Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.
Tanggal 23 Juli adalah tanggal dimana semua anak-anak Indonesia bisa merasa seperti anak dan melakukannya dengan dunianya, yap tanggal 23 Juli setiap tahun adalah Hari Anak Indonesia, tetapi sudah kah anak-anak kita memperoleh haknya sebagai anak oleh keluarganya bahkan oleh Republik Indonesia ?
Mungkin bagi keluarga berada dan terpandang, anak-anak mereka sudah mendapatkan haknya seperti sekolah, memperoleh perlindungan keamanan, memperoleh kebebasan misalnya memiliki waktu untuk bermain, beristirahat tetapi bagaimana dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu ?
Ternyata selama negara ini merdeka banyak anak-anak Indonesia yang tidak pernah mendapatkan hak-haknya sebagai anak oleh negara, kita bisa lihat berapa banyak anak usia sekolah terutama dari keluarga yang tidak mampu ketika jam masuk dan pulang sekolah bahkan sampai tengah malam masih berada di pinggir-pinggir jalan, perempatan lampu merah, pintu-pintu angkutan umum sambil membawa alat musik dan bernyanyi atau berjuang dengan panasnya matahari dan dinginnya hujan dalam menjual koran demi sekeping dan selembar kerta berwarna-warni yang ada logo “BI” atau mereka yang mengalami kekerasan baik secara fisik seperti dipukul orang tua ketika uang yang mereka berikan tidak sesuai dengan keinginan orangtua atau menjadi korban pelampiasan nafsu birahi orang dewasa yang sudah sangat tidak bisa ditahan lagi bahkan ada yang sampai melampiaskannya dengan dipotong-potong layaknya lebaran kurban atau masih banyak anak yang kekurangan gizi atau harus menyantap nasi aking, nasi gaplek yang menurut kesehatan makanan tersebut tak layak tetapi kembali lagi kepada keberadaan orangtua dan lingkungan sekitar.
Setelah melihat ini semua tentang nasib anak-anak Indonesia yang hampir tidak pernah merasakan yang namanya dunianya penulis sempat berpikir BUAT APA setiap tanggal 23 Juli setiap tahun di-RAYA-kan secara nasional ! atau baru kita sadar tentang keadaan anak Indonesia ketika menjelang tanggal 23, lebih baik benahi dan berikan dulu yang menjadi hak anak ini oleh negara baru bicara dan rayakan tanggal 23 itu secara nasional benar tidak ?!
Kita bisa lihat bagaimana kehidupan anak-anak Indonesia yang tergambar dalam beberapa film nasional seperti Denias, Laskar Pelangi, Tanah Air Beta dimana hak mereka sebagai anak dalam meraih cita-cita dan juga dunia bermain mereka harus terenggut oleh keadaan dan negara hanya bisa bilang ketika ditanya yaitu “maaf” atau “dana yang ada terbatas” tetapi ketika mereka berhasil dalam suatu acara atau kompetisi, negara secara spontan bangga layaknya mereka yang membiayai kebutuhan mereka padahal kalau diukur semua yang mereka lakukan atas dana mereka sendiri yang entah itu utang sana utang sini walaupun mereka sudah mencoba ke pemerintah untuk sponsor tetapi tidak pernah di tanggapi tetapi begitu menang, negara dan instansi yang terkait seolah-olah merasa menjadi pahlawan tetapi begitu hilang dari pemberitaan hilang juga instansi ini dalam melihat anak-anak Indonesia yang berprestasi.
Kalau seperti ini tentang nasib anak Indonesia yang memprihatinkan menurut penulis sendiri walaupun mungkin agak bertentangan pasti ketika banyak membaca pendapat penulis dimana, kalau tidak bisa memberikan hak dan dunia dari sang anak LEBIH BAIK TIDAK USAH memiliki anak atau menikah, karena bagaimanapun jika diberikan titipan anak oleh Tuhan, sudah pastinya nanti di akherat akan dipertanggung jawabkan apa yang sudah diberikan anda sebagai orang tua kepada anak-anak titipan Tuhan ini seperti dalam hal asupan gizi, pendidikan, hiburan dan masih banyak lagi, kasarnya JANGAN CUMA BISA teriak Oh yes Oh No dengan berbagai posisi dan manuver sex di ranjang sampai bebanjirkan keringat tetapi ketika anak ini bertumbuh pesat BINGUNG bagaimana caranya membiayai dan memberikan haknya seperti membeli susu, atau memasukkan mereka ke dunia pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas dan juga pendidikan diluar yang menunjang sekolah seperti les bimbel yang akhirnya ujung-ujungya di telantarkan begitu saja atau diperas untuk memenuhi kebutuhan rumah dan orangtua mereka benar tidak ?
Sudah saatnya nasib anak-anak Indonesia diperhatikan kembali oleh negara dalam hal apa yang menjadi haknya, percuma saja lembaga-lembaga yang konsen akan anak-anak Indonesia seperti Komisi Nasional Anak Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia kalau ternyata negara dalam hal ini Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam menyediakan yang menjadi hak anak TIDAK ADA dan hanya sekedara pelayanan mulut ( Lip Service ) ketika media mengangkat potret tentang anak-anak yang harus berjuang dengan panas dan dingin demi sekeping dan selembar kertas yang berlogo BI !! dan satu lagi Indonesia pada tahun 2000 telah menandatangani sebuah kesepakatan dengan 192 negara di bawah bendera PBB yaitu Millenium Development Goals-MDGs-Tujuan Pembangunan Millenium dimana ada tujuh tujuan pembangunan salahsatunya adalah tentang anak dan ini berlaku dari tahun 2000 hingga 2015 dan itu nantinya akan ditanyakan PBB kepada setiap negara apakah setiap negara termasuk Indonesia sudah menjalankan bahkan menyatakan bahwa Anak Indonesia sudah lepas dari yang namanya pelecehan seksual, perdagangan atau kemiskinan, Jadi tolong Pikirkan kembali wahai Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak serta Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia !!
Selamat Hari Anak Nasional bagi yang merasa masih anak-anak
Salemba, 230710 15:10
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tanggal 23 Juli adalah tanggal dimana semua anak-anak Indonesia bisa merasa seperti anak dan melakukannya dengan dunianya, yap tanggal 23 Juli setiap tahun adalah Hari Anak Indonesia, tetapi sudah kah anak-anak kita memperoleh haknya sebagai anak oleh keluarganya bahkan oleh Republik Indonesia ?
Mungkin bagi keluarga berada dan terpandang, anak-anak mereka sudah mendapatkan haknya seperti sekolah, memperoleh perlindungan keamanan, memperoleh kebebasan misalnya memiliki waktu untuk bermain, beristirahat tetapi bagaimana dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu ?
Ternyata selama negara ini merdeka banyak anak-anak Indonesia yang tidak pernah mendapatkan hak-haknya sebagai anak oleh negara, kita bisa lihat berapa banyak anak usia sekolah terutama dari keluarga yang tidak mampu ketika jam masuk dan pulang sekolah bahkan sampai tengah malam masih berada di pinggir-pinggir jalan, perempatan lampu merah, pintu-pintu angkutan umum sambil membawa alat musik dan bernyanyi atau berjuang dengan panasnya matahari dan dinginnya hujan dalam menjual koran demi sekeping dan selembar kerta berwarna-warni yang ada logo “BI” atau mereka yang mengalami kekerasan baik secara fisik seperti dipukul orang tua ketika uang yang mereka berikan tidak sesuai dengan keinginan orangtua atau menjadi korban pelampiasan nafsu birahi orang dewasa yang sudah sangat tidak bisa ditahan lagi bahkan ada yang sampai melampiaskannya dengan dipotong-potong layaknya lebaran kurban atau masih banyak anak yang kekurangan gizi atau harus menyantap nasi aking, nasi gaplek yang menurut kesehatan makanan tersebut tak layak tetapi kembali lagi kepada keberadaan orangtua dan lingkungan sekitar.
Setelah melihat ini semua tentang nasib anak-anak Indonesia yang hampir tidak pernah merasakan yang namanya dunianya penulis sempat berpikir BUAT APA setiap tanggal 23 Juli setiap tahun di-RAYA-kan secara nasional ! atau baru kita sadar tentang keadaan anak Indonesia ketika menjelang tanggal 23, lebih baik benahi dan berikan dulu yang menjadi hak anak ini oleh negara baru bicara dan rayakan tanggal 23 itu secara nasional benar tidak ?!
Kita bisa lihat bagaimana kehidupan anak-anak Indonesia yang tergambar dalam beberapa film nasional seperti Denias, Laskar Pelangi, Tanah Air Beta dimana hak mereka sebagai anak dalam meraih cita-cita dan juga dunia bermain mereka harus terenggut oleh keadaan dan negara hanya bisa bilang ketika ditanya yaitu “maaf” atau “dana yang ada terbatas” tetapi ketika mereka berhasil dalam suatu acara atau kompetisi, negara secara spontan bangga layaknya mereka yang membiayai kebutuhan mereka padahal kalau diukur semua yang mereka lakukan atas dana mereka sendiri yang entah itu utang sana utang sini walaupun mereka sudah mencoba ke pemerintah untuk sponsor tetapi tidak pernah di tanggapi tetapi begitu menang, negara dan instansi yang terkait seolah-olah merasa menjadi pahlawan tetapi begitu hilang dari pemberitaan hilang juga instansi ini dalam melihat anak-anak Indonesia yang berprestasi.
Kalau seperti ini tentang nasib anak Indonesia yang memprihatinkan menurut penulis sendiri walaupun mungkin agak bertentangan pasti ketika banyak membaca pendapat penulis dimana, kalau tidak bisa memberikan hak dan dunia dari sang anak LEBIH BAIK TIDAK USAH memiliki anak atau menikah, karena bagaimanapun jika diberikan titipan anak oleh Tuhan, sudah pastinya nanti di akherat akan dipertanggung jawabkan apa yang sudah diberikan anda sebagai orang tua kepada anak-anak titipan Tuhan ini seperti dalam hal asupan gizi, pendidikan, hiburan dan masih banyak lagi, kasarnya JANGAN CUMA BISA teriak Oh yes Oh No dengan berbagai posisi dan manuver sex di ranjang sampai bebanjirkan keringat tetapi ketika anak ini bertumbuh pesat BINGUNG bagaimana caranya membiayai dan memberikan haknya seperti membeli susu, atau memasukkan mereka ke dunia pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas dan juga pendidikan diluar yang menunjang sekolah seperti les bimbel yang akhirnya ujung-ujungya di telantarkan begitu saja atau diperas untuk memenuhi kebutuhan rumah dan orangtua mereka benar tidak ?
Sudah saatnya nasib anak-anak Indonesia diperhatikan kembali oleh negara dalam hal apa yang menjadi haknya, percuma saja lembaga-lembaga yang konsen akan anak-anak Indonesia seperti Komisi Nasional Anak Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia kalau ternyata negara dalam hal ini Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam menyediakan yang menjadi hak anak TIDAK ADA dan hanya sekedara pelayanan mulut ( Lip Service ) ketika media mengangkat potret tentang anak-anak yang harus berjuang dengan panas dan dingin demi sekeping dan selembar kertas yang berlogo BI !! dan satu lagi Indonesia pada tahun 2000 telah menandatangani sebuah kesepakatan dengan 192 negara di bawah bendera PBB yaitu Millenium Development Goals-MDGs-Tujuan Pembangunan Millenium dimana ada tujuh tujuan pembangunan salahsatunya adalah tentang anak dan ini berlaku dari tahun 2000 hingga 2015 dan itu nantinya akan ditanyakan PBB kepada setiap negara apakah setiap negara termasuk Indonesia sudah menjalankan bahkan menyatakan bahwa Anak Indonesia sudah lepas dari yang namanya pelecehan seksual, perdagangan atau kemiskinan, Jadi tolong Pikirkan kembali wahai Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak serta Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia !!
Selamat Hari Anak Nasional bagi yang merasa masih anak-anak
Salemba, 230710 15:10
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar