Sabtu, 26 Desember 2009

Kisah Luna Maya dan Arogansi Nurani Wartawan Infotainment.


Pertama-tama penulis meminta maaf kalau dalam tulisan dibawah ini membuat anda (mungkin) selaku jurnali entah itu jurnalis non infotainment atau jurnalis infotainment merasa tersinggung atau terpojokkan tetapi tulisan ini hanya sebagai pendapat pribadi penulis melihat situasi ini dan mungkin juga sebagai refleksi atas apa yang terjadi.

Menjelang libur panjang, para twitternest disuguhkan status yang menurut penulis biasa tetapi bagi mungkin wartawan infotainment agak beda dimana seorang artis terkenal menuliskan status (maaf kalau agak-agak salah) bahwa wartawan itu tidak jauh derajatnya daripada (maaf) seorang Pelacur, dan manusia sekarang lebih setan daripada setan, setan saja tidak sampai begitu.

Begitu status twitter beredar luas, maka artis ini yang diketahui bernama Luna Maya ini menimbulkan reaksi dikalangan wartawan terutama wartawan Infotainment bahkan ada beberapa wartawan yang melaporkan artis ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metropolitan Jakarta Raya dengan sangkaan pelecehan profesi. Yang menjadi pertanyaan sekarang benarkah Luna Maya melakukan itu dengan asal atau memang ada sesuatu yang membuat Luna Maya harus menulis itu sebagai kritikan terhadap kinerja wartawan infotainment ?

Menurut penulis, sekali lagi tulisan ini bukan maksud membela atau mengajak pembaca untuk menghujat kesalah satu pihak, tetapi ada beberapa hal yang mungkin perlu dicermati, yaitu pertama, mungkin artis tersebut merasa waktu dia untuk menikmati dunianya tanpa harus ada kamera atau mic dari wartawan infotainment, sementara disisi lain wartawan infotainment di kejar target oleh koordinator liputan tempat mereka bernaung untuk mencari berita dan menyuguhkannya secara beda dari tayangan infotainment lainnya walau harus meminggirkan atau memperkosa hak dari artis ini untuk sementara tidak diwawancarai atau diambil gambar.

Jujur penulis tidak begitu simpati dengan cara kerja dari para kuli tinta infotainment walaupun penulis lahir, hidup dari keluarga jurnalis, kenapa begitu ? karena mereka bekerja hanya berdasarkan sensasi, rating tanpa memikirkan hak asasi dari artis yang mereka cari dan lingkungan artis itu sendiri, kita bisa lihat bagaimana puluhan wartawan infotainment menunggu rumah sang artis yang kebetulan sedang panas-panasnya dengan salahsatu anggota dinasti cendana hingga berhari-hari, yang menjadi pertanyaan adalah apakah wartawan ini tidak PIKIR apa masyarakat sekitar rumah artis itu yang merasa risih dan awam dengan yang namanya kamera karena mau tidak mau masyarakat sekitar rumah artis ini harus ikut terlibat, kalau bagus pemberitaan dan masalah artis itu kalau ternyata negatif apakah wartawan infotainment mau bertanggung jawab ?

Atau misalnya ada artis yang sedang berperkara dalam hal urusan rumah tangga yang mungkin bisa rujuk kembali atau ditutupi oleh artis tersebut karena bersifat pribadi harus berantakan karena ulah wartawan infotainment kalau pun terjadi apakah infotainment bisa membantu menyatukan kembali pasangan artis yang sedang bermasalah dalam urusan rumah tangga ?

Penulis juga mengerti akan tugas dari seorang jurnalis dimana harus mencari berita yang bisa mengangkat citra dari perusahaan tempatnya bekerja tetapi apakah HARUS mengorbankan dan memperkosa HAM dari seorang narasumber, seperti kasus Luna Maya sebenarnya menurut pengamatan penulis di televisi sebenarnya sang Artis sudah cukup kooperatif walaupun bahasa tubuhnya menunjukkan keletihan tetapi apa daya didepan, samping dan belakangnya wartawan yang ada di kepalanya sang wartawan bagaimana mendapatkan pernyataan yang keluar dari mulut sang artis tanpa melihat keadaannya.

Soal somasi dan pemboikotan pemberitaan yang diusung oleh para jurnalis ini penulis agak ketawa dan geleng kepala, kenapa ? dasarnya apa ? jelas-jelas kok wartawan yang berada disanalah yang bersalah kalau penulis menjadi artis itu juga akan menggugat balik karena melanggar HAM walau nantinya akan digugat oleh wartawan dengan asumsi wartawan tidak bisa dikriminalkan, sudah seharusnya PWI atau organisasi kewartawanan melihat kembali keberadaan wartawan infotainment ini apakah mereka ini LAYAK dan PANTAS masuk jadi anggota komunitas wartawan kalau MELIHAT POLA KERJA mereka DALAM MENCARI BERITA TIDAK BERLANDASKAN kode etik wartawan Indonesia dan juga etika sopan santun, kenapa wartawan koran, tabloid, majalah nasional lebih elegant melihat mereka mencari berita ketimbang wartawan infotainment, ini harus menjadi pelajaran bagi organisasi kewartawanan, jangan sampai opini masyarakat melihat wartawan menjadi negatif karena kasus ini.

Mungkin para jurnalis infotainment ini HARUS BELAJAR dari para koleganya yang bekerja di harian atau yang berbau politik dalam mencari narasumber dan berita yang sesuai dengan kaidah dan kode etik jurnalistik serta HAM dan etika sopan santun ! kita selalu mengagungkan bahwa negara ini menganut budaya timur dan sopan santun tetapi kenapa wartawan infotainment ini tidak menganut budaya timur dan sopam santun ya dalam mencari narasumber dan berita bahkan menDEWAkan rating dan sensasi.

Penulis kasus ini menjadi refleksi bagi jurnalis infotainment bahwa yang namanya kode etik jurnalistik itu perlu diagungkan dan juga adanya rasa sopan santun dan saling mengerti bukan sekedar sensasi dan rating apalah arti sensasi dan rating itu kalau berita yang disuguhkan adalah berita sampah !!!

191209, 17:30
Pendapat pribadi

Tidak ada komentar: