Mungkin dalam tahun 2009 ini isu yang paling hangat adalah selain pesta demokrasi adalah hubungan Indonesia dengan Melayu yang mana dalam tiga bulan belakangan ini sedang hangat-hangatnya, dimana dalam dua minggu pertama kita sebagai warga Indonesia tersaji berita tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga-KDRT tingkat tinggi yang dilakukan oleh putra kerajaan terhadap warga Indonesia yang juga model yang akhirnya model tersebut pulang ke Indonesia, setelah itu sudah agak sedikit reda dengan berjalannya proses hukum, tiba-tiba media di Indonesia baik cetak, elektronik dan online memuat berita tentang petantang-petenteng Kapal Perang Melayu yang melintasi perbatasan Indonesia dan Melayu di perairan Ambalat, setelah itu reda tiba-tiba muncul lagi berita tentang adanya TKW asal garut yang bernama Siti Hajar yang mengalami penyiksaan hebat yang di lakukan oleh majikannya dan yang lebih parah adalah selama bekerja ternyata hak dia sebagai TKW seperti gaji tidak pernah dibayarkan oleh majikannya selama 34 bulan ! Ini bukan yang pertama kalinya para TKW kita di siksa, diperkosa berkali-kali sampai melahirkan anak, bahkan ada yang kembali ke tanah air dengan peti mati..
Anda mungkin kenal dengan Nirmala Bonat, Ceriyati, Arsita, Nur Miyati, Siti Tarwiyah, Susmiyati, Tari, Ruminih, dan Keni. Nama yang di sebut di atas adalah nama dari TKW yang dari 2002 hingga saat ini mengalami kemalangan dalam bekerja, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sudah kah pemerintah meminta dengan sangat KERAS kepada pemerintah Melayu untuk menyeret para majikan mereka ke dalam hotel prodeo ? ternyata sikap negara ini masih terlalu keras di bibir tetapi dalam alam nyata tidak sesuai dengan apa yang diucapkan di bibir !
Kenapa penulis bilang begitu, karena pemerintah masih terlalu lunak dan TAKUT terhadap negara Melayu dan negara jazirah arab jika ada warga kita yang menderita akibat perilaku “iseng” dari majikan. Kita bisa lihat bagaimana kasus Nirmala Bonat memang negara kita keras menentang itu dengan cara menyeret sang majikan dan di kenakan hukuman selama 17 tahun, tetapi KENYATAANnya hanya dengan uang jaminan sang majikan sampai detik ini masih bisa menghirup udara luar dari KL bukan udara ruangan kamar hotel prodeo ! sementara nasib Nirmala Bonat saja menurut penuturannya lewat sebuah program berita di televisi menyayangkan sikap para pejabat yang ketika itu akan menolong beliau dengan akan memberikan sebuah rumah dan berbagai macam “kecap” yang ketika kasus ini muncul para pejabat kita sedang berjuang dalam pesta demokrasi tetapi kenyataannya Nirmala harus hidup dalam ruangan kamar kos, lantas kemana UCAPAN MANIS yang terlontar dari BIBIR pejabat yang selama ini MERASA kasihan dan prihatin sampai datang ke KBRI untuk mendengar keluhan Nirmala!?
Seharusnya Pemerintah Republik Indonesia terutama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia HARUS belajar banyak dari Negara Philipina, kenapa Philipina ? sebelum penulis memberikan jawaban kenapa kita harus belajar dari Philipina dalam hal soal tenaga kerja ingin BERTANYA kepada semua orang yang bekerja di Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, MULAI DARI gerbang depan yaitu satpam HINGGA Menteri, PERNAHKAH ANDA MENDENGAR DI RADIO, MENONTON TELEVISI ATAU MEMBACA SURAT KABAR TENTANG BERITA MENINGGAL, DIPERKOSA, DIANIAYA BERAT TENAGA KERJA PHILIPINA DI LUAR NEGERI OLEH MAJIKAN ? PENAH ? pasti jawabannya TIDAK, karena ya itu Pemerintah Philipina dalam melindungi warganya terutama para pekerja yang bekerja di luar sangat terjamin dimana mereka selalu memperhatikan warganya, jika ada warganya yang haknya terabaikan, pemerintah Philipina langsung turun tangan menegur kepala negara tempat tenaga kerja Philipina bekerja bahkan kalau sampai keterlaluan, pemerintah Philipina TIDAK SEGAN-SEGAN mengancam untuk memutuskan hubungan diplomatik mereka, sementara negara kita ? TIDAK PERNAH TUCH baru REAKSI kalau sudah parah !
Padahal kita tahu bahwa Indonesia dan Philipina adalah kantung terbesar dalam lingkup Asia Tenggara sebagai distributor tenaga kerja untuk dunia, TETAPI kenapa Philipina yang tidak ada berita sedikit pun soal kasus masalahnya tenaga kerja mereka, sementara kita hampir setiap hari ada saja tenaga kerja kita yang dipulangkan dalam keadaan peti mati atau teraniaya berat.
Yang HARUS diperhatikan semua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dalam mengurusi tenaga kerja kita supaya tidak pulang dalam peti mati adalah, pertama, menseleksi ketat terhadap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia-PJTKI karena selama ini Dinasker terlalu lunak dalam memberikan ijin usaha terhadap orang-orang yang mendirikan PJTKI tetapi hasilnya mereka tidak pernah memperhatikan secara penuh dan detail kebutuhan serta hak TKI mereka di negara tujuan bahkan mengirimkan TKI tidak sesuai dengan ketentuan yang di keluarkan oleh Badan PBB urusan pekerja-ILO seperti usia TKI yang masih belasan atau di bawah 18 tahun serta pendidikan yang minim, sudah seharusnya Dinasker MENUTUP PJTKI yang bermasalah dan mentelantarkan TKI atau menutup dengan rasio jika sampai lima TKI tidak terpenuhi haknya atau di aniaya bahkan sampai ke Indonesia dengan peti mati harus di tutup dan di masukkan dalam daftar hitam..
Kedua, dalam hal kerjasama dengan negara-negara penerima TKI kita harus tegas terutama dalam isi kerjasama dimana harus sama-sama menguntungkan dimana misalnya hak TKI harus dipenuhi oleh majikan yang sesuai dengan ketentuan ILO misalnya dalam satu minggu diberi hari libur minimal satu hari atau dalam setahun di ijinkan kembali ke Indonesia minimal dua kali, adanya komunikasi terbuka selama periodik tertentu antara staff kedutaan dengan TKI dan majikan, misalnya Majikan berhak melaporkan kepada Kedutaan jika TKI kita bermasalah dan Kedutaan berhak meminta penjelasan dari TKI dengan laporan dari majikan jangan sampai seperti sekarang ini dimana perjanjian masih menguntungkan negara penerima TKI sementara kita hanya bisa diam saja, seperti perjanjian tenaga kerja antara Indonesia dan Melayu dimana pasport pekerja di tahan majikan, sementara kebijakan hukum di negara tersebut bahwa orang yang berada di jalan raya tanpa bisa menunjukkan dokument yang berisi data pribadi kepada petugas keamanan dinyatakan sebagai kriminal, bagaimana TKI kita bisa membela diri jika mereka kabur dari rumah majikan dengan kondisi teraniaya adalah warga Indonesia kalau pasport berlogo Garuda di tahan oleh majikannya yang telah menganiaya mereka.
Ketiga, adanya peran aktif dan tegas dari kedutaan Indonesia dalam hal melindungi TKI dan warga Indonesia yang membutuhkan perlindungan, karena fungsi dari Kedutaan adalah MERCU SUAR bagi warga negara, bukan seperti sekarang para diplomat merasa sebagai tuan dan selalu dilayani atau di datangi jika ada masalah, bukan sebaliknya sudah seharusnya semua staff Kedutaan Indonesia menerapkan pelayanan dalam nuraninya “ MELAYANI BUKAN DILAYANI” kepada para warga negara Indonesia di luar sana.
Semoga kasus Nirmala Bonat dan Siti Hajar membuka mata hati dan nurani para pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dan juga staff Kedutaan Besar Republik Indonesia di lebih dari 100 negara di dunia dalam hal melindungi para TKI dan warga negara Indonesia serta menjunjung tinggi bahwa NYAWA itu lebih berharga lebih dari apapun dan bekerja dengan respon, reaktif dan menggunakan nurani bukan menunggu..
100609
Pendapat Pribadi
Anda mungkin kenal dengan Nirmala Bonat, Ceriyati, Arsita, Nur Miyati, Siti Tarwiyah, Susmiyati, Tari, Ruminih, dan Keni. Nama yang di sebut di atas adalah nama dari TKW yang dari 2002 hingga saat ini mengalami kemalangan dalam bekerja, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sudah kah pemerintah meminta dengan sangat KERAS kepada pemerintah Melayu untuk menyeret para majikan mereka ke dalam hotel prodeo ? ternyata sikap negara ini masih terlalu keras di bibir tetapi dalam alam nyata tidak sesuai dengan apa yang diucapkan di bibir !
Kenapa penulis bilang begitu, karena pemerintah masih terlalu lunak dan TAKUT terhadap negara Melayu dan negara jazirah arab jika ada warga kita yang menderita akibat perilaku “iseng” dari majikan. Kita bisa lihat bagaimana kasus Nirmala Bonat memang negara kita keras menentang itu dengan cara menyeret sang majikan dan di kenakan hukuman selama 17 tahun, tetapi KENYATAANnya hanya dengan uang jaminan sang majikan sampai detik ini masih bisa menghirup udara luar dari KL bukan udara ruangan kamar hotel prodeo ! sementara nasib Nirmala Bonat saja menurut penuturannya lewat sebuah program berita di televisi menyayangkan sikap para pejabat yang ketika itu akan menolong beliau dengan akan memberikan sebuah rumah dan berbagai macam “kecap” yang ketika kasus ini muncul para pejabat kita sedang berjuang dalam pesta demokrasi tetapi kenyataannya Nirmala harus hidup dalam ruangan kamar kos, lantas kemana UCAPAN MANIS yang terlontar dari BIBIR pejabat yang selama ini MERASA kasihan dan prihatin sampai datang ke KBRI untuk mendengar keluhan Nirmala!?
Seharusnya Pemerintah Republik Indonesia terutama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia HARUS belajar banyak dari Negara Philipina, kenapa Philipina ? sebelum penulis memberikan jawaban kenapa kita harus belajar dari Philipina dalam hal soal tenaga kerja ingin BERTANYA kepada semua orang yang bekerja di Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, MULAI DARI gerbang depan yaitu satpam HINGGA Menteri, PERNAHKAH ANDA MENDENGAR DI RADIO, MENONTON TELEVISI ATAU MEMBACA SURAT KABAR TENTANG BERITA MENINGGAL, DIPERKOSA, DIANIAYA BERAT TENAGA KERJA PHILIPINA DI LUAR NEGERI OLEH MAJIKAN ? PENAH ? pasti jawabannya TIDAK, karena ya itu Pemerintah Philipina dalam melindungi warganya terutama para pekerja yang bekerja di luar sangat terjamin dimana mereka selalu memperhatikan warganya, jika ada warganya yang haknya terabaikan, pemerintah Philipina langsung turun tangan menegur kepala negara tempat tenaga kerja Philipina bekerja bahkan kalau sampai keterlaluan, pemerintah Philipina TIDAK SEGAN-SEGAN mengancam untuk memutuskan hubungan diplomatik mereka, sementara negara kita ? TIDAK PERNAH TUCH baru REAKSI kalau sudah parah !
Padahal kita tahu bahwa Indonesia dan Philipina adalah kantung terbesar dalam lingkup Asia Tenggara sebagai distributor tenaga kerja untuk dunia, TETAPI kenapa Philipina yang tidak ada berita sedikit pun soal kasus masalahnya tenaga kerja mereka, sementara kita hampir setiap hari ada saja tenaga kerja kita yang dipulangkan dalam keadaan peti mati atau teraniaya berat.
Yang HARUS diperhatikan semua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dalam mengurusi tenaga kerja kita supaya tidak pulang dalam peti mati adalah, pertama, menseleksi ketat terhadap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia-PJTKI karena selama ini Dinasker terlalu lunak dalam memberikan ijin usaha terhadap orang-orang yang mendirikan PJTKI tetapi hasilnya mereka tidak pernah memperhatikan secara penuh dan detail kebutuhan serta hak TKI mereka di negara tujuan bahkan mengirimkan TKI tidak sesuai dengan ketentuan yang di keluarkan oleh Badan PBB urusan pekerja-ILO seperti usia TKI yang masih belasan atau di bawah 18 tahun serta pendidikan yang minim, sudah seharusnya Dinasker MENUTUP PJTKI yang bermasalah dan mentelantarkan TKI atau menutup dengan rasio jika sampai lima TKI tidak terpenuhi haknya atau di aniaya bahkan sampai ke Indonesia dengan peti mati harus di tutup dan di masukkan dalam daftar hitam..
Kedua, dalam hal kerjasama dengan negara-negara penerima TKI kita harus tegas terutama dalam isi kerjasama dimana harus sama-sama menguntungkan dimana misalnya hak TKI harus dipenuhi oleh majikan yang sesuai dengan ketentuan ILO misalnya dalam satu minggu diberi hari libur minimal satu hari atau dalam setahun di ijinkan kembali ke Indonesia minimal dua kali, adanya komunikasi terbuka selama periodik tertentu antara staff kedutaan dengan TKI dan majikan, misalnya Majikan berhak melaporkan kepada Kedutaan jika TKI kita bermasalah dan Kedutaan berhak meminta penjelasan dari TKI dengan laporan dari majikan jangan sampai seperti sekarang ini dimana perjanjian masih menguntungkan negara penerima TKI sementara kita hanya bisa diam saja, seperti perjanjian tenaga kerja antara Indonesia dan Melayu dimana pasport pekerja di tahan majikan, sementara kebijakan hukum di negara tersebut bahwa orang yang berada di jalan raya tanpa bisa menunjukkan dokument yang berisi data pribadi kepada petugas keamanan dinyatakan sebagai kriminal, bagaimana TKI kita bisa membela diri jika mereka kabur dari rumah majikan dengan kondisi teraniaya adalah warga Indonesia kalau pasport berlogo Garuda di tahan oleh majikannya yang telah menganiaya mereka.
Ketiga, adanya peran aktif dan tegas dari kedutaan Indonesia dalam hal melindungi TKI dan warga Indonesia yang membutuhkan perlindungan, karena fungsi dari Kedutaan adalah MERCU SUAR bagi warga negara, bukan seperti sekarang para diplomat merasa sebagai tuan dan selalu dilayani atau di datangi jika ada masalah, bukan sebaliknya sudah seharusnya semua staff Kedutaan Indonesia menerapkan pelayanan dalam nuraninya “ MELAYANI BUKAN DILAYANI” kepada para warga negara Indonesia di luar sana.
Semoga kasus Nirmala Bonat dan Siti Hajar membuka mata hati dan nurani para pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dan juga staff Kedutaan Besar Republik Indonesia di lebih dari 100 negara di dunia dalam hal melindungi para TKI dan warga negara Indonesia serta menjunjung tinggi bahwa NYAWA itu lebih berharga lebih dari apapun dan bekerja dengan respon, reaktif dan menggunakan nurani bukan menunggu..
100609
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar