Selasa, 14 September 2010

Poligami ala Negara




“Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke! “


- Ir. Soekarno-



Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf

Sebelum menulis penulis ingin menghaturkan turut simpati terhadap apa yang terjadi di wilayah Ciketing-Bekasi, semoga lekas sembuh dan bisa melayani kembali dan kepada pihak-pihak yang berwenang agar segera menuntaskan kejadian ini.

Hari ketiga perayaan suci umat Muslim rakyat Indonesia di kejutkan dengan peristiwa penikaman dan penganiayaan terhadap seorang warga jemaat dan juga pendeta ketika akan menuju tempat ibadah untuk melaksanakan ibadah, akibat dari peristiwa ini satu orang mengalami luka serius selebar 3cm dan mengenai organ hati sepanjang 1cm sedangkan satu orang lagi mengalami luka di bagian pelipis.

Akibat dari peristiwa ini membuat semua lapisan pejabat negara bak kebakaran jenggot dan Presiden pun memerintahkan jajarannya untuk menuntaskan peristiwa dan dalam waktu hitungan jam kabarnya sudah meminta keterangan dua orang yang terkait dengan peristiwa ini.

Tapi dari peristiwa ini ada beberapa hal yang membuat penulis janggal kenapa ? pertama, penulis sangat keberatan bahkan memprotes keras ucapan atau pernyataan daripada Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya-Kapolda Metro Jaya dan Kepala Kepolisian Resort Metropolitan Kota Bekasi-Kapolres Metro Kota Bekasi yang mengatakan bahwa kejadian penikaman dan penganiayaan yang dialami warga jemaat HKBP Ciketing-Bekasi adalah murni kriminal dan tidak terkait dengan kejadian-kejadian sebelumnya dalam hal ini sentimen agama ini jelas sekali KEBOHONGAN PUBLIK ! publik pun sudah tahu bahwa peristiwa penikaman dan pengainayaan ini bukan pertama kali atau spontan tetapi akumulasi daripada peristiwa yang lalu-lalu, kita pun semua tahu bagaimana peristiwa ini terjadi, apa Polisi takut tidak bisa menuntaskan kasus sehingga mengatakan kasus ini murni kriminal atau bagaimana ?

Kedua, penulis juga menyayangkan sikap dari Istana yang tidak ada suaranya sama sekali walaupun dalam pelaksana teknisnya sudah jelas dengan mengorder Menkopolhukam, Menteri Agama dan Kapolri untuk menindak lanjuti daripada kasus ini tetapi yang dibutuhkan sekarang ada suara tegas daripada sang pemimpin ini.

Terkait dengan suara Istana ini penulis juga pernah mencatat beberapa suara yang keluar dari Istana tetapi suara itu tinggal suara misalnya suara Istana tentang kasus penyerangan aktivis ICW bahkan sang penyuara itu datang langsung untuk membesuk tetapi nyatanya sampai sekarang tidak ada kejelasan atau suara Istana tentang kasus Munir sudah enam tahun tapi tidak ada kejelasan.

Selain itu juga penulis heran dengan sikap dengan pemimpin kita dimana ibarat peribahasa “semut di kejauhan Nampak, gajah di pelupuk tidak terlihat” dimana kita tahu pada saat lebaran pemimpin kita dengan khusus dan eksklusif di tengah taman Istana yang rindang dan menyejukkan dengan latar belakang tokoh-tokoh lintas Agama memberikan pernyataan dalam dua bahasa tentang rencana pembakaran kitab Quran di Florida walaupun akhirnya batal tetapi disatu sisi apakah para pemimpin kita PERNAH mengeluarkan statement tentang apa yang terjadi di Ciketing padahal kalau dilihat durasi waktu antara Ciketing dengan Florida lebih dulu Ciketing benar tidak ?

Menurut penulis satu-satunya cara agar masalah ini segera reda adalah, pertama, Istana harus bisa tegas dan keras kepada pihak Kepolisian untuk menindaklanjutinya kalau perlu di beri batas waktu kalau tidak bisa segera mundur, karena kendala di Negara ini penulis melihat banyak kasus yang akhirnya seperrti (maaf) HANGAT-HANGAT TAHI AYAM di depan menggebu-gebu tetapi giliran sudah memasuki minggu kedua hingga sebulan tidak terdengar lagi seperti kasus Tama aktivis ICW atau Munir mana apakah sudah tertangkap otak di balik kasus ini ? belum juga kan ?!

Kedua, penulis meminta kepada pemimpin Negara ini (baca: Presiden) agar mencabut Surat Keputusan Bersama 3 menteri soal perijinan tempat ibadah, karena menurut penulis kenapa Ciketing ini bermasalah karena disatu sisi jemaat ini berhak atas tanah yang mereka miliki tetapi disatu sisi masyarakat tidak mau ada tempat ibadah berada di lingkungannya dengan memegang SKB 3 Menteri ini, jadi sudah saatnya SKB 3 Menteri ini dibumi hanguskan lagi pula menurut pandangan penulis bukankah Negara sudah mempunyai perangkat hokum yang kekal yaitu Pasal 29 UUD 1945 yang dibuat oleh para pendiri Negara ini, kalau melihat seperti ini dimana SKB 3 Menteri posisinya lebih tinggi daripada Pasal 29 UUD1945 berarti para pemimpin kita telah menyelingkuhkan Pasal 29 UUD1945 dengan SKB 3 Menteri, penulis tidak bisa membayangkan geramnya Ir. Soekarno, Bung Hatta, Sutan Syahrir ketika melihat keadaan ini jika mereka masih hidup di dunia…

Soal SKB 3 Menteri logikanya bukan maksud untuk mengdiskriminasi agama atau menghina suatu agama tetapi coba kita lihat pada tempat tinggal para pembaca ada berapa Masjid dalam radius misalnya 500 meter hingga 1 km dari rumah anda apakah bangunan Masjid atau Mushollah ini ada surat ijin misalnya IMB-nya dan juga persetujuan dari warga termasuk warga non muslim baik itu Kristen, Katholik, Budha, Hindu, Konghuchu kalau kita mau bertanya fair-fairan jika mengkaji berdasarkan SKB 3 Menteri Pasal 34 yang berisi Pasal (1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan prasyarat teknik bangunan gedung dan ayat (2) selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.?




Pasal 14

(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat
paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.




Sudah saatnya Negara ini kembali ke jalan yang benar yaitu menjalankan kebebasan beragama dan menjaminnya dalam naungan Pasal 29 UUD1945 dan segera mencabut SKB 3 Menteri yang menyesatkan hati masyarakat terutama kaum minoritas, dan sekedar mengingatkan para permimpin di Negara ini tentang sebuah pidato dari mantan pendiri Negara kita ini Ir. Soekarno pada suatu acara di Surabaya tanggal 24 Septermber 1955 dimana beliau mengatakan “Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke! “ dan itu berarti rakyat beragama Kristen, Katholik, Budha, Hindu, Konghuchu termasuk Ahmadiyah PUN BERHAK atas kehidupan dan isi dari negara ini betul tidak

CABUT SEGERA SKB 3 MENTERI dan KEMBALI KE PASAL 29 UUD 1945 itu harga mati jangan ada lagi negara ini mem-POLIGAMI-kan Pasal 29 UUD 1945 dengan apapun !!!!

Sudirman, 140910 11:30
Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: