Selasa, 16 September 2008

Pengecutnya Petugas Satpol PP Jakarta Pusat


Kenapa judul yang RKM berikan di atas, dikarenakan masih terkait dengan tulisan yang RKM tentang kebrutalan dan ketidak-manusiaan dari aparat Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Senen-Jakarta Pusat dalam kasus bentrokan dengan anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI ) yang berbuntut gedung Persatuan Gereja di Indonesia (PGI) Jl. Salemba 10 rusak berat.

Selang beberapa minggu, menurut kronologi RKM yang direlease oleh sang Ketua tepat pada tanggal 9 September 2008 pukul 23.30 malam tiga buah mobil pribadi (Avanzaberwarna silver, Opel Blaxer berwarna hitam dan Mitsubisi 4X4 Ranger) datangdan parkit di seberang sekretariat GMKI Jakarta sambil mengamati spanduk disekretariat GMKI Jakarta, setelah itu mereka mengamati spanduk yang terpampang di areal kantor yang bertuliskan Bubarkan Satpol PP, Usust JuliusSyukur CS dalang Insiden 26 & 28 Agustus, Tolak Perda Tibum No.7 tahun2008, Polisi dan Aparat Hukum Harus Netral.

Selanjutnya datang Dua mobil Satuan Pamong Praja menghampiri dan parkir di depan sekretariat lalu disusul beberapa mobil lainnya. Salah seorang dari enam pria langsug berteriak “ambil spanduknya!! !” Tindakan arogan ini dipimpin langsung oleh Haryanto Bajuri, Ketua Dinas Tramtib DKI Jakarta, sempat terjadi dialog antara Ketua Cabang DKI GMKI, Charles dengan Chrisman Siregar tentang spanduk, tetapi oleh Chrisman mengatakan bahwa GMKI boleh mengambil spanduk tersebut di kantor mereka yaitu Balai Kota lantai 2, konyol dan tidak punya otak para bawahannya ketika mereka sedang berdialog beberapa petugas Satpol PP dan satu orang bergaya pakaian preman langsung menendang Ketua Cabang dan mencoba menghentikan, sempat dilerai tetapi malah dibalas dengan tendangan oleh para petugas bahkan melemparai dengan bangku bahkan merusak meja kantin yang biasa digunakan oleh Mahasiswa YAI untuk makan siang dan istirahat.

Sang komandan Chrisman Siregar bukannya mendinginkan suasana akibat ulah daripada bawahannya malah memaki ketua Cabang dan beberapa anggota GMKI dengan kata-kata kotor (silakan anda mendeskripsikan kira-kira kata-kata apa yang terlotar jika melihat latar belakang dan namanya !) dan mengANCAM akan MENUSUK Ketua Cabang bahkan anggotanya serta orang yang berpakaian gaya preman mengANCAM akan MEMBUNUH anggota GMKI lainnya.

Lebih konyol dan tidak bisa diterima dengan akal dan otak orang waras adalah aparat Polisi Resort Jakarta Pusat tidak bisa menerima laporan mereka karena tidak ada bukti, padahal sudah sangat jelas sekali spanduk yang mereka pasang sudah diambil paksa oleh petugas Satpol PP dan juga ada unsur ancaman dan intimidasi, masak seperti itu tidak bisa dijadikan laporan.

Pengecut dan Licik ! itulah sifat yang harus dialamatkan kepada puluhan petugas Satpol PP terkait dengan kasus itu, ibaratnya adalah untuk menurunkan spanduk yang dibuat oleh aktivis mahasiswa harus menurunkan 150 orang, dan kenapa licik karena mereka berpikir kalau siang mereka menurunkan spanduk itu akan menganggu ketertiban masyarakat dan pastinya berujung bentrok tidak tertutup kemungkinan media akan turun dan merekam kegiatan mereka, sehingga mereka memilih waktu pada malam hari karena sudah pasti tidak mengganggu ketertiban masyarakat dan tentunya media tidak akan tahu dan terjadilah aksi itu, dan tentunya tidak akan diproses oleh Kepolisian Jakarta Pusat, karena ya itu tadi kurangnya bukti kuat.

Aksi dinihari ini selang 12 jam setelah acara kriminal di salahsatu stasiun menayangkan tentang kebrutalan institusi mereka secara lengkap dan detail bahkan ada sampai adegan dimana seorang satpam kantor PGI di tendang sampai terjungkal ke tanah.

Yang menjadi pertanyaan lagi adalah masih perlukah intitusi ini dibubarkan ? memang setelah kejadian ini banyak lembaga dan institusi yang mengecam aksi ini bahkan sampai Komisi Nasinal Hak Asasi Manusia turun tangan dan merekomendasikan bahwa kasus ini telah melanggar Hak Asasi Manusia.

Sudah saatnya insitusi ini di evaluasi secara mendalam, karena institusi ini tidak jauh beda dengan institusi pendidikan yang ada di Jatinangor hanya bedanya adalah tidak berujung dengan nyawa, walaupun dua institusi ini berada dalam satu atap yaitu hasil produk dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Kita tahu bagaimana kelakuan dan tugas mereka di lapangan kalau di komandoi oleh komandan mereka yang posisinya langsung nomor dua setelah kepala dinas trantib, paling sering menyusahkan masyarakat terutama kalangan pedagang kaki lima, kita bisa kenapa bisa ada kaki lima disepanjang jalan di Jakarta kecuali jalan protokol seperti Jalan Thamrin-Sudirman dan sekitar monas dan merdeka ya siapa lagi dan siapa bukan kalau para petugas bawahan inilah yang membuka, merayu kepada masyarakat kecil untuk membuka usaha dengan rayuan mereka tidak akan digusur tetapi kenyataannya begitu komandan tertinggi nomor dua mereka turun, apakah ada para petugas bawahan ini ada di lapangan ?

Lagipula pengertian Polisi Pamong Praja setahu RKM adalah Polisi yang mengayomi praja dalam hal ini masyarakat, tetapi bukankah arti Polisi Mengayomi sudah menjadi slogan dari Kepolisian Republik Indonesia, lantas apa fungsi dari Satpol PP bagi kita semua warga Indonesia ? RKM melihat peran dari institusi ini sudah menjadi semacam agency keamanan kita bisa lihat bagaimana proses sengketa tanah yang terjadi di Jalan Diponegoro dimana seharusnya yang menjaga adalah pihak kepolisian seperti Polsek Senen atau Polres Jakarta Selatan karena mereka ini paham atau hatam akan yang namanya hukum yang terkandung dalam KUHP, tetapi kenapa Satpol PP ?

Yang menjadi pertanyaan lagi adalah, siapa yang mengganti dan merenovasi gedung PGI yang telah hancur sebanyak dua kali ? karena setahu RKM, pihak Pemprov DKI lewat DKI 2 akan mengganti segala kehancuran yang dialami PGI pada saat pertama kali rusuh, tetapi ini sudah dua kali, apakah DKI 2 masih mau mengganti semua kerugian walaupun dia hanya melihat gedung PGI pada saat berkunjung pasca kejadian pertama kali ?

Saran RKM untuk urusan penggantian kerusakan kantor PGI, yang harus dan wajib mengganti segala kerugian dari kantor PGI ini para aparat Satpol PP yang pada saat dua kejadian berada dilapangan entah itu dipotong gaji atau bagaiamana termasuk sang bapak Camat Senen , karena mereka lah yang telah merusak, berani merusak berani mengganti donk, mosok DKI 2 yang harus mengeluarkan kocek daerah untuk hal yang bukan DKI 2 lakukan, pikir donk pake OTAK !

Sampai kapan Satpol PP yang artinya sangat mulia tetapi praktek di masyarakat tidak jauh beda dengan preman pasar, apakah Satpol PP akan dibubarkan dengan proyek contoh pembubaran di DKI.? Kita lihat saja nanti bersamaan dengan yang namanya kebenaran akan terungkap.

Tidak ada komentar: