(1)Negara berdasarkan atas Ke Tuhanan Yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
–Pasal 29 UUD1945-
Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.
Sekali lagi tulisan ini bukan maksud menyinggung atau sambil menghina agama tetapi ada yang salah dan sekedar ingin mengingatkan saja
Seperti kita ketahui dalam minggu-minggu ini kita disuguhkan dua berita yang sangat-sangat (bagi penulis) memprihatinkan kita bisa lihat di Kuningan sebuah kampung yang menjadi ”rumah” bagi Ahmadiyah mendapatkan cobaan daripada sebuah kelompok yang (menurut warga Ahmadiyah) adalah pasukan preman berjubah kemudian dalam dua kali hari minggu kita juga disuguhkan berita tentang adanya penolakan pembangunan gereja dan kebaktian yang di lakukan warga Huria Kristen Batak Protestan-HKBP Ciketing-Kota Bekasi oleh warga sekitar dan forum umat suatu agama.
Inikah yang disebut Indonesia negara yang berdemokrasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tetapi kenyataannya dalam kegiatan “berdialog dengan Tuhannya” harus di perhambat bahkan di larang ? pemerintah pun sampai sekarang tidak bisa dan tidak berani memutuskan yang bisa menyejukkan kedua pihak terutama para korban, pemerintah selalu mengeluarkan pernyataan ketika ada sentimen-sentimen berkaitan dengan agama yaitu hormatilah Surat Keputusan Bersama 3 Menteri.
Pertanyaan penulis dan juga (mungkin) sebagaian korban kepada pemerintah adalah SEBERAPA HEBAT SICH SKB 3 Menteri ini sampai semua orang harus menaati padahal kita semua tahu bahwa SKB 3 Menteri ini hanya seujung kuku kekuatan hukumnya BILA kita bandingkan dengan Pasal 29 UUD1945 benar tidak ?
Soal SKB 3 Menteri ini menurut penulis adalah produk hukum yang sangat-sangat diskriminasi terhadap suatu agama dan (bisa) menghalalkan suatu organisasi untuk melakukan tindakan layaknya polisi moral maksudnya ?
Coba kita bedah isi dari SKB 3 Menteri ini pada Pasal 14 ayat (2) dimana tertulis
Coba kita lihat fakta dilapangan jika berasumsi pada pasal ini yaitu soal kelengkapan syarat mendirikan rumah ibadah bagaimana bisa misalnya jika umat Nasrani atau umat Hindu serta Budha mendirikan tempat ibadahnya harus mengumpulkan daftar nama dan KTP paling sedikit 90 (sembilan puluh ) orang sementara dalam misal satu wilayah itu HANYA ada sekitar setengah atau sepertiga dari ketentuan dari SKB 3 Menteri ini ? kemudian pada ayat (3) ketika mengajukan ijin tempat ibadah harus menyertakan surat dukungan masyarakat setempat sedikitnya 60 (enam puluh) orang yang di sahkan lurah/kepala desa, faktanya di lapangan kita tahu di beberapa wilayah Indonesia ada sebagian daerah yang sangat kental dan fanatisme pada satu agama !
Asumsi penulis jika SKB 3 Menteri ini masih tetap diberlakukan maka JANGAN HARAP agama minoritas bisa mendirikan tempat ibadahnya kalau mau mendirikan saja sudah menuai protes daripada penduduk yang beragama mayoritas, sementara agama mayoritas bisa leluasa mendirikan tempat ibadahnya tanpa ada birokrasi seperti IMB dan lainnya, boleh kah penulis bilang SKB 3 Menteri ini sebagai alat diskriminasi atau alat peng-agamanisasi suatu agama agar negara ini hanya terdiri satu agama saja ?!
Kalau memang negara ini adalah negara yang menjunjung Pancasila terutama Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa maka penulis meminta agar pemerintah terutama Kementerian Agama Republik Indonesia agar kembali menjunjung kembali Pasal 29 UUD 1945 karena pasal inilah yang membuat negara ini berdiri, kemudian dalam hal perizinan untuk mendirikan tempat ibadah kiranya Kementerian Agama bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri memberikan sebuah kesepakatan bersama (MOU) di mana agar semua kepala daerah wajib menyediakan lahan kosong setiap radius wilayah misalnya setiap radius 1,5 Km ada tempat ibadah dan kalau bisa dalam lahan tersebut berdiri tempat ibadah daripada agama yang ada di Indonesia, mencontoh keberadaan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang berada di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta.
Sampai kapan berita tentang penutupan atau penolakan pembangunan tempat ibadah dan aliran agama serta kepercayaan oleh rombongan yan merasa dirinya polisi moral terus merebak sementara negara kita hanya bisa berkoar-koar tanpa bukti nyata dan tindakan tegas sesuai dengan pasal 29 UUD1945, INGAT ! Republik Indonesia berdiri BUKAN saja oleh kaum muslimin dan orang Jawa saja tetapi kaum Nasrani, Budha, Hindu, Konghuchu , Ahmadiyah, Batak, Ambon, Papua dan semua yang ada dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Pulau Rote juga terlibat dan rela berjuang demi darah penghabisan demi terbebas dari penindasan dan penjajahan dari bangsa Belanda, Jepang dan Portugis….
Kalau Ahmadiyah dan pembangunan Gereja masih di permasalahan dan negara TIDAK BISA berbuat serta bertindak tegas terhadap orang-orang yang mencoba mengganggu kestabilan nasional menurut penulis Presiden Republik Indonesia TINGGAL PILIH, CABUT SKB 3 Menteri ATAU MENJUNJUNG TINGGI Pasal 29 UUD 1945 !!!
Lap.Banteng 150810 08:10
Rhesza
Pendapat Pribadi
Sekali lagi tulisan ini bukan maksud menyinggung atau sambil menghina agama tetapi ada yang salah dan sekedar ingin mengingatkan saja
Seperti kita ketahui dalam minggu-minggu ini kita disuguhkan dua berita yang sangat-sangat (bagi penulis) memprihatinkan kita bisa lihat di Kuningan sebuah kampung yang menjadi ”rumah” bagi Ahmadiyah mendapatkan cobaan daripada sebuah kelompok yang (menurut warga Ahmadiyah) adalah pasukan preman berjubah kemudian dalam dua kali hari minggu kita juga disuguhkan berita tentang adanya penolakan pembangunan gereja dan kebaktian yang di lakukan warga Huria Kristen Batak Protestan-HKBP Ciketing-Kota Bekasi oleh warga sekitar dan forum umat suatu agama.
Inikah yang disebut Indonesia negara yang berdemokrasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tetapi kenyataannya dalam kegiatan “berdialog dengan Tuhannya” harus di perhambat bahkan di larang ? pemerintah pun sampai sekarang tidak bisa dan tidak berani memutuskan yang bisa menyejukkan kedua pihak terutama para korban, pemerintah selalu mengeluarkan pernyataan ketika ada sentimen-sentimen berkaitan dengan agama yaitu hormatilah Surat Keputusan Bersama 3 Menteri.
Pertanyaan penulis dan juga (mungkin) sebagaian korban kepada pemerintah adalah SEBERAPA HEBAT SICH SKB 3 Menteri ini sampai semua orang harus menaati padahal kita semua tahu bahwa SKB 3 Menteri ini hanya seujung kuku kekuatan hukumnya BILA kita bandingkan dengan Pasal 29 UUD1945 benar tidak ?
Soal SKB 3 Menteri ini menurut penulis adalah produk hukum yang sangat-sangat diskriminasi terhadap suatu agama dan (bisa) menghalalkan suatu organisasi untuk melakukan tindakan layaknya polisi moral maksudnya ?
Coba kita bedah isi dari SKB 3 Menteri ini pada Pasal 14 ayat (2) dimana tertulis
“Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota. “
Coba kita lihat fakta dilapangan jika berasumsi pada pasal ini yaitu soal kelengkapan syarat mendirikan rumah ibadah bagaimana bisa misalnya jika umat Nasrani atau umat Hindu serta Budha mendirikan tempat ibadahnya harus mengumpulkan daftar nama dan KTP paling sedikit 90 (sembilan puluh ) orang sementara dalam misal satu wilayah itu HANYA ada sekitar setengah atau sepertiga dari ketentuan dari SKB 3 Menteri ini ? kemudian pada ayat (3) ketika mengajukan ijin tempat ibadah harus menyertakan surat dukungan masyarakat setempat sedikitnya 60 (enam puluh) orang yang di sahkan lurah/kepala desa, faktanya di lapangan kita tahu di beberapa wilayah Indonesia ada sebagian daerah yang sangat kental dan fanatisme pada satu agama !
Asumsi penulis jika SKB 3 Menteri ini masih tetap diberlakukan maka JANGAN HARAP agama minoritas bisa mendirikan tempat ibadahnya kalau mau mendirikan saja sudah menuai protes daripada penduduk yang beragama mayoritas, sementara agama mayoritas bisa leluasa mendirikan tempat ibadahnya tanpa ada birokrasi seperti IMB dan lainnya, boleh kah penulis bilang SKB 3 Menteri ini sebagai alat diskriminasi atau alat peng-agamanisasi suatu agama agar negara ini hanya terdiri satu agama saja ?!
Kalau memang negara ini adalah negara yang menjunjung Pancasila terutama Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa maka penulis meminta agar pemerintah terutama Kementerian Agama Republik Indonesia agar kembali menjunjung kembali Pasal 29 UUD 1945 karena pasal inilah yang membuat negara ini berdiri, kemudian dalam hal perizinan untuk mendirikan tempat ibadah kiranya Kementerian Agama bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri memberikan sebuah kesepakatan bersama (MOU) di mana agar semua kepala daerah wajib menyediakan lahan kosong setiap radius wilayah misalnya setiap radius 1,5 Km ada tempat ibadah dan kalau bisa dalam lahan tersebut berdiri tempat ibadah daripada agama yang ada di Indonesia, mencontoh keberadaan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang berada di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta.
Sampai kapan berita tentang penutupan atau penolakan pembangunan tempat ibadah dan aliran agama serta kepercayaan oleh rombongan yan merasa dirinya polisi moral terus merebak sementara negara kita hanya bisa berkoar-koar tanpa bukti nyata dan tindakan tegas sesuai dengan pasal 29 UUD1945, INGAT ! Republik Indonesia berdiri BUKAN saja oleh kaum muslimin dan orang Jawa saja tetapi kaum Nasrani, Budha, Hindu, Konghuchu , Ahmadiyah, Batak, Ambon, Papua dan semua yang ada dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Pulau Rote juga terlibat dan rela berjuang demi darah penghabisan demi terbebas dari penindasan dan penjajahan dari bangsa Belanda, Jepang dan Portugis….
Kalau Ahmadiyah dan pembangunan Gereja masih di permasalahan dan negara TIDAK BISA berbuat serta bertindak tegas terhadap orang-orang yang mencoba mengganggu kestabilan nasional menurut penulis Presiden Republik Indonesia TINGGAL PILIH, CABUT SKB 3 Menteri ATAU MENJUNJUNG TINGGI Pasal 29 UUD 1945 !!!
Lap.Banteng 150810 08:10
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar