Pertama-tama penulis menghaturkan permintaan maaf kalau dalam penulisan ini terdapat kata-kata yang memojokkan atau menyinggung perasaan karena ini adalah pendapat pribadi dan tidak menjadikan patokan atau memprovokasi pembaca, sekali lagi mohon maaf..
Pembuka tahun yang baru ini kita disuguhkan berita adanya mutasi di lingkungan militer terutama korps cokelat tua dimana ada dua anggota atau boleh dibilang dua Jenderal yang dimutasi menjadi posisi strategis..
Anda pasti bertanya-tanya kenapa judulnya Kisah Jenderal Kriminal ? karena itulah yang sedang penulis coba utarakan terkait dengan berita permutasian di lingkungan militer cokelat tua, mari kita telaah apakah permutasian ini layak atau tidak ?
Pertama, sosok jenderal ini boleh dibilang adalah jenderal bermasalah tetapi kenapa bisa dimutasi menjadi orang nomor dua paling penting di organisasi cokelat itu, kenapa penulis bilang bermasalah ? Jenderal ini adalah dulu kalau tidak salah medio tahun 2004 (maaf kalau salah) pernah menjabat sebagai kepala polisi di Makassar-Sulawesi Selatan, ketika jabatan kepala Polisi tersebut Jenderal ini membuat kesalahan yaitu dimana membiarkan anak buahnya secara membabi buta seperti kesetanan masuk ke sebuah areal Universitas dan secara membabi buta juga menganiaya para mahasiswa ini seperti layaknya binatang hanya karena kawan mereka ada yang di sandera oleh mahasiswa tersebut ketika sedang berorasi di depan kampus mereka, bahkan kejadian sempat dikecam berbagai pihak, kemudian Jenderal ini di tarik ke Polda Sulawesi Selatan dan Mabes dengan posisi NON JOB alias MAKAN GAJI BUTA tetapi setelah peristiwa itu hilang dari media dan rakyat ada kali sekitar setahun Jenderal ini menduduki posisi dimana fungsi kerja dia adalah mengawasi kinerja dan perilaku dari semua polisi di Indonesia, singkat cerita Jenderal ini diangkat menjadi tangan kanan dari pada RI-48
Kedua, Jenderal ini juga bermasalah ketika menjabat orang nomor satu di Polda yang terkenal keras dan polisi daerah ini selalu bertekuk lutut oleh para Cingtailah ploduk-ploduk endonesa ini, salah membaca situasi kondisi di gedung dewan daerah dimana beliau hanya menurunkan satu truk pengendali massa, ketika itu sedang ada unjuk rasa soal pemekaran propinsi, akibat dari salah membaca situasi ini nyawa seorang ketua Dewan harus ditumbalkan dengan kematian, karena insiden ini sang Jenderal ini dicopot dan dimutasi NON JOB a.k.a MAKAN GAJI BUTA di Mabes tetapi sama seperti kisah Jenderal yang pertama diatas beliau langsung dimutasi setelah non job menjadi penjaga komunikasi antara Mabes dengan masyarakat dan wartawan, baru beberapa bulan menjabat beliau dimutasi kembali menggantikan jenderal pertama tadi yaitu sebagai pengawas daripada kinerja dan perilaku Polisi di seluruh Indonesia.
Mungkin anda bertanya sama seperti penulis, kok bisa ya seorang Jenderal yang mempunyai catatan kriminal bisa menduduki posisi yang strategis dan “basah” ? hebat euy…
Tetapi itulah kebijakan dari sebuah badan yang terdiri dari para Jenderal-Jenderal yang diberi nama Dewan Kepangkatan dan Kedinasan (maaf kalau salah sebut) jika ada salah satu pos dimana perwira tersebut akan memasuki masa pensiun atau penyegaran.
Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Polri ) yang pada pemerintahan Presiden Gus Dur di CERAI kan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia-ABRI yang sekarang berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) berusaha melakukan reformasi di tubuhnya sendiri supaya tidak mirip dengan TNI dan lebih kepada melayani dan mengayomi masyarakat, tetapi menurut penulis Polri saat ini belum sepenuhnya atau 100% melakukan reformasi kenapa ?
Pertama, ini yang paling utama adalah kalau memang reformasi kenapa kisah dua jenderal itu yang jelas-jelas bersalah bahkan menyalahi HAM bisa menduduki posisi yang strategis, seharusnya kalau memang reformasi atau merubah dari yang lama menuju baru, dua Jenderal ini seharusnya sudah di PECAT dan dikembalikan kepada masyarakat dan diadukan ke Pengadilan bukan di mutasi ke tingkat Polres (kalau perwira itu di tingkat Sektor) atau ke Polda dan Mabes ( di tingkat Resort atau Polda) dengan posisi NON JOB tetapi beberapa bulan hingga setahun ke depan langsung dimutasi kembali dan posisinya lebih tinggi dari posisi yang dia tinggalkan ketika bermasalah, ini kan sangat aneh sekali !
Kedua, masih soal pelayanan kiranya lebih transparan, netral dan tidak memihak, maksudnya lebih transparan misalnya dalam hal pengurusan dokumen seperti SIM kenapa Polri terutama ditlantas tidak bisa menindak para calo yang berkeliaran di sekitar kantor polisi padahal jelas-jelas mereka ini calo, tetapi dibiarkan begitu saja walaupun mereka tidak bisa masuk ke dalam gedung, kemudian netral dan tidak memihak mungkin para pembaca tulisan ini tahu bagaimana kasus nenek Minah, atau kisah dua tetangga yang mengambil buah semangka, padahal Polisi bisa lebih persuasif mengajak korban dan tersangka untuk berdamai bukannya meneruskan bahkan sampai ada unsur kekerasan fisik.
Menindak bahkan pecat perwira tanpa kenal pangkat entah itu sudah jenderal kalau bersalah dan mengembalikan kepada masyarakat dan mempidanakan, seperti kasus dua jenderal itu seharusnya di PECAT, jangan cuma pangkat bawah saja yang selalu bermasalah di PECAT di-UPACARA-kan dan di-SIAR-kan lewat media, sekali-kali BOLEH DONK masyarakat melihat Seorang Jenderal di PECAT dan di-UPACARA-kan serta di-SIAR-kan lewat media, bukankah Jenderal, Brigadir, Inspektur, Ajun Inspektur, Prajurit, Ajun Komisaris, Komisaris, sama-sama bayar pajak, sama-sama bayar tunjangan koperasi, sama-sama memiliki uang yang berlogo “BI” tetapi KENAPA HANYA pangkat bawah saja yang dipecat, diupacarakan sambil disiarkan giliran pangkat atas tidak pernah tuh malah yang ada mutasi non job tapi cuma sebentar para jenderal bermasalah ini ibarat kompetisi F1 dimana ketika mobil kehabisan bensin masuk pitstop untuk isi, berhenti sebentar kemudian jalan lagi…
Kalau itu dijalankan oleh Kapolri dan Wanjakti, semua perwira pun akan berpikir dua kali ketika menjalankan tugas termasuk dalam hal urusan kecil seperti administrasi dan pelayanan publik seperti SIM dan pengambilan barang bukti seperti kendaraan yang di curi atau pungli-pungli dari kernet bus kota seperti yang sering terjadi di perempatan Halim-Cawang dan Jatinegara benar tidak ?!
Akankah Polri benar-benar menjadi Polri yang menjadi pelayan masyarakat seperti Polisi-Polisi di Jepang yang dalam melindungi masyarakat sipil TIDAK menggunakan senjata api atau tongkat kayu dan tameng dan lebih kepada negosiasi dan lobi-lobi? kita lihat saja ke depan apakah masih ada Jenderal kriminal seperti dua jenderal ini mutasi non job tetapi hitungan 3-6 bulan sampai 1 tahun naik pangkat dan posisi yang strategis ? hanya waktu yang bisa jawab itu semua…
Blok M, 090110 15:10
Gie Gustan
Pembuka tahun yang baru ini kita disuguhkan berita adanya mutasi di lingkungan militer terutama korps cokelat tua dimana ada dua anggota atau boleh dibilang dua Jenderal yang dimutasi menjadi posisi strategis..
Anda pasti bertanya-tanya kenapa judulnya Kisah Jenderal Kriminal ? karena itulah yang sedang penulis coba utarakan terkait dengan berita permutasian di lingkungan militer cokelat tua, mari kita telaah apakah permutasian ini layak atau tidak ?
Pertama, sosok jenderal ini boleh dibilang adalah jenderal bermasalah tetapi kenapa bisa dimutasi menjadi orang nomor dua paling penting di organisasi cokelat itu, kenapa penulis bilang bermasalah ? Jenderal ini adalah dulu kalau tidak salah medio tahun 2004 (maaf kalau salah) pernah menjabat sebagai kepala polisi di Makassar-Sulawesi Selatan, ketika jabatan kepala Polisi tersebut Jenderal ini membuat kesalahan yaitu dimana membiarkan anak buahnya secara membabi buta seperti kesetanan masuk ke sebuah areal Universitas dan secara membabi buta juga menganiaya para mahasiswa ini seperti layaknya binatang hanya karena kawan mereka ada yang di sandera oleh mahasiswa tersebut ketika sedang berorasi di depan kampus mereka, bahkan kejadian sempat dikecam berbagai pihak, kemudian Jenderal ini di tarik ke Polda Sulawesi Selatan dan Mabes dengan posisi NON JOB alias MAKAN GAJI BUTA tetapi setelah peristiwa itu hilang dari media dan rakyat ada kali sekitar setahun Jenderal ini menduduki posisi dimana fungsi kerja dia adalah mengawasi kinerja dan perilaku dari semua polisi di Indonesia, singkat cerita Jenderal ini diangkat menjadi tangan kanan dari pada RI-48
Kedua, Jenderal ini juga bermasalah ketika menjabat orang nomor satu di Polda yang terkenal keras dan polisi daerah ini selalu bertekuk lutut oleh para Cingtailah ploduk-ploduk endonesa ini, salah membaca situasi kondisi di gedung dewan daerah dimana beliau hanya menurunkan satu truk pengendali massa, ketika itu sedang ada unjuk rasa soal pemekaran propinsi, akibat dari salah membaca situasi ini nyawa seorang ketua Dewan harus ditumbalkan dengan kematian, karena insiden ini sang Jenderal ini dicopot dan dimutasi NON JOB a.k.a MAKAN GAJI BUTA di Mabes tetapi sama seperti kisah Jenderal yang pertama diatas beliau langsung dimutasi setelah non job menjadi penjaga komunikasi antara Mabes dengan masyarakat dan wartawan, baru beberapa bulan menjabat beliau dimutasi kembali menggantikan jenderal pertama tadi yaitu sebagai pengawas daripada kinerja dan perilaku Polisi di seluruh Indonesia.
Mungkin anda bertanya sama seperti penulis, kok bisa ya seorang Jenderal yang mempunyai catatan kriminal bisa menduduki posisi yang strategis dan “basah” ? hebat euy…
Tetapi itulah kebijakan dari sebuah badan yang terdiri dari para Jenderal-Jenderal yang diberi nama Dewan Kepangkatan dan Kedinasan (maaf kalau salah sebut) jika ada salah satu pos dimana perwira tersebut akan memasuki masa pensiun atau penyegaran.
Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Polri ) yang pada pemerintahan Presiden Gus Dur di CERAI kan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia-ABRI yang sekarang berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) berusaha melakukan reformasi di tubuhnya sendiri supaya tidak mirip dengan TNI dan lebih kepada melayani dan mengayomi masyarakat, tetapi menurut penulis Polri saat ini belum sepenuhnya atau 100% melakukan reformasi kenapa ?
Pertama, ini yang paling utama adalah kalau memang reformasi kenapa kisah dua jenderal itu yang jelas-jelas bersalah bahkan menyalahi HAM bisa menduduki posisi yang strategis, seharusnya kalau memang reformasi atau merubah dari yang lama menuju baru, dua Jenderal ini seharusnya sudah di PECAT dan dikembalikan kepada masyarakat dan diadukan ke Pengadilan bukan di mutasi ke tingkat Polres (kalau perwira itu di tingkat Sektor) atau ke Polda dan Mabes ( di tingkat Resort atau Polda) dengan posisi NON JOB tetapi beberapa bulan hingga setahun ke depan langsung dimutasi kembali dan posisinya lebih tinggi dari posisi yang dia tinggalkan ketika bermasalah, ini kan sangat aneh sekali !
Kedua, masih soal pelayanan kiranya lebih transparan, netral dan tidak memihak, maksudnya lebih transparan misalnya dalam hal pengurusan dokumen seperti SIM kenapa Polri terutama ditlantas tidak bisa menindak para calo yang berkeliaran di sekitar kantor polisi padahal jelas-jelas mereka ini calo, tetapi dibiarkan begitu saja walaupun mereka tidak bisa masuk ke dalam gedung, kemudian netral dan tidak memihak mungkin para pembaca tulisan ini tahu bagaimana kasus nenek Minah, atau kisah dua tetangga yang mengambil buah semangka, padahal Polisi bisa lebih persuasif mengajak korban dan tersangka untuk berdamai bukannya meneruskan bahkan sampai ada unsur kekerasan fisik.
Menindak bahkan pecat perwira tanpa kenal pangkat entah itu sudah jenderal kalau bersalah dan mengembalikan kepada masyarakat dan mempidanakan, seperti kasus dua jenderal itu seharusnya di PECAT, jangan cuma pangkat bawah saja yang selalu bermasalah di PECAT di-UPACARA-kan dan di-SIAR-kan lewat media, sekali-kali BOLEH DONK masyarakat melihat Seorang Jenderal di PECAT dan di-UPACARA-kan serta di-SIAR-kan lewat media, bukankah Jenderal, Brigadir, Inspektur, Ajun Inspektur, Prajurit, Ajun Komisaris, Komisaris, sama-sama bayar pajak, sama-sama bayar tunjangan koperasi, sama-sama memiliki uang yang berlogo “BI” tetapi KENAPA HANYA pangkat bawah saja yang dipecat, diupacarakan sambil disiarkan giliran pangkat atas tidak pernah tuh malah yang ada mutasi non job tapi cuma sebentar para jenderal bermasalah ini ibarat kompetisi F1 dimana ketika mobil kehabisan bensin masuk pitstop untuk isi, berhenti sebentar kemudian jalan lagi…
Kalau itu dijalankan oleh Kapolri dan Wanjakti, semua perwira pun akan berpikir dua kali ketika menjalankan tugas termasuk dalam hal urusan kecil seperti administrasi dan pelayanan publik seperti SIM dan pengambilan barang bukti seperti kendaraan yang di curi atau pungli-pungli dari kernet bus kota seperti yang sering terjadi di perempatan Halim-Cawang dan Jatinegara benar tidak ?!
Akankah Polri benar-benar menjadi Polri yang menjadi pelayan masyarakat seperti Polisi-Polisi di Jepang yang dalam melindungi masyarakat sipil TIDAK menggunakan senjata api atau tongkat kayu dan tameng dan lebih kepada negosiasi dan lobi-lobi? kita lihat saja ke depan apakah masih ada Jenderal kriminal seperti dua jenderal ini mutasi non job tetapi hitungan 3-6 bulan sampai 1 tahun naik pangkat dan posisi yang strategis ? hanya waktu yang bisa jawab itu semua…
Blok M, 090110 15:10
Gie Gustan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar