KH Abdurrahman Wahid ( 4 Agustus 1940 – 30 Desember 2009 )
Republik Kaum Miskin Mengucapkan Turut Berduka Cita atas wafatnya Presiden Keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) Semoga Amal ibadahnya dapat di terima di sisi-Nya
Semoga Ilmu dan pandangannya terhadap Negara ini dapat dijalankan oleh para pemimpin Negara ini menuju Indonesia yang lebih baik dan lebih demokratis dan tidak lagi diskriminasi SARA
Pertama-tama penulis meminta maaf kalau dalam tulisan dibawah ini membuat anda (mungkin) selaku jurnali entah itu jurnalis non infotainment atau jurnalis infotainment merasa tersinggung atau terpojokkan tetapi tulisan ini hanya sebagai pendapat pribadi penulis melihat situasi ini dan mungkin juga sebagai refleksi atas apa yang terjadi.
Menjelang libur panjang, para twitternest disuguhkan status yang menurut penulis biasa tetapi bagi mungkin wartawan infotainment agak beda dimana seorang artis terkenal menuliskan status (maaf kalau agak-agak salah) bahwa wartawan itu tidak jauh derajatnya daripada (maaf) seorang Pelacur, dan manusia sekarang lebih setan daripada setan, setan saja tidak sampai begitu.
Begitu status twitter beredar luas, maka artis ini yang diketahui bernama Luna Maya ini menimbulkan reaksi dikalangan wartawan terutama wartawan Infotainment bahkan ada beberapa wartawan yang melaporkan artis ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metropolitan Jakarta Raya dengan sangkaan pelecehan profesi. Yang menjadi pertanyaan sekarang benarkah Luna Maya melakukan itu dengan asal atau memang ada sesuatu yang membuat Luna Maya harus menulis itu sebagai kritikan terhadap kinerja wartawan infotainment ?
Menurut penulis, sekali lagi tulisan ini bukan maksud membela atau mengajak pembaca untuk menghujat kesalah satu pihak, tetapi ada beberapa hal yang mungkin perlu dicermati, yaitu pertama, mungkin artis tersebut merasa waktu dia untuk menikmati dunianya tanpa harus ada kamera atau mic dari wartawan infotainment, sementara disisi lain wartawan infotainment di kejar target oleh koordinator liputan tempat mereka bernaung untuk mencari berita dan menyuguhkannya secara beda dari tayangan infotainment lainnya walau harus meminggirkan atau memperkosa hak dari artis ini untuk sementara tidak diwawancarai atau diambil gambar.
Jujur penulis tidak begitu simpati dengan cara kerja dari para kuli tinta infotainment walaupun penulis lahir, hidup dari keluarga jurnalis, kenapa begitu ? karena mereka bekerja hanya berdasarkan sensasi, rating tanpa memikirkan hak asasi dari artis yang mereka cari dan lingkungan artis itu sendiri, kita bisa lihat bagaimana puluhan wartawan infotainment menunggu rumah sang artis yang kebetulan sedang panas-panasnya dengan salahsatu anggota dinasti cendana hingga berhari-hari, yang menjadi pertanyaan adalah apakah wartawan ini tidak PIKIR apa masyarakat sekitar rumah artis itu yang merasa risih dan awam dengan yang namanya kamera karena mau tidak mau masyarakat sekitar rumah artis ini harus ikut terlibat, kalau bagus pemberitaan dan masalah artis itu kalau ternyata negatif apakah wartawan infotainment mau bertanggung jawab ?
Atau misalnya ada artis yang sedang berperkara dalam hal urusan rumah tangga yang mungkin bisa rujuk kembali atau ditutupi oleh artis tersebut karena bersifat pribadi harus berantakan karena ulah wartawan infotainment kalau pun terjadi apakah infotainment bisa membantu menyatukan kembali pasangan artis yang sedang bermasalah dalam urusan rumah tangga ?
Penulis juga mengerti akan tugas dari seorang jurnalis dimana harus mencari berita yang bisa mengangkat citra dari perusahaan tempatnya bekerja tetapi apakah HARUS mengorbankan dan memperkosa HAM dari seorang narasumber, seperti kasus Luna Maya sebenarnya menurut pengamatan penulis di televisi sebenarnya sang Artis sudah cukup kooperatif walaupun bahasa tubuhnya menunjukkan keletihan tetapi apa daya didepan, samping dan belakangnya wartawan yang ada di kepalanya sang wartawan bagaimana mendapatkan pernyataan yang keluar dari mulut sang artis tanpa melihat keadaannya.
Soal somasi dan pemboikotan pemberitaan yang diusung oleh para jurnalis ini penulis agak ketawa dan geleng kepala, kenapa ? dasarnya apa ? jelas-jelas kok wartawan yang berada disanalah yang bersalah kalau penulis menjadi artis itu juga akan menggugat balik karena melanggar HAM walau nantinya akan digugat oleh wartawan dengan asumsi wartawan tidak bisa dikriminalkan, sudah seharusnya PWI atau organisasi kewartawanan melihat kembali keberadaan wartawan infotainment ini apakah mereka ini LAYAK dan PANTAS masuk jadi anggota komunitas wartawan kalau MELIHAT POLA KERJA mereka DALAM MENCARI BERITA TIDAK BERLANDASKAN kode etik wartawan Indonesia dan juga etika sopan santun, kenapa wartawan koran, tabloid, majalah nasional lebih elegant melihat mereka mencari berita ketimbang wartawan infotainment, ini harus menjadi pelajaran bagi organisasi kewartawanan, jangan sampai opini masyarakat melihat wartawan menjadi negatif karena kasus ini.
Mungkin para jurnalis infotainment ini HARUS BELAJAR dari para koleganya yang bekerja di harian atau yang berbau politik dalam mencari narasumber dan berita yang sesuai dengan kaidah dan kode etik jurnalistik serta HAM dan etika sopan santun ! kita selalu mengagungkan bahwa negara ini menganut budaya timur dan sopan santun tetapi kenapa wartawan infotainment ini tidak menganut budaya timur dan sopam santun ya dalam mencari narasumber dan berita bahkan menDEWAkan rating dan sensasi.
Penulis kasus ini menjadi refleksi bagi jurnalis infotainment bahwa yang namanya kode etik jurnalistik itu perlu diagungkan dan juga adanya rasa sopan santun dan saling mengerti bukan sekedar sensasi dan rating apalah arti sensasi dan rating itu kalau berita yang disuguhkan adalah berita sampah !!!
Beberapa bulan belakangan ini kita disuguhkan baik itu di media cetak atau media elektronik atau jaringan online seperti blog dan milis adanya mengajak untuk membantu seseorang dengan mengumpulkan uang logam atau koin.
Iya itu adalah gerakan koin cinta, dimana masyarakat Indonesia yang tergerak hatinya bisa memberikan atau menyumbangkan koin yang mereka miliki untuk membantu Prita Mulyasari dalam membayar denda yang diminta oleh Pengadilan kepada Rumah Sakit Omni Internasional.
Penulis tidak perlu lagi menjelaskan apa yang terjadi terhadap kasus Prita karena semua orang pun tahu permasalahannya. Menurut penulis apa yang dicetuskan oleh beberapa ibu terhadap penggalangan koin ini ada dua sisi dimana satu sisi ada rasa kebersamaan senasib dan sepenanggungan sebagai sesama ibu rumah tangga dan sisi lain adalah sebagai bentuk pemberontakan bahwa idiom itu ternyata tidak berlaku bagi rumah sakit ini yaitu “ Pembeli adalah Raja “ pembeli dalam hal ini bisa juga dikatakan sebagai pasien.
Apa yang dialami Prita pun pernah kita alami, masalahnya adalah sebagian orang ada yang tidak seperti apa yang dilakukan Prita dimana ketika haknya sebagai pasien atau konsumen tidak diberikan secara penuh oleh suatu lembaga membeberkannya kepada khalayak supaya sebagai pembelajaran agar apa yang dialaminya tidak terjadi oleh banyak orang.
Penulis berpikir apa yang dilakukan oleh Prita dalam hal membeberkan masalahnya kepada khalayak adalah tidak ada masalah, yang menjadi masalah adalah pihak yang dituliskan oleh Prita yang tidak senang karena mereka berprinsip (mungkin) apa yang mereka lakukan sudah benar walaupun didalamnya tetap bobrok. Seperti apa yang menjadi HAK dari prita selaku konsumen dan pasien tidak diberikan oleh pihak Rumah Sakit terutama dua dokter tersebut.
Penulis heran ketika aksi ini sudah mulai menunjukkan keseriusannya tiba-tiba pihak rumah sakit mengeluarkan isu bahwa pihak mereka setuju dengan mediasi yang direkomendasikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia untuk berdamai dan mencabut tuntutan perdata dengan denda Rp. 204 juta dengan syarat meminta Prita meminta maaf kepada pihak Rumah Sakit atas apa yang diperbuat untungnya Prita tidak gentar dan larut dengan apa yang diminta rumah sakit itu, penulis salute dengan sikap mbak Prita…
Bahkan penulis sempa guyon kepada beberapa temen setelah mendengar isu adanya akan dicabutnya pelaporan perdata oleh rumah sakit setelah maraknya pengumpulan koin, mungkin rumah sakit bingung menghitungnya kalau Rp. 204 juta itu dalam bentuk koin diberikan kepada mereka makanya mereka mencabut gugatan perdatanya :-D
Yang menjadi pertanyaan sekarang terutama kepada pihak rumah sakit adalah, kalau Prita sudah minta maaf lalu bagaimana dengan dua dokter yang memeriksa Prita apakah mereka juga akan menjelaskan dan juga meminta maaf kepada Prita atas apa yang mereka lakukan karena tidak bisa memberikan apa yang menjadi hak dari Prita dan bagaimana dengan kasus Pidanannya?
Mungkin kejadian ini menyadarkan kepada siapapun terutama para lembaga publik agar dalam memberikan pelayanan itu selalu berprinsip “ Konsumen adalah Raja” dan melayani dengan sepenuh hati dan jangan ada yang ditutup-tutupi begitu juga dengan konsumen agar jangan ragu untuk bertanya dan meminta jawaban yang sedetail-detailnya dengan bahasa yang mudah kita mengerti karena apa yang dialami oleh Prita ini adalah bukti refleksi dari kita semua karena kita orang awam dan buta akan yang namanya medis atau apapun jadinya kita hanya iya-iya saja walaupun itu hak kita untuk meminta penjelasan secara detail.
Dan juga dengan kejadian ini mengkritik juga kinerja aparat keamanan, agar dalam melihat masalah ini lebih kepada nurani bukan kepentingan, dan juga pesan penulis kiranya para aparat keamanan ini mulai dari penyidik lebih mengenal dan tahu akan perkembangan teknologi yang sedang marak saat ini..
Apakah kasus Prita ini pertama dan terakhir serta bisa membuka mata dan hati bagi para lembaga konsumen agar memberikan penjelasan secara detail dengan bahasa yang mudah dimengerti kepada konsumen yang meminta dan sesuai dengan idiom “ Pembeli adalah Raja” itu ada ? kita lihat saja nanti
Terus Berjuang Mbak Prita koin dan 220 juta lebih rakyat Indonesia dari sabang sampai Merauke dari Mianggas hingga Rote akan berada di belakang mu untuk mendukungmu…
Undian penempatan 32 negara dari 5 benua sudah menempati posisinya untuk bersiap saling bertanding dan mengklaim bahwa negaranya lah yang berhak menjadi jawaranya sepak bola jagat dunia ini.
Disamping acara pengundian group Piala Dunia ini, terselip acara semacam eksebisi dimana beberap federasi sepakbola berbagai dunia anggota FIFA membuka stand untuk memperkenalkan negaranya yang kebetulan mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia untuk empat sampai delapan tahun kemudian, salahsatunya adalah stand milik PSSI.
Seperti kita tahu beberapa pertengahan tahun ini PSSI mencoba peruntungan untuk menjadi tuan rumah hajatannya para pesebakbola dunia untuk Piala Dunia 2022, tetapi bukan Cuma PSSI saja yang mendaftarkan diri untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 tetapi ada beberapa negara juga yang mengincar tuan rumah PD pada tahun 2022 itu antara lain Qatar, Inggris, Portugal dan Spanyol, lalu yang menjadi pertanyaan penulis dan juga para penikmat sepakbola nasional adalah seberapa besar kah kans Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 ?
Mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 menurut penulis sah-sah saja karena itu hak dari PSSI selaku federasi sepak bola dan mungkin juga bisa mempromosikan pariwisata Indonesia melalui olahraga, tetapi harus diingat juga bahwa untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia itu tidak mudah seperti menggelar Pentas Seni di kalangan pelajar putih abu-abu, karena semua aspek harus dipenuhi. Kenapa penulis bilang seperti itu, karena FIFA selaku otoritas paling tinggi dalam urusan sepakbola ini tidak begitu saja memberikan persetujuan langsung kepada sebuah negara untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia, kalau tidak salah syarat yang paling utama adalah kalau tidak salah penulis mengutip dari sebuah media dimana sebuah negara itu yang akan mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia adalah harus mempunyai lapangan yang berkapasitas minimal 8,000 tempat duduk untuk pertandingan penyisihan hingga lebih dari 20,000 tempat duduk untuk pertandingan perempat final hinggal final. Selain itu juga ada beberapa faktor yang tentunya sangat penting agar pelaksanaan Piala Dunia tersebut menjadi lancar.
Penulis bukan maksud menyindir negara penulis sendiri dengan ibarat kata mimpi di siang bolong, tetapi pepatah itu boleh saja dialamatkan kepada para petinggi PSSI yang berkantor di pintu IX Gelora Bung Karno-Senayan, kenapa mimpi di siang bolong ? apa kata dunia kalau kita mengajukan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 tetapi internal sendiri seperti stadion, perangkat pertandingan bahkan jadwal kompetisi saja masih amburadul, mau ditaruh dimana muka penikmat sepakbola Indonesia ketika dilihat isi “dapur” sepakbola Indonesia kepada khalayak luar ?
Apa yang penulis bilang tersebut memang kejadian, dimana pada saat FIFA EXPO di kediaman resmi Gubernur Cape Town, Afrika Selatan stand Indonesia hanya di jaga oleh dua orang yang boleh dibilang perwakilan dari PSSI sementara para pejabat PSSI sendiri seperti Ketua Umum PSSI dan yang lainnya bahkan legenda sepakbola kita TIDAK HADIR disana, bahkan Ketua Umumnya lebih suka di Jakarta menyaksikan pengundian group ketimbang hadir langsung di Cape Town Convention Center dengan alasan baru menunaikan ibadah Haji. ini sangat kontras sekali dengan misalnya stand Portugal dan Spanyol yang menampilkan bintang legendaris mereka Luis Figo dan Fernando Hierro atau Australia yang kabarnya menggaet artis Hollywood yang lahir dan tinggal di Australia yang juga Duta PBB anti kekerasan Wanita dan Anak, Nicole Kidman lewat video-video promosi atau Inggris dengan David Beckhamnya.
Kemudian isi dari presentasi dari Indonesia sendiri banyak dikecam karena kurang bisa menggugah anggota FIFA bahkan lebih kepada mempresentasikan wisata Indonesia ! walaupun banyak wartawan dan masyarakat Afrika Selatan yang memenuhi stand Indonesia karena tertarik dengan budaya Indonesia yang coba diangkat oleh PSSI.
Menurut Penulis lebih baik PSSI membenahi dulu internal mereka biar solid, begitu solid dan matang dari segala teknik mulai dari stadion hingga dana barulah kita boleh bercakap di tingkat dunia dan membusungkan dada mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia dan mungkin saja menggabungkan keduanya tuan rumah yang sukses dan juara dunia !
Kita tahu bagaimana kondisi sepak bola negara ini yang tidak pernah bisa diprediksi, seperti jadwal kompetisi yang tidak singkron dengan jadwal kompetisi liga dunia atau liga asia seperti ketika Piala Dunia saat sebagian besar liga dunia telah berakhir kompetisinya di Indonesia malah masih berlangsung, bahkan Piala Asia 2007 kemarin kompetisi sengaja diliburkan sejenak untuk memfokuskan pada persiapan Timnas padahal liga-liga di Asia sudah berakhir ! kemudian struktur pertandingan pun seperti wasit masih banyak yang menurut pandangan penulis ketika menyaksikan masih setengah-setengah memberikan hukuman kepada pemain sehingga pemain kadang-kadang seenaknya saja melakukan pelanggaran karena tidak akan dikenai kartu, sementara kalau kita berpedoman atau membandingkan dengan wasit liga Dunia dimana pelanggaran yang dilakukan pemain kita ini wasit akan langsung otomatis mengeluarkan kartu kuning bahkan tidak segan-segan kartu merah !
Kita juga mungkin tahu kenapa Timnas kita harus mengucapkan selamat tinggal kepada Qatar karena ketika pertandingan melawan Kuwait salah satu pemain timnas kita yang terbiasa dengan kondisi dan wasit kompetisi lokal dengan seenak udelnya melakukan kesalahan yang dipikirnya tidak akan mendapatkan kartu kuning kedua, ternyata salah sang pemain ini langsung diberi kartu merah !
Hal-hal seperti itulah yang harus diperbaiki oleh PSSI kalau mau berbicara kepada sepakbola Internasional dan bangga bahwa Indonesia bisa jadi tuan rumah, memang berbagai wartawan olahraga internasional mendukung langkah Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia seandainya Piala Dunia 4 tahun sebelumnya jatuh pada salahsatu negara Eropa oleh FIFA, tapi apakah kita hanya bangga dengan ucapan-ucapan wartawan olahraga dunia itu tanpa ada perbaikan didalamnya ?
Jadi janganlah bicara Indonesia yakin menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 sementara kompetisi kita masih carut marut seperti makanan spagetthie, lebih baik tata kembali kompetisi itu sesuai dengan aturan kompetisi yang dibuat oleh FIFA dan AFC kalau itu semua sudah bisa diatur dan tidak ada masalah dan TENTUnya orang-orang yang MENGERTI akan sepakbola BUKAN dan hanya MENJUAL MIMPI bagi penikmat sepakbola atau kasarnya para pengurus PSSI itu JANGAN HANYA N.A.T.O (Not Action TALK ONLY), penulis yakin rakyat Indonesia yang tidak suka dengan sepakbola akan setuju bahkan mendukung serta tidak menutup kemungkinan pemerintah juga akan turun tangan.
Apakah Indonesia bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 ? hanya PSSI dan Tuhan yang tahu bagaimana itu merealisasikannya.
Kalah lagi..kalah lagi..mungkin itulah yang bisa diucapkan oleh sebagian besar pecinta sepakbola nasional melihat kiprah timnas Merah Putih di tiap ajang sepakbola yang diikuti oleh timnas kita…
Dan hanya mengelus dada saja kita melihat penampilan Bambang cs, padahal kalau dilihat dari teknis semuanya Timnas Indonesia memiliki semuanya diantara teknis para lawan, tetapi itulah sepakbola tidak bisa diprediksi, dan itulah yang terjadi oleh Timnas. Siapa yang tidak menyangka Timnas Myanmar dan Laos yang selama ini dipandang sebelah mata bahkan diremehkan oleh (mungkin) para pemain kita ternyata bisa menunjukkan bahwa apa yang kita remehkan itu salah dan akhirnya Indonesia harus “diusir” dari ajang SEA GAMES oleh tuan rumah.
Kalau sudah keadaan seperti ini siapa pun akan saling menyalahkan dimana para pemain menyalahkan pelatih yang tidak bisa berbahasa Inggris atau sedikit belajar bahasa Indonesia, sedangkan pelatih menyalahkan para pemainnya yang tidak bisa menjalankan apa yang pelatih instruksikan, sementara organisasi hanya bisa diam dan menyalahkan sistem tanpa ada rasa bersalah dengan misalnya Ketua Umum mundur dan membubarkan salahsatu struktur organisasinya misalnya Divisi Timnas..
Kekalahan dan kekalahan Timnas kita bukan yang pertama kali dan bukan yang pertama kalinya organisasi itu melakukan kesalahan dalam membentuk timnas berdasarkan imajinasi mereka, sebenarnya apa yang menjadi kendala Timnas kita selalu kalah ? menurut penulis ada beberapa hal yang membuat Timnas kita kalah yaitu :
Pertama, jadwal kompetisi yang memungkinkan tidak adanya waktu untuk pemulihan bagi para pemain yang dipersiapkan ke Timnas, kita bisa lihat bagaimana satu klub hanya ada waktu pemulihan kondisi dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya hanya 2 hari sementara idealnya itu ada 3-4 hari. Kedua, tidak adanya regenerasi antar pemain di klub sehingga memungkinkan buntunya prestasi di Timnas, dimana kita bisa lihat pemain timnas kita adalah pemain yang itu-itu saja.
Ketiga, masih berkaitan dengan hal kedua, dalam hal ini adalah banyak pemain asing yang dimainkan klub dalam satu pertandingan, sehingga porsi jam terbang daripada pemain kita untuk menunjukkan kualitasnya terhambat dan juga tidak ada porsi untuk pemain muda untuk bertanding. Keempat, adanya beberapa kepentingan seperti klub yang menginginkan sepenuhnya pemainnya loyal dan bermain penuh sementara dia punya kewajiban sebagai WNI untuk membela negara.
Kalau hambatan-hambatan ini bisa diatasi penulis yakin Tim Nasional Merah Putih akan berbicara lebih banyak lagi di pentas internasional, apakah PSSI terutama Ketua Umumnya yang selalu bermimpi di siang bolong ini tidak iri dan mencoba belajar dari Organisasi sepak bola Korea Utara dan Selandia baru, kenapa negara yang sekecil itu bahkan mungkin luas wilayah negaranya hampir sama dengan luas wilayah DKI Jakarta dan Pulau Jawa ini bisa tembus SOUTH AFRICA 2010 WORLD CUP, sedangkan Indonesia ? memang nanti pada pergelaran Piala Dunia 2010 di Afrika memang mengirimkan tim, TETAPI BUKAN Tim Nasional Merah Putih tetapi Tim peliputan wartawan yang menyuguhkan berita-berita yang membuat para pemain timnas dan juga rakyat Indonesia selalu “ngiler” dan berkhayal setelah membaca hasil laporan wartawan tabloid olahraga yang berada di sana, kapan timnas kita bisa satu lapangan bertarung dengan CR-9 atau Didier Drogba atau menghambat laju gocekan maut Messi atau bahkan mencetak gol ke gawang timnas mereka, atau juga para pemenang kuis dari perusahaan afiliasi dari sponsor turnament tersebut, betul tidak ?
Semoga kekalahan ini menjadi kekalahan terakhir bagi Tim Nasional dan mulai tahun 2010 yang tinggal menghitung hari bisa lebih baik lagi dan kembali berjaya seperti jaman ketika Bung Karno dan Dinasti Cendana berkuasa.. Majulah Sepakbola Indonesia.
uang negara seharusnya untuk membiayai perjalanan pejabat, bukan keluarga pejabat, karena itu hanya akan menguras keuangan negara !!
– Hoegeng Imam Santoso -
Mungkin cerita ini bisa membuka mata hati daripada para perwira mulai dari pangkat bawah hingga Jenderal bahwa hanya dengan kejujuran dan panggilan negara semua rintangan itu bisa dihadapi.
Alkisah pada awal tahun 1956 di Pelabuhan Belawan Medan, Sumatera Utara tibalah seorang pria tinggi kurus bersama istrinya dari Pulau Jawa, beliau tiba di Pelabuhan Belawan Medan karena perintah atasannya karena harus bekerja sebagai Kepala Direktorat Reserse Kriminal pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) .
Sebelum berangkat ke Medan, beberapa kolega dan atasannya sempat memberikan wejangan atas apa yang terjadi di Medan terutama aparat keamanan yang katanya rawan dan mudah disetir oleh orang-orang tertentu. Kota Medan seperti yang banyak diketahui oleh banyak orang adalah kota yang sangat rawan dan keras dimana banyak daerah-daerah penyeludupan dan perjudian mulai dari kelas teri hingga paus tidak pernah tersentuh dan banyak perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia mulai dari pangkat bawah hingga atas yang bertekuk lutut bahkan mengiba karena adanya hutang budi pada pengusaha kakap dan paus yang umumnya dikuasai oleh etnis “Cingtailah ploduk-ploduk endonesa”
Tetapi oleh pria kurus ini semua omongan koleganya itu soal Medan beliau mentahkan dan dia bisa buktikan kalau dia tidak seperti apa yang diucapkan oleh para koleganya tersebut, dan terbukti pada saat memasuki rumah dinas yang disediakan oleh Negara dengan membawa perlengkapan yang seadanya dari Pulau Jawa, tiba-tiba saja didalam rumah tersebut sudah ada perabotan mewah jaman itu, mulai dari tape recorder, piano, perangkat kursi tamu, kulkas, televisi dan perabotan elektronik lainnya. Ketika melihat itu beliau memerintahkan anak buahnya untuk menyingkirkan semua perabotan yang ada didalam rumahnya tetapi anak buahnya tidak ada yang berani menyentuh bahkan menyingkirkan barang mewah tersebut, karena perintahnya tidak diindahkan oleh anak buahnya, sang komandan ini mengeluarkan sendiri perabotan elektronik tersebut dan meletakkan begitu saja di pinggir jalan.
Akibat dari tindakan komandan ini gemparlah seluruh kota Medan, karena belum ada satu perwira polisi pun yang berani menolak pemberian para cukong-cukong ini bahkan ditaruh begitu saja di pinggir jalan, sejak saat itu beliau dibicarakan oleh banyak orang seantero Indonesia.
Nama beliau adalah Hoegeng Imam Santoso
Hoegeng ternyata memang tidak mempan digertak dan disuap. Dalam menjalankan tugas, tak terbilang banyaknya dia membongkar kasus penyelundupan dan perjudian yang dilakukan pengusaha “Cina Medan”. Tak jarang pula dia harus menangkap dan menahan perwira Polda Sumut yang ikut terlibat.
Karena keberaniannya melawan cukong-cukong Medan ini pada tahun 1959 beliau ditarik ke Jakarta untuk berdinas di Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) dengan posisi jabatan yang sama ketika di Medan, belum merasakan dinas di Ibukota pria kelahiran 14 Oktober 1921 ini di panggil oleh Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staff Angkatan Darat (Menko Hankam/KSAD) ketika itu Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, oleh Nasution Hoegeng ditawari jabatan sebagai Kepala Jawatan Imigrasi, alasan Hoegeng ditempatkan posisi ini karena keberhasilan mengatasi para cukong-cukong di Medan dan berkat keberhasilan ini banyak pihak yang merekomendasikan beliau.
Ketika bertugas di Jawatan Imigrasi, seorang Hoegeng tetap mengenakan seragam polisi karena dia hanya mengambil gaji dari korps kepolisian, sedangkan gaji dan fasilitas yang diberikan Imigrasi tidak disentuhnya sama sekali, beliau juga menolak sebuah mobil baru yang diberikan Imigrasi serta merenovasi rumahnya, alasan Hoegeng ketika itu adalah sangat sederhana bahwa apa yang didapatkannya dari Kepolisian Republik Indonesia sudah cukup.
Sepertinya peruntungan Hoegeng sejak bertugas di Medan cukup naik pesat dimana medio pertengahan 1965, Hoegeng dilantik oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Iuran Negara (Cikal bakal Dirjen Pajak) selama bertugas di Kementerian Iuran Negara ada pengalaman menarik dan ini harus dicontoh oleh aparat PNS jaman sekarang dimana, ketika itu ada seorang calon pegawai baru di lingkup Bea Cukai membawa selembar kertas katabelece a.k.a surat sakti dari Wakil Perdana Menteri II Dr. Johannes Leimena, tujuan dari surat itu adalah supaya orang yang membawa surat ini diberi kemudahan, tetapi oleh Hoegeng membalas berkirim surat kepada Leimena dengan isi permintaan maaf karena tidak bisa membantu apa yang ada disurat itu, keesokkan harinya Leimena menemui Hoegeng dan meminta maaf.
“ Saya tak biasa berdiplomasi dan minum koktail”
Pasca G 30 S/ PKI, Hoegeng diangkat menjadi Menteri / Sekretaris Kabinet tetapi pada bulan Juni 1966, Hoegeng diminta negara menjadi Deputi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian a.k.a Wakil Kepala Polisi Republik Indonesia, dengan posisi ini Hoegeng mengalami penurunan pangkat dari menteri menjadi WakaPolri, tetapi Hoegeng menerimanya dengan lapang dada karena dia merasa kembali ke asalnya yaitu Kepolisian dan itu tidak berlangsung lama karena pada tanggal 1 Mei 1968 pangkat Hoegeng dinaikkan menjadi Komisari Jenderal Polisi dan dua pekan kemudian Hoegeng dilantik menjadi Panglima Angkata Kepolisan kalau sekarang kita kenal sebagai Kapolri
Selama menjabat Kapolri, seorang Hoegeng selalu datang paling awal daripada staff dan perwira lainnya, hampir setiap pagi ketika menuju kantor dia selalu mencari rute jalan yang berbeda dengan maksud tujuan untuk melihat secara langsung pandangan mata kondisi daerah yang dilaluinya apakah lancar atau menimbulkan kemacetan, jika ada daerah yang ia lalui mengalami kemacetan Hoegeng tidak segan-segan untuk turun dari mobilnya untuk sekedar mengatur lalu lintas supaya lancar kembali. Kadang-kadang Hoegeng berangkat menuju kantornya menggunakan sepeda, dengan bersepeda inilah barangkali membuat Hoegeng mengeluarkan peraturan tentang kewajiban pengendera sepeda motor menggunakan helm.
Tidak hanya tindakannya yang mengundang decak kagum banyak orang tetapi juga ketika ada kunjungan dinas ke luar negeri dimana ketika banyak pejabat melakukan kunjungan ke daerah atau luar negeri selalu membawa istri dan keluarga atau mungkin (maaf!) simpanan mereka hal seperti ini tidak berlaku bagi seorang Hoegeng dimana beliau selalu pergi sendiri TANPA istri atau anak, alasan beliau sederhana yaitu uang negara seharusnya untuk membiayai perjalanan pejabat, bukan keluarga pejabat, karena itu hanya akan menguras keuangan negara !!
Apa yang ia lakukan mulai dari ketika berdinas di Medan hingga menjadi Kapolri adalah sebagai bentuk kecintaan pada profesi serta pemahaman bahwa setinggi apapun pangkat dan jabatan, polisi TETAPlah seorang pelayan dan pengayom masyarakat BUKAN pejabat yang tiap hari sibuk rapat di kantor dan menjauh dari masyarakat, karena prinsip inilah yang membuat Hoegeng menolak pembangunan gardu/portal jaga di depan rumahnya serta menolak diberi pengawalan secara berlebihan
Seperti sebuah perumpaman, semakin pohon itu tinggi maka semakin besar angin yang menempanya begitu juga dengan karier dari Jenderal Hoegeng yang penuh kejujuran dan ketegasannya harus berakhir pada bulan Oktober 1971 dimana Hoegeng diberhentikan dengan alasan peremajaan struktural Kepolisian Indonesia, kalau dilihat bahwa Kapolri yang menggantikannya ternyata umurnya jauh lebih tua daripada dirinya, sebuah majalah pernah menuliskan bahwa Hoegeng dicopot dengan alasan peremajaan struktural karena membongkar penyeludupan mobil mewah yang dilakukan oleh Robby Tjahjadi yang dilindungi pejabat tinggi negara termasuk didalamnya putra dari dinasti cendana..
Selain isu kasus tersebut, ternyata Hoegeng tidak disukai oleh koleganya yang pejabat negara karena dianggap terlalu populer dan juga terlalu dekat dengan pers dan masyarakat, akibat dari “peremajaan struktural Kepolisian” ini negara menawarkan promosi menjadi DutaBesar untuk Kerajaan Belgia, tetapi oleh Hoegeng di tolak halus dengan alasan “ Saya tak biasa berdiplomasi dan minum koktail” ketika ditanya alasan kenapa tidak menerima tawaran menjadi Dutabesar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belgia.
Orang pertama yang beliau kabarkan setelah dinyatakan diberhentikan dari institusi Kepolisian Indonesia adalah sang ibu, begitu mendengar anaknya di berhentikan sang ibu hanya berpesan kepada Hoegeng menyelesaikan tugas dengan kejujuran .
“ karena kita masih bisa makan nasi dengan garam atau kecap”
Ibu Roelani, Ibunda Hoegeng Imam Santoso
Selain petuah dari sang ibu ketika mengabarkan dirinya diberhentikan, Hoegeng pun teringat dengan pesan dari sang ayah yang telah almarhum ketika itu menjadi seorang jaksa agar tidak menggadaikan harga diri dan kehormatan demi kesenangan duniawi.
Pasca sertijab, Jenderal Hoegeng langsung mengembalikan seluruh inventaris yang menjadi milik Polri dan negara, tidak bisa kita bayangkan dimana seorang Kapolri yang pensiun tidak memiliki rumah dan kendaraan, yang ada hanya sebuah sepeda butut, hari-hari sang pensiunan Kapolri ini pun membiasakan naik kendaraan umum terutama Bajaj ketika ada urusan yang tempatnya lumayan jauh, bahkan saking sederhanapun seorang pencuri dengan tega dan nekat masuk ke rumahnya dan mengambil radio transitor kesayangannya
Dalam sebuah penuturannya beliau mengaku ketika masa pensiun dini tersebut merupakan saat-saat yang sulit bagi dia pribadi maupun keluarga dari sisi ekonomi tetapi dia masih tetap kukuh menolak semua pemberian dari pihak-pihak lain, pendirian beliau baru luluh ketika para Kapolda se-Indonesia memberikan sebuah mobil bekas jenis Holden Kingswood, kemudian Polri sendiri membeli rumah dinas Kapolri dan memberikannya kepada Hoegeng sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. Akhirnya sang Kapolri Jujur tersebut meninggalkan kita semua pada tanggal 14 Juli 2004
Itu sosok perwira jujur dan tegas yang pernah dimiliki oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia tetapi apakah di tahun 2009 ini Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki perwira dengan sifat yang sama atau paling tidak beda tipis dengan Hoegeng Imam Santoso ?
Jawabannya, TIDAK ADA, karena sekarang susah sekali menemukan prajurit korps cokelat Tri Brata yang jujur, sederhana dan bersahaja seperti Jenderal Hoegeng, mungkin kita sering membaca, mendengar, menonton dimana ada saja kelakuan polisi negara ini yang selalu mengagungkan arogansi, menjungkirbalikkan hukum dan tak tahan godaan materi…
Mana ideologi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia pelindung dan pengayom yang selalu terpampang di dua pintu setiap mobil Patroli yang sering kita lihat, atau mungkin ideologi yang tepampang di pintu mobil patroli itu hanya untuk orang-orang yang berkantung tebal ?
Apa yang penulis tulis dibawah ini adalah FAKTA yang penulis LIHAT langsung BAHKAN bertanya langsung kepada pihak-pihak yang BERSENTUHAN dengan Polisi di jalan SEKALI LAGI FAKTA !!! dimana mungkin pembaca kalau pernah melintas disepanjang jalan mulai dari lampu merah kalimalang Halim hingga Pusat Grosir Cililitan -PGC dimana disana anda akan menemui beberapa mobil patroli berjalan pelan kadang berhenti sebentar dan ada orang yang mendekati tetapi tangan kirinya masuk kedalam jendela yang dibuka sedikit seukuran telapak tangan seperti anak kecil memasukkan uang kedalam celengan ayam atau ketika ada personil polisi sedang berdiri untuk mengatur lalu lintas tiba-tiba ada orang entah itu calo atau kenek dari angkutan umum menghampiri petugas kepolisian itu seperti berbicara sesuatu dan tangan calo ato kenek itu berjalan tangan dengan tangan petugas tetapi tangan petugas itu secara reflek memasukkan kedalam kantong celana sebelah kanan sambil tersenyum, apakah anda tahu berapa iuran yang diberikan calon atau kenek buskota yang melintas dari perempatan lampu merah kalimalang Halim sampai PGC ? Rp. 5,000 !
Itu baru kelakuan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah Kalimalang-Halim hingga PGC bagaimana dengan di dearah jalur busway antara DEPAN MARKAS KEPOLISIAN RESORT JAKARTA TIMUR hingga Terminal Kampung Melayu dimana modus operandinya masih sama seperti di Kalimalang tetapi bedanya personil Polisi ini memasang badan di tengah jalur busway tepatnya di belokan persis ke arah Kampung Melayu ketika ada bus PPD 213, 916, P2 , Pahala Kencana 115, Steady Safe 947, 937, Kopaja 502 akan masuk jalur busway, serasa mau menilang mereka menanyakan kepada sopir biasanya sopir akan memberikan langsung kepada petugas itu, tetapi ada juga keneknya yang turun dan seperti modus kedua yang terjadi di kawasan Cawang serasa salaman tetapi didalam telapak tangan itu ada uang, setelah itu petugas itu langsung menyingkir ke pinggir, MAU tau berapa harga TIKET masuk jalur busway khusus bus ini, dipatok harga Rp. 10,000/ bus !!
Sepertinya para polisi ini harus mencontoh perilaku dan kerja daripada Hoegeng karena hampir 10 tahun lebih reformasi dan juga 10 tahun Polri “bercerai’ dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang kemudian berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) masa-masa indah berpisah itu hanya diluar saja tetapi tidak menyentuh kedalam.
Apakah ini yang disebut dengan reformasi daripada Polri dan yang menjadi pertanyaan dan harus dijawab secara jujur dan nurani adalah, seperti kasus Nenek Minah, kasus dua tetangga yang mencuri 1 buah semangka harus dipukuli ketika di BAP dengan pasal yang hukumannya 5 tahun penjara, atau satu keluarga yang ditangkap hanya gara-gara mengambil sisa kapas yang terjatuh dari pohon yang rusak atau kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Sudahkah polisi mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan? Dan, sudahkah polisi menjalankan tugasnya dengan penuh ketaqwaan?
Penulis agak meragukan 100 % dari kinerja Polisi jika melihat daripada ideologi Polisi itu seperti yang terpasang di sisi pintu mobil patroli karena apa, seperti kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah saja sudah agak konyol penulis bilang masa hanya gara-gara biar tidak banyak cakap kepada media mereka berdua ditahan sementara sang Sutradara ini yaitu Anggodo Widjojo malah roadshow ke semua media bahkan team 8 kemarin dibuat pusing dengan ulahnya dan hingga detik ini Polri tidak melakukan tindakan apa-apa bahkan membiarkan keluar masuk kompleks Kepolisian mulai dari Polda Metro hingga Mabes, Polisi macam apa ini !
Menurut penulis jika keadaannya seperti tidak mustahil kejadiam di Hongkong terjadi kalau di Hongkong dimana sekelompok Polisi menyerbu gedung yang menjadi kantor KPK karena tidak terima teman dan komandan mereka ditangkap dalam rangka pembersihan korupsi di Hongkong, tetapi kalau di Indonesia mungkin jaringan LSM, Mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang merasa tidak mendapatkan keadilan hukum akan menyerbu setiap kantor polisi mulai dari tingkat Polsek hingga Mabes untuk mencari perwira-perwira yang menjadi OTAK dari ketidak adilan dan berlindung pada KUHAP tetapi perwira itu tidak mengerti sama sekali isi dari KUHAP serta berkantong tebal yang selalu berucap cingtailah ploduk-ploduk endonesa , apakah ini yang Polisi mau dan menantang masyarakat !?
Akhirnya apa yang penulis dengar tentang polisi jujur dan tidak bisa disuap oleh apapunitu ada tiga benar adanya sampai saat ini, yaitu patung polisi, polisi tidur dan polisi Hoegeng, dan timbul pertanyaan KAPAN kita mendapatkan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Presiden Republik Indonesia yang memiliki mental sederhana, jujur dan tegas seperti Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso karena hanya seperti sosok Hoegeng Imam Santosolah Polisi rasa keadilan itu akan ada dan mungkin juga negara ini akan maju !!
TURUT BERDUKA CITA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA !!!