Jenderal Republik Indonesia di negara-negara dalam hal pengawasan tenaga kerja yang berada diwilayah Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia dengan mengadakan misalnya inspeksi mendadak ke rumah-rumah majikan yang asissten rumah tangganya berasal dari Indonesia.

Ketiga, mengadakan kerjasama antara kementerian Luar Negeri serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dengan Kementerian Tenaga Kerja dari negara-negara yang memasok tenaga kerja Indonesia dengan menitik beratkan adanya perlindungan dari negara tersebut terhadap Tenaga Kerja Indonesia termasuk hak-haknya seperti hak libur dan cuti serta pembayaran bulanan mereka karena selama ini banyak pekerja kita tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah tempat pekerja kita bekerja sehingga terkesan masa bodoh, selain itu lewat penandatanganan kerjasama ini juga kalau bisa sedikit “mengancam” dimana jika ada pekerja Indonesia yang tidak dipenuhi hak-haknya sebagai pekerja yang diatur dalam aturan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh organisasi pekerja internasional secara langsung Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia memberikan teguran kepada Pemerintah terutama kementerian Tenaga Kerja dinegara tempat hak pekerja Indonesia tidak dikabulkan, kalau masih tidak diberikan hak dari pekerja itu maka Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia langsung mengirimkan nota protes sampai pada memanggil staff diplomatik dari KBRI dengan kata lain melakukan pemutusan hubungan diplomatik, kiranya Kemenlu dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi perlu belajar dari Pemerintah Philipina bagaimana negara mereka melindungi rakyat mereka terutama pekerja yang bekerja di luar negeri.

Sudah saatnya pemerintah lebih berkonsentrasi dan juga berperan aktif dalam melindungi rakyatnya yang bekerja di luar sana, mereka pun sebenarnya tidak mau bekerja diluar negeri, karena tidak ada lahan pekerjaan saja yang membuat mereka terbang ke negeri seberang hanya untuk mendapatkan penghasilan dan juga menaikkan status sosial mereka di kampung yang selama ini selalu dihina oleh tetangga mereka, seharusnya dengan alasan inilah nurani pemerintah tergerak dengan membuka lahan pekerjaan yang sebesar-besarnya sehingga tidak ada lagi rakyat Indonesia yang bekerja di luar negeri dan pulangnya pun tidak tragis bahkan sampai tinggal nama saja.

Apakah di pemerintahan pak beye jilid dua ini masih banyak TKI-W kita yang pulang tinggal nama atau cacat seumur hidup serta terancam hukuman gantung, cambuk dan dipenjara karena perbuatan yang tidak mereka lakukan atau berada dalam tempat dan waktu yang salah, kita lihat saja dalam 100 hari dan 1 tahun pemerintahan ini..

14th Floor, 301009 15:30

Tidak ada komentar: