Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.
Saat ini sedang marak tentang adanya isu berita impotenment (maksudnya infotainment) masuk dalam ranah berita non faktual dan harus disensor terlebih dahulu oleh Lembaga Sensor Film dan juga Komisi Penyiaran Indonesia serta Dewan Pers tetapi usulan ini ditentang oleh khalayak publik yang merasa sebagai pekerja impotenment karena mereka merasa bagian dari jurnalistik.
Tetapi kalau penulis ditanya soal apakah impotenment itu adalah bagian atau karya jurnalistik penulis akan mengatakan IMPOTENMENT BUKAN KARYA JURNALISTIK kenapa begitu, bukan maksud karena penulis besar dan hidup dari lingkungan Pers tetapi apa yang dilakukan para pekerja impotenment ini sangat jelas sekali tidak mengindahkan apa yang menjadi aturan atau protap daripada jurnalistik yang sudah di keluarkan oleh Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia-PWI dan organisasi lainnya yang berkaitan dengan karya jurnalistik.
Bukan maksud melecehkan kawan-kawan impotenment tetapi kiranya kita buka satu-satu berita yang mereka sajikan dan sempat menjadi fenomenal dikalangan masyarakat apakah berita yang mereka tayangankan ini karya jurnalistik yang selalu di dewakan oleh bapak impotenment dinegara ini ?
Pertama, anda mungkin masih ingat dengan tragedi penembakan peringata oleh seorang pelawak di sebuah café karena para jurnalis impotenment selalu mendesak agar sang istri keduanya dan sang pelawak ini berbicara ! kalau menurut penulis sangat wajar kalau pelawak ini mengeluarkan tembakan ke atas karena apa yang dilakukan oleh jurnalis impotenment ini sudah menyalahi HAM seseorang untuk atau tidak berbicara di depan publik, walaupun disatu sisi tindakan daripada pelawak ini sangat terlalu karena membawa senjata api ke areal publik. Kedua, tentunya kita juga masih ingat bagaimana LM memaki para jurnalis lewat situs jejaring sosial tuider dengan kata-kata yang tak wajar tetapi kalau menurut penulis apa yang di lakukan LM adalah itulah yang terjadi dan kita bisa lihat setiap kita menonton acara impotenment dimana seorang selebritas selalu digiring dan dipojokkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurut penulis agak basi dan tidak professional kalau mereka menamakan dirinya jurnalis.
Atau boleh kah penulis mengatakan bahwa banyak selebritas kita banyak yang kawin-cerai dan selingkuh karena impotenment? Kita bisa lihat bagaimana kasus penyanyi “R” hanya karena pemberitaan video dimana suaminya yang juga anak band tertangkap kamera (walau ngambil gambarnya dari jauh) sedang menggandeng seorang wanita memasuki sebuah klub malam di Jawa Timur kemudian beberapa hari setelah tayangan itu, sang penyanyi ini langsung melayangkan gugatan cerai lewat pengadilan agama ! atau bagaimana jurnalis impotenment ini selalu mencari-cari berita sampai sedetail-detailnya ketika ada artis yang bercerai atau mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama dan selalu SOK-SOKan menganilisis sendiri kenapa pasangan artis ini bercerai entah itu karena anak, atau pihak ketiga atau ketahuan selingkuh padahal belum tentu mereka bercerai seperti itu.
Kalau seperti ini penulis ingin bertanya khususnya kepada orang-orang YANG MENGAKU jurnalis impotenment yang berada di lapangan (kalau yang diatas-atas sana seperti Pemred dan staffnya mah semua orang juga sudah tahu) apakah anda tahu isi dari Kode Etik Wartawan Indonesia dan UU Pers, apakah anda tahu isi dari UU Penyiaran ? 100 % penulis taruhan pasti mereka tidak apa itu isi dari atau hak dan kewajiban dari mereka YANG MENGAKU jurnalis impotenment dari isi Kode Etik Wartawan Indonesia dan juga UU Penyiaran, KALAU mereka sudah tahu HAK dan KEWAJIBAN mereka sebagai Jurnalis impotenment sesuai dengan UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia serta UU Pers TIDAK MUNGKIN donk ada kasus LM maki-maki mereka di jejaring social tuider, atau kasus pistol menyalak di café benar tidak ?!
Selain itu juga penulis mempertanyakan orang-orang yang MENGAKUI kalangan pekerja impotenment ini sebagai bagian dari keluarga besar jurnalis dan masuk dalam keanggotaan PWI, dasar apa kawan ?
Coba kita bandingkan dengan jurnalis yang benar-benar mengagungkan UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia, mana ada seorang jurnalis berita yang berlarian mengejar bahkan memasang badan didepan kendaraan yang akan menjadi narasumber hanya untuk mendapatkan sebuah kalimat dari narasumber, mana ada seorang jurnalis ketika wawancara seorang narasumber dengan pertanyaan memojokkan seolah narasumber bersalah dan mengakui, mana ada jurnalis sepanjang malam sampai dinihari menunggui rumah narasumber berhari-hari dan selalu mencheck orang-orang yang keluar dari rumah narasumber kalau ada narasumber langsung dicegat dengan pertanyaan yang memojokkan dan bahkan tidak etis dan tidak sopan. Adakah jurnalis umum (maksudnya wartawan media koran dan televisi) yang seperti penulis utarakan di atas dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya ?
Jadi buat para kawan-kawan YANG MENGAKU jurnalis impotenment kiranya anda HARUS belajar, paham, melaksanakan apa yang tertuang dalam UU Pers, UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia atau paling tidak MENCONTOH kawan-kawan anda yang bekerja di media koran yang selalu bersentuhan dengan politik, sosbud dan hukum dalam mencari berita BUKAN seperti apa yang anda kerjakan, bagi penulis berita anda itu BERITA SAMPAH !! tidak ada nya menghargai narasumber jika tidak mau berbicara atau suka-suka spekulasi dengan apa yang selebritas lakukan !
Apakah KPI tetap pada pendiriannya dengan mendegradasikan impotenment dari berita faktual menjadi non faktual dengan bantuan Lembaga Sensor Film sebelum di publikasikan ? kita lihat saja tetapi penulis tetap TIDAK SUDI sampai kapanpun kalau impotenment tersebut masih masuk dalam kategori jurnalis dan karya jurnalistik ! kasihan kawan-kawan jurnalistik yang sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan UU Pers, UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia harus ikut imbasnya dari kelakuan daripada jurnalis impotenment yang hanya bisanya membuat berita sensasi dan sampah tanpa ada pesan moral yang ada !
Kebon Sirih, 220710 14:45
Rhesza
Pendapat Pribadi
Saat ini sedang marak tentang adanya isu berita impotenment (maksudnya infotainment) masuk dalam ranah berita non faktual dan harus disensor terlebih dahulu oleh Lembaga Sensor Film dan juga Komisi Penyiaran Indonesia serta Dewan Pers tetapi usulan ini ditentang oleh khalayak publik yang merasa sebagai pekerja impotenment karena mereka merasa bagian dari jurnalistik.
Tetapi kalau penulis ditanya soal apakah impotenment itu adalah bagian atau karya jurnalistik penulis akan mengatakan IMPOTENMENT BUKAN KARYA JURNALISTIK kenapa begitu, bukan maksud karena penulis besar dan hidup dari lingkungan Pers tetapi apa yang dilakukan para pekerja impotenment ini sangat jelas sekali tidak mengindahkan apa yang menjadi aturan atau protap daripada jurnalistik yang sudah di keluarkan oleh Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia-PWI dan organisasi lainnya yang berkaitan dengan karya jurnalistik.
Bukan maksud melecehkan kawan-kawan impotenment tetapi kiranya kita buka satu-satu berita yang mereka sajikan dan sempat menjadi fenomenal dikalangan masyarakat apakah berita yang mereka tayangankan ini karya jurnalistik yang selalu di dewakan oleh bapak impotenment dinegara ini ?
Pertama, anda mungkin masih ingat dengan tragedi penembakan peringata oleh seorang pelawak di sebuah café karena para jurnalis impotenment selalu mendesak agar sang istri keduanya dan sang pelawak ini berbicara ! kalau menurut penulis sangat wajar kalau pelawak ini mengeluarkan tembakan ke atas karena apa yang dilakukan oleh jurnalis impotenment ini sudah menyalahi HAM seseorang untuk atau tidak berbicara di depan publik, walaupun disatu sisi tindakan daripada pelawak ini sangat terlalu karena membawa senjata api ke areal publik. Kedua, tentunya kita juga masih ingat bagaimana LM memaki para jurnalis lewat situs jejaring sosial tuider dengan kata-kata yang tak wajar tetapi kalau menurut penulis apa yang di lakukan LM adalah itulah yang terjadi dan kita bisa lihat setiap kita menonton acara impotenment dimana seorang selebritas selalu digiring dan dipojokkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurut penulis agak basi dan tidak professional kalau mereka menamakan dirinya jurnalis.
Atau boleh kah penulis mengatakan bahwa banyak selebritas kita banyak yang kawin-cerai dan selingkuh karena impotenment? Kita bisa lihat bagaimana kasus penyanyi “R” hanya karena pemberitaan video dimana suaminya yang juga anak band tertangkap kamera (walau ngambil gambarnya dari jauh) sedang menggandeng seorang wanita memasuki sebuah klub malam di Jawa Timur kemudian beberapa hari setelah tayangan itu, sang penyanyi ini langsung melayangkan gugatan cerai lewat pengadilan agama ! atau bagaimana jurnalis impotenment ini selalu mencari-cari berita sampai sedetail-detailnya ketika ada artis yang bercerai atau mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama dan selalu SOK-SOKan menganilisis sendiri kenapa pasangan artis ini bercerai entah itu karena anak, atau pihak ketiga atau ketahuan selingkuh padahal belum tentu mereka bercerai seperti itu.
Kalau seperti ini penulis ingin bertanya khususnya kepada orang-orang YANG MENGAKU jurnalis impotenment yang berada di lapangan (kalau yang diatas-atas sana seperti Pemred dan staffnya mah semua orang juga sudah tahu) apakah anda tahu isi dari Kode Etik Wartawan Indonesia dan UU Pers, apakah anda tahu isi dari UU Penyiaran ? 100 % penulis taruhan pasti mereka tidak apa itu isi dari atau hak dan kewajiban dari mereka YANG MENGAKU jurnalis impotenment dari isi Kode Etik Wartawan Indonesia dan juga UU Penyiaran, KALAU mereka sudah tahu HAK dan KEWAJIBAN mereka sebagai Jurnalis impotenment sesuai dengan UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia serta UU Pers TIDAK MUNGKIN donk ada kasus LM maki-maki mereka di jejaring social tuider, atau kasus pistol menyalak di café benar tidak ?!
Selain itu juga penulis mempertanyakan orang-orang yang MENGAKUI kalangan pekerja impotenment ini sebagai bagian dari keluarga besar jurnalis dan masuk dalam keanggotaan PWI, dasar apa kawan ?
Coba kita bandingkan dengan jurnalis yang benar-benar mengagungkan UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia, mana ada seorang jurnalis berita yang berlarian mengejar bahkan memasang badan didepan kendaraan yang akan menjadi narasumber hanya untuk mendapatkan sebuah kalimat dari narasumber, mana ada seorang jurnalis ketika wawancara seorang narasumber dengan pertanyaan memojokkan seolah narasumber bersalah dan mengakui, mana ada jurnalis sepanjang malam sampai dinihari menunggui rumah narasumber berhari-hari dan selalu mencheck orang-orang yang keluar dari rumah narasumber kalau ada narasumber langsung dicegat dengan pertanyaan yang memojokkan dan bahkan tidak etis dan tidak sopan. Adakah jurnalis umum (maksudnya wartawan media koran dan televisi) yang seperti penulis utarakan di atas dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya ?
Jadi buat para kawan-kawan YANG MENGAKU jurnalis impotenment kiranya anda HARUS belajar, paham, melaksanakan apa yang tertuang dalam UU Pers, UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia atau paling tidak MENCONTOH kawan-kawan anda yang bekerja di media koran yang selalu bersentuhan dengan politik, sosbud dan hukum dalam mencari berita BUKAN seperti apa yang anda kerjakan, bagi penulis berita anda itu BERITA SAMPAH !! tidak ada nya menghargai narasumber jika tidak mau berbicara atau suka-suka spekulasi dengan apa yang selebritas lakukan !
Apakah KPI tetap pada pendiriannya dengan mendegradasikan impotenment dari berita faktual menjadi non faktual dengan bantuan Lembaga Sensor Film sebelum di publikasikan ? kita lihat saja tetapi penulis tetap TIDAK SUDI sampai kapanpun kalau impotenment tersebut masih masuk dalam kategori jurnalis dan karya jurnalistik ! kasihan kawan-kawan jurnalistik yang sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan UU Pers, UU Penyiaran dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia harus ikut imbasnya dari kelakuan daripada jurnalis impotenment yang hanya bisanya membuat berita sensasi dan sampah tanpa ada pesan moral yang ada !
Kebon Sirih, 220710 14:45
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar