Seperti menjadi kebiasaan penulis dalam menulis menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atau pihak-pihak yang merasa tersinggung atau terpojok dengan tulisan ini, tulisan ini hanya bersifat pendapat pribadi penulis terhadap permasalahan yang penulis lihat sekali lagi mohon maaf.
Beberapa minggu ini kalau anda hobi berselancar di dunia maya mungkin anda tahu dengan masalah yang sedang hangat-hangatnya di dunia maya yaitu tentang sebuah rancangan yang menurut kalangan penggiat dunia maya seperti Blogger, Twitter, Facebooker agak aneh dan memasung kebebasan mereka dalam berekspresi dan berpendapat di dunia maya.
Apa yang diperbincangan di dunia maya seperti Facebook dan twitter adalah Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo), walaupun menurut para pejabat di Kominfo Rancangan itu baru sekedar uji publik atau contoh tetapi publik agak sanksi bahkan takut kalau rancangan ini disahkan.
Memang penulis melihat ada beberapa pasal yang agak membuat merinding jika peraturan ini jadi disahkan yaitu seperti pasal 3 yang isinya tentang penyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten yang menurut peraturan perundang-undangan merupakan konten pornografi atau konten yang menurut hukum tergolong sebagai konten yang melanggar kesusilaan, yang menjadi pertanyaan adalah yang dimaksud dengan pornografi apa ? apakah menampilkan photo wanita mengenakan pakaian dalam atau pakaian tidur yang minim untuk iklan sebuah produk pakaian dalam di majalah dikatakan pornografi ? kalau itu kasus produk iklan pakaian dalam dan tidur wanita dikatakan pornografi berarti iklan popok penampung pipis bayi atau sabun bayi juga dikatakan pornografi donk karena disana menampilkan sosok bayi yang topless benar bukan ?
Dari pihak jasa penyelenggara multi media pun keberatan dengan pasal-pasal ini karena peraturan ini secara langsung akan menjerat mereka dan juga mereka harus ekstra keras karena mereka harus tiap menit mengawasi jalannya lalu lintas multimedia.
Menurut pendapat penulis apa yang dibuat oleh KemenKominfo ini agak kabur dan juga menyalahi prosedur kenapa penulis bilang seperti itu, pertama kalaupun untuk mengawasi lalu lintas jaringan multimedia bukannya kita ada perangkat Undang-Undang seperti UU Pers, UU Penyiaran kenapa mesti dibuat peraturan yang (mungkin) nantinya jadi UU kalau sudah ada perangkat UU sebelumnya yang menaungi multimedia atau komunikasi ?
Kedua, kalaupun untuk mengontrol penulis rasa rakyat Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Rote bukan rakyat Indonesia yang hidup dalam Dinasti Cendana yang terpasung, terbungkam mulutnya dan ABS-Asal Bapak Senang tetapi sudah menjadi rakyat Indonesia yang tahu mana itu berita yang bisa direkam dalam otak mereka sebagai pengetahuan dan informasi mana yang tidak pantas benar tidak ? dan terbukti, mungkin anda pernah mendengar ketika medio tahun 2008 dimana tiba-tiba ada semacam webblog yang menampilkan kartun yang menghina tokoh agama, kemudian oleh kalangan blogger langsung membuat surat protes dan rekomendasi ke Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia yang kala itu Bpk. Muh. Nuh, DEA agar menuliskan surat resmi ke pihak perusahaan penyedia webblog untuk menutup webblog tersebut dan dalam hitungan kurang dari 1 minggu permintaan Indonesia kepada perusahaan penyedia webblog itu langsung menutup webblog tersebut, dari kasus ini saja kita bisa liat bagaimana cara kerja rakyat Indonesia dalam melihat situasi yang ada di dunia maya tanpa harus menggunakan perangkat UU atau peraturan !
Yang agak konyol dari kisah peraturan ini adalah, bahwa sang Menteri itu tidak tahu menahu bahkan kaget ketika ditanya alasan peraturan ini di bentuk, agak ironis sekali dimana jelas sekali tercantum nama menteri tersebut didalam draft rancangan peraturan menteri itu tetapi sang menteri tidak tahu menahu bahkan sang presiden pun tahu tentang situasi di dunia maya soal peraturan ini daripada sang menteri !!!
Bukan maksud untuk mengajari Pemerintah dalam hal kebebesan tetapi seperti penulis utarakan diatas bahwa rakyat Indonesia tahun 2010 ini bukan rakyat Indonesia yang hidup di jaman dinasti Cendana yang mana mulut, telinga, mata dan nurani mereka di gembok dengan gembok yang bernamakan kekuasaan dan ABS-Asal Bapak Senang, tetapi sudah lebih berpikir rasional dan menggunakan nurani, bahkan kasarnya (maaf) mereka ini lebih tahu daripada pemerintah dalam hal teknologi, para pembesar negara ini mengatakan bahwa negara kita ini negara demokrasi kalau memang demokrasi paling tidak pemerintah tidak sepihak dalam mengontrol warganya terutama dalam hal teknologi tetapi bagaimana berjalan bersama dalam membangun negara ini dalam hal teknologi seperti bagaimana semua desa atau dusun yang ada di Sabang sampai Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote bisa mengakses internet selain terpasoknya listrik dari dalam negeri bukan meminjam atau membeli listrik dari negara tetangga, benar tidak ?
Apakah peraturan ini akan tetap disahkan walaupun menuai protes dikalangan penikmat teknologi seperti yang kita lihat di Twitter atau dibatalkan serta semua dikembalikan kepada rakyat untuk menilai apakah kontent multimedia itu baik dilihat dan dibaca atau dilarang beredar di negara kita ? kita tunggu saja semoga negara ini tidak seperti kasus Google vs Pemerintah China atau kasus kebebasaan ala Myanmar dengan adanya peraturan ini…semoga saja tidak !
EX, 140210, 14:00
Gie Gustan
Pendapat Pribadi