Senin, 03 Agustus 2009

Beranikah Komdis Menghukum Keras NH ?

“ Bola MEMANG MENGENAI TANGAN SAYA..tapi semua keputusan itu di tangan wasit “ ( Jacques Joel Tsimi, TOP SKOR, 29 Juni 2009 hal. 8 )

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan selamat kepada wasit, 2 assisten wasit serta perangkat pertandingan yang berada dalam final Copa Djie Sam Soe antara Sriwijaya FC dan Persipura Jayapura di Stadion Jaka Baring-Palembang, Sumatera Selatan..Karena kepemimpinan anda di lapangan, penonton yang mendambakan pertandingan yang hidup dan tentunya fair play harus rusak dan menjijikan pada menit ke 58 akibat kebijakan anda dan kawan anda yang tidak jeli melihat kesalahan dari pemain sehingga tidak memberikan hukuman kartu kepada pemain Sriwijaya dan penalti kepada Persipura.

Akibat dari ketidak beresan dari korps kuning strip hitam ini dalam memimpin memunculkan klub Sriwijaya FC sebagai pemenang dan berhak mempertahankan piala Copa Indonesia, karena sampai akhir menit 90, team Persipura tidak beranjak ke lapangan hijau untuk menyelesaikan pertandingan yang tertunda.

“ WASIT MEMILIKI WEWENANG UNTUK MEMBOLEHKAN ATAU TIDAK MEMBOLEHKAN SETIAP ORANG ( TERMASUK TIM ATAU PENGURUS STADION, PETUGAS KEAMANAN, WARTAWAN FOTO, WARTAWAN TULIS) BERADA DI DALAM AREA STERIL LAPANGAN”. - LAW OF THE GAME FIFA 2008/2009 HUKUM 5- KEKUASAAN DAN TUGAS WASIT -

Kejadian ini mengingatkan penulis di bulan Agustus 2008 dimana PSSI mengadakan turnament Merdeka Cup dalam rangka memperingati HUT RI ketika itu final mempertemukan Timnas Merah Putih dengan Tim U-23 Libya dimana pada babak pertama kedudukan 0-0 tetapi ketika memasuki babak kedua, Timnas U-23 Libya menyatakan tidak akan melanjutkan pertandingan dikarenakan pada saat memasuki lorong ruang ganti, pihaknya mendapatkan tekanan dan berujung adanya pemukulan terhadap pelatih Timnas U-23 yang dilakukan oleh salahsatu pelatih Timnas Merah Putih sehingga kacamatanya retak, setelah dibujuk dan tidak juga ada kata sepakat untuk bermain akhirnya Timnas Merah Putih juara dengan agregat 3-0 karena lawan tidak melanjutkan pertandingan..CUMA di Indonesia-lah mungkin kalau mau juara turnament tanpa bertanding secara penuh sampai peluit wasit berbunyi panjang tanda selesai pertandingan.

Adakah yang salah dari pertandingan ini ? menurut penulis pertandingan tersebut memang sudah mulai mengarah ke arah keras sehingga wasit mengeluarkan hampir lebih tiga kartu kuning untuk kedua tim dan puncaknya adalah kejadian dimana salahsatu pemain Persipura dijatuhkan oleh kiper Sriwijaya, Ferry Rotinsulu dan jatuh sementara bola liar di tendang oleh pemain Persipura lainnya posisi bola tersebut akan menembus gawang dari Sriwijaya tetapi di blok oleh pemain belakang Sriwijaya Tsimi dengan telapak tangan dan bola keluar, para pemain berteriak sambil mengangkat tangan menyatakan bahwa pemain Sriwijaya melakukan hands ball tetapi kenyataannya team Persipura tidak mendapatkan haknya atas pelanggaran tersebut sehingga mengundang reaksi yang keras dari para pemain Persipura dengan cara berjalan ke arah wasit yang akhirnya ke tepi lapangan untuk menghentikan pertandingan karena tidak mendapat tanggapan dari wasit bahkan wasit hanya bisa planga-plongo saja mendengar teriakan dan pertanyaan dari anak-anak Persipura, bahkan para suporter mereka pun yang langsung datang dari bumi cendrawasih turun dari tribun menuju tepi lapangan untuk keluar lapangan karena tidak terima perlakuan teamnya dari para pengandil yang dipimpin oleh seorang wasit yang mendapat julukan “Colina-nya Indonesia” karena sikap tegasnya tetapi mana ?

Apa yang terjadi di Jaka Baring adalah bukti dari ketidak beresan dari semua elemen dalam sepakbola negara ini dan kejadian ini bukan pertama kalinya sejak sepakbola Indonesia yang berevolusi dari perserikatan menuju liga, kita tahu lah bagaimana sepakbola di negara ini dimana setiap klub yang menjadi tuan rumah pasti mendapatkan keuntungan kemenangan dari wasit selain dari usaha sendiri klub itu dalam menjalankan pertandingan. Kemudian ada pemain yang jelas-jelas melanggar keras sehingga mendapatkan hukuman skorsing dari komisi disiplin berupa larangan bermain misalnya tiga bulan hingga satu musim kompetisi tiba-tiba dimentahkan begitu saja oleh ketua umum menjadi 6 bulan dan boleh bermain, padahal kita tahu kadar pelanggarannya sudah terakumulasi dan menyalahi arti dari fair play yang selama ini kita lihat di mana bendera fair play selalu dibentangkan terlebih dahulu sebelum para pemain masuk ke lapangan, kalau seperti ini apa fungsi dari bendera fair play dan juga tulisan fair play di a-board tiap pinggir lapangan di semua stadion di seluruh Indonesia !

Dengan melihat pertandingan ini dan program-program “mimpi” dari Pintu IX yang ujung-ujung tidak beres, penulis berpikir PANTAS saja FIFA selalu mencantumkan nama Indonesia setiap evaluasi yang diadakan FIFA dengan sejumlah federasi sepakbola yang bernaung dalam bendera FIFA dan afiliasinya untuk selalu di pantau, bahkan pernah TIDAK MENGAKUI dari organisasi sepakbola negara ini karena para pembesar ini TIDAK PAHAM DAN TIDAK MENGERTI dengan SEMUA ISI PERATURAN TENTANG SEPAKBOLA yang dikeluarkan oleh FIFA dalam bahasa inggris sehingga terjadilah kasus masuknya 3 pembesar organ sepakbola negara ini ke dalam lapangan bahkan bercakap-cakap dengan wasit ! MUNGKIN mereka HANYA TAHU BAHASA INDONESIA dan BAHASA ASAL MEREKA saja !!

Komisi Disiplin PSSI dan tentunya BLI akan melakukan investigasi atas kisruhnya pertandingan ini, tetapi sebelum melakukan itu penulis ingin bertanya sekaligus menantang para penjaga dari Komdis ini yaitu dalam hal bertanya, apa dasar dari sanksi ini apakah karena team Persipura tidak melanjutkan pertandingan yang jelas-jelas tidak seimbang dari awal sebelum final hingga menit ke-60, seperti pemilihan tempat final dimana berlangsung di tempat yang menjadi kandang dari team finalisa Alangkah lebih baiknya anda terutama BLI berkaca apakah anda sudah pantas memberikan hukuman Persipura sementara anda sendiri memberikan blunder dimana tanpa perhitungan atau melihat kiprah dari Sriwijaya sehingga memutuskan Stadion Jaka Baring menjadi tempat final, bukankah di negara ini terutama kawasan timur Indonesia seperti Kalimantan banyak stadion yang lebih megah dan sejajar dengan Jaka Baring dan GBK…

Dalam hal menantang Komdis dalam hal mendisiplinkan sepak bola negara ini, penulis menantang Ketua dan anggota dari Komisi Disiplin PSSI, APAKAH ANDA BERANI MEMANGGIL NH, ADT DAN JD DAN MEMBERIKAN SANKSI KERAS KEPADA TIGA TOKOH PSSI INI ? dimana ketika kisruh terjadi tiga tokoh PSSI ini masuk ke dalam lapangan hijau dan mencoba menanyakan kepada wasit soal peristiwa ini, dan juga keberadaan Gubernur Sumatera Selatan yang melakukan pidato di pinggir lapangan untuk meminta pendukung Sriwijaya FC agar tenang dan tidak terpancing emosi yang bisa mengakibatkan kerusuhan. Kita tahu dalam peraturan yang di buat oleh FIFA yang bernama LAW OF THE GAME FIFA 2008/2009 HUKUM 5- KEKUASAAN DAN TUGAS WASIT, di sana tertulis ; “ WASIT MEMILIKI WEWENANG UNTUK MEMBOLEHKAN ATAU TIDAK MEMBOLEHKAN SETIAP ORANG ( TERMASUK TIM ATAU PENGURUS STADION, PETUGAS KEAMANAN, WARTAWAN FOTO, WARTAWAN TULIS ) BERADA DI DALAM AREA STERIL LAPANGAN”, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah ketiga tokoh PSSI ini di IZIN-kan oleh wasit yang memimpin pertandingan ini UNTUK masuk ke area lapangan, ATAU karena ketiga tokoh ini ATASAN dari wasit sehingga wasit TIDAK BERANI mengusir mereka ? kalau yang jawaban yang terlontar adalah yang terakhir berarti pertandingan yang berlangsung tersebut adalah tidak sah dan tidak fair play karena adanya order atau “wejangan” tertentu dari organisasi.

Menurut penulis yang pertama harus diperiksa oleh Komdis adalah BLI, kenapa ? pertama, kita harus tahu dasar mereka menetapkan Gelora Sriwijaya Jaka Baring sebagai tempat final Copa Indonesia tanpa melihat sejauh mana kiprah dari klub yang bernaung di Gelora Sriwijaya Jaka Baring ini, kita tahu mulai dari Sabang hingga Merauke dari Miangas hingga Rote negara ini punya banyak stadion yang sesuai standar internasional kenapa juga harus di satu tempat, Seharusnya BLI sebelum memutuskan stadion sebagai tempat final lebih baik melihat dulu kiprah dari klub-klub yang stadionnya menjadi target dari BLI untuk dijadikan tempat final sudah sejauh mana klub itu berkiprah apakah mereka masih bermain atau sudah masuk kotak, menurut penulis apa yang di lakukan oleh BLI dalam menentukan Stadion di kasus ini sepertinya tidak melihat kiprah dan rekam jejak dari klub Sriwijaya, seharusnya pihak BLI memiliki setidaknya satu stadion utama dan dua stadion cadangan jika stadion utama itu ternyata milik klub yang maju ke final sehingga fair play dan keseimbangan dan kenetralan wasit bisa kita nilai, tetapi kalau seperti final Copa ini apakah kita bisa melihat netral dan seimbang peran wasit dan assisten wasit atau tidak ?

Kedua, perangkat pertandingan yaitu wasit ? karena penulis melihat dari awal peran wasit tidak seimbang banyak kesalahan yang dilakukan pemain tuan rumah tetapi tidak di beri sanksi bahkan di biarkan saja dan sampai pada kejadian tersebut, setelah itu semua barulah Persipura yang anda periksa, karena tidak mungkin 11 pemain, pelatih dan official bertingkah hingga sampai meninggalkan lapangan dan merubuhkan tempat cadangan pemain kalau tanpa sebab yang sudah penulis utarakan di atas.

Tetapi yang lebih utama adalah trio pembesar yang berada di dalam lapangan itu dan BERANI-kah Komdis melayangkan peringatan bahkan larangan kepada ketiga tokoh ini untuk TIDAK mengikuti semua kegiatan sepakbola di negara ini !

Semoga kasus ini menjadi yang benar-benar terakhir dan bukan menjadi kebiasaan lagi bagi setiap klub setiap tahunnya, karena bagaimanapun kasus ini mungkin sudah terbisik di telinga para pejabat AFC atau mungkin FIFA dan mungkin saja nasib proposal negara kita yang sudah masuk dalam proses selektif untuk tuan rumah Piala Dunia 2012 atau 2022 agak sedikit dipinggirkan karena kasus ini dan kasus-kasus yang pernah FIFA ungkit, jangankan soal proposal nasib Copa dan ISL saja kabarnya musim depan sponsor yang sudah ada musim ini akan hengkang dengan alasan organisasi ini tidak beres dan tidak konsisten dalam menerapkan management kompetisi dan kalau sudah seperti ini kita hanya bisa terus berdoa dan meminta sang khalik untuk menyadarkan dan membuka mata secara halus atau sampai azab (kali) kepada para pemimpin organisasi yang paling tua di Indonesia akan kesalahannya dan MAU mundur secara NURANI dan LELAKI SEJATI daripada harus dimundurkan oleh 100 juta penikmat sepakbola yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dari Miangas hingga Rote, apakah seperti yang terakhir ini yang diinginkan oleh para pengurus itu yang sudah ada dan beredar sejak penulis duduk di bangku SD hingga bekerja saat ini ?!


Pintu III GBK Stadium, 290609

1 komentar:

dewi okta mengatakan...

selain wasit, yg memprofokasi suporter tuan rumah melempari botol ke lapangan adh pemain persipura sendiri..sebelum ny suporter sfc tdk melakukan pelemparan, tetapi karena pemain persipura merusak fasilitas stadion, jelas2 suporter tuan rumah marah...jgn semua ny di Limpahkan k Wasit n SFC donk...
> Persija bermain d hadapan ribuan the jak pd saat 8 besar copa n liga, ap it bissa d bilng netral ???
>kejadian tahun lalu antara persipura n persija...suporter persipura membabi buta menghajar suporter sfc yg du2k manis menyaksikan pertandngan it...

jadi jgn salah qan tuan rumah