Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum menuliskan apa yang menjadi pendapat penulis ijinkan penulis menghaturkan permintaan maaf kepada para pembaca jika dalam penulisan penulis membuat pembaca dan pengunjung marah, tersinggung atau apalah apa yang penulis tulis ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak ada maksud untuk memojokkan atau mencemarkan nama baik atau organisasi lewat tulisan, sekali lagi mohon maaf.
Beberapa hari ini semua media kembali menyorot ke Senayan, lagi-lagi anggota Senayan ini berbuat ulah kalau bulan lalu media mengangkat tentang usulan agar gedung Dewan di perbaiki karena (katanya) mengalami kemiringan sekitar (kalau tidak salah) 45 derajat dengan meminta anggaran sebesar Rp. 1,8M padahal gedung yang mereka tempati yang katanya miring tersebut adalah gedung baru, setelah isu gedung tersebut reda kali ini anggota dewan pun membuat kehebohan di negara ini.
Beberapa hari yang lalu anggota Dewan terutama dari partai (boleh penulis sebut) orde baru mengusulkan kepada pemerintah terutama Kementerian Keuangan Republik Indonesia agar setiap anggota Dewan di beri uang saku Rp. 15M untuk membantu pembangunan di wilayah pemilihannya ketika berkunjung atau ketika reses, alasannya karena setiap anggota Dewan sedang reses selalu saja banyak konstituen yang mengajukan proposal entah itu biaya jalan, biaya perbaikan sarana pertanian dan masih banyak lagi dan itu membutuhkan banyak biaya sehingga alasan itulah yang digunakan anggota Dewan untuk meminta negara agar mengeluarkan dana dari dompet negara untuk biaya konstituennya dan dana itu di beri nama dana aspirasi.
Bagi penulis apa yang di minta oleh anggota dewan ini antara tidak masuk akal dan juga memang ada perlunya tetapi agak aneh, maksud penulis tidak masuk akal adalah kita bisa lihat kalau memang dana itu Rp. 15M untuk satu orang per daerah pemilihannya dikalikan sekitar 500 anggota Dewan itu berarti negara harus mengeluarkan uang negara dari dompet sekitar Rp. 8,4 T wowww jumlah yang sangat besar, kemudian maksud penulis ada perlunya tetapi agak aneh begini, memang dana Rp. 15M itu sangat perlu untuk daerah pemilihan anggota Dewan tetapi aneh, kalau memang dana itu untuk daerah pemilihan daripada sang anggota Dewan, BUAT APA ada Pemerintahan Daerah berikut Kepala Dinasnya, BUAT APA ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan juga Dewan Perwakilan Daerah serta APBD kalau uang Rp. 15M untuk membangun daerah pemilihannya, lebih baik bubarkan saja itu DPRD dan DPD benar tidak ?
Ulah daripada anggota Dewan ini bukan yang pertama kali selalu mengeluarkan usulan dengan label “untuk rakyat” tetapi kenyataannya NIHIL, kita bisa lihat bagaimana anggota dewan dengan mudahnya meminta uang untuk kelancaran operasional mereka seperti kunjungan ke luar negeri dengan label studi banding dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan mencoba menerapkan apa yang mereka lihat di pemerintahan atau penerapan kebijakan oleh negara yang mereka kunjungi di negara ini tetapi nyatanya tidak ada, kita bisa lihat bagaimana anggota dewan periode lalu yang melakukan studi banding ke Jerman, Argentina, Belanda, Perancis untuk melihat bagaimana sistem perundangan, sistem transportasi massal dan masih banyak lagi yang (kata mereka, mungkin) akan di coba di negara ini tetapi sampai sekarang tidak ada hasilnya dari studi banding itu yang ada malah kiriman photo-photo para anggota Dewan ini yang sedang mementeng tas-tas yang berisi sepatu, baju dari merek-merek terkenal di negara sana sambil bergaya yang dikirimkan oleh rekan-rekan mahasiswa di Eropa bahkan para mahasiswa Indonesia di Eropa BERANI menentang keberadaan para anggota dewan ini ketika berada di sana.
Bahkan ada beberapa surat elektronik yang penulis dapat melalui jaringan milis dimana ada beberapa mahasiswa Indonesia dan juga staff diplomat Indonesia yang geram dengan kelakuan para anggota dewan ini dimana ketika mereka melakukan kunjungan ke luar mereka tidak mau bertemu dan berbincang dengan para masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa, selain itu juga mereka ketika melakukan kunjungan ke luar negeri mereka ingin diperlakukan sebagai raja dimana segala keperluan mereka harus di penuhi termasuk pasangan mereka entah itu istri atau yang lain, misalnya para staff menempatkan mereka di hotel yang bergengsi di negara mereka berkunjung, selalu di sediakan angkutan untuk mengantar-jemput mereka selama di sana belum lagi kunjungan ternasuk sang isteri, intinya kelakuan para anggota dewan ini tidak lebih seperti layaknya artis internasional yang sedang road show, jika salah satu permintaan mereka tidak dipenuhi oleh staff diplomat jangan harap karier staff ini bisa lancar posisinya karena begitu sampai di Jakarta para anggota dewan ini tidak segan-segan melaporkan kelakuan daripada para diplomat ini ke Menteri Luar Negeri untuk diperhatikan kembali anggota staff yang tidak memperhatikan para anggota Dewan ini ketika sedang berkunjung.
Kembali ke soal dana aspirasi ini menurut penulis jika negara meloloskan dana ini maka tidak yakin semua daerah pilihan akan merasakan dana ini karena kita tahu wilayah pemilihan yang paling banyak dan menguasai Senayan adalah wilayah DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jawa Timur dengan kata lain hanya Pulau Jawa saja yang merasakan sedangkan yang lain seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Perairan Maluku, Nusa Tenggara ?
Kalau menurut penulis memangnya para wakil rakyat ini tidak bisa apa mengalokasikan dana yang mereka terima setiap bulan untuk para konstituennya yang telah memilih mereka untuk duduk di Senayan selain untuk kebutuhan partai dan tentunya rumah anggota dewan itu sendiri, kalau memang tidak bisa memenuhi kebutuhan para konstituen JANGAN jadi anggota dewan.
Maksudnya ? karena penulis melihat para anggota dewan ini hanya (maaf) menang di cakap saja, pintar memainkan kata-kata kepada para pemilihnya agar memilih anggota dewan ini untuk duduk di Senayan tetapi tidak dipikir bagaimana kalau nanti mereka sudah duduk di Senayan apakah janji-janji itu bisa terlaksana, dan jadinya seperti ini para anggota dewan ini curhat bahwa mereka setiap hari selalu mendapatkan ratusan proposal agar di bantu atau ketika berada di daerah pemilihan mereka harus menitipkan uang untuk kebutuhan daerahnya sementara rakyat dan pemilihnya TIDAK PEDULI dengan kondisi para anggota Dewan ini karena yang di mata para rakyat dan pemilih bahwa anggota dewan itu KAYA, tiap rapat dapat uang, tiap kunjungan dapat uang, belum lagi ada tunjangan-tunjangan seperti tunjangan pulsa, tunjangan listrik, tunjangan cuci baju, cuci beha, g-string, celana dalam, lingerie, tunjangan bensin dan masih banyak tunjangan lain yang jumlahnya bukan Rp. 10,000 atau Rp. 50,000 melainkan berjuta-juta benar tidak ?
Kita lihat bagaimana komposisi isi dompet para anggota dewan periode yang lalu misalnya Ketua Dewan membawa pulang sebesar Rp. 30,908,000/bulan dengan rincian gaji pokok Rp. 5,040,000 kemudian tunjangan jabatan sebesar Rp. 18,900,000, uang paket Rp. 2,000,000 kemudian komunikasi intensif Rp. 4,968,000. Itu baru dompet Ketua bagaimana dengan fasilitas yang di terima anggota ? ternyata tidak jauh berbeda seperti Gaji Pokok dan tunjangan dimana setiap anggota mendapatkan Rp. 4,200,000/bulan kemudian ada tunjangan jabatan Rp. 9,700,00/bulan, uang paket Rp. 2,000,000/bulan, beras Rp. 30,090/jiwa/bulan, tunjangan keluarga sendiri terdiri jika suami/istri dimana 10% x gaji pokok Rp. 420,000/bulan, kemudian tunjangan anak dimana 25% x gaji pokok Rp. 84,000/jiwa/bulan, tunjangan pajak pasal 21 Rp. 2,699,813 itu baru gaji pokok bagaimana dengan penerimaan “sampingan” anggota Dewan ?
Ternyata tidak jauh berbeda dengan gaji pokok dimana para anggota Dewan ini menerima seperti tunjangan kehormatan Rp. 3,720,000/bulan kemudian komunikasi intensif Rp. 4,140,000/bulan, BANTUAN langganan listrik dan telepon Rp. 4,000,000 kemudian jika ada pembahasan tentang pembuatan Undang-Undang maka di bentuk Pansus dan anggota Pansus ini mendapatkan Rp. 2,000,000/undang-undang lalu ada biaya untuk asisten Rp. 2,250,000/bulan lalu ada fasilitas kredit mobil sebesar Rp. 70,000,000/orang/per periode
Ketika akan berpergian pun para anggota Dewan ini mendapatkan uang saku seperti paket pulang pergi sesuai daerah tujuan, kemudian ada uang saku harian misalnya untuk daerah tingkat I sebesar Rp. 500,000/hari, untuk daerah tingkat II sebesar Rp. 400,000/hari, kemudian untuk representatsi khusus anggota dewan dari Daerah Tingkat I sebesar Rp. 400,000 sedangkan Daerah Tingkat II sebesar Rp. 300,000 dana perjalanan ini sesuai dengan program kerja dan paling banyak selama 7 hari untuk personal dan 5 hari jika kunjungan dengan tim atau gabungan misalnya komisi, dan masih banyak lagi seperti rumah jabatan, perawatan kesehatan, serta pensiun bahkan kematian pun anggota Dewan masih mendapatkannya misalnya jika anggota Dewan wafat maka negara memberikan 3 bulan gaji, jika anggota Dewan tewas maka negara memberikan 6 bulan gaji serta biaya pemakaman sebesar Rp. 1,050,000/orang
Sekali lagi apa yang penulis utarakan di atas adalah jumlah isi dompet anggota Dewan periode 2004-2009 yang penulis dapat dari jaringan Milis, kalau sudah seperti ini MASIH pantaskah anggota dewan meminta Rp. 15M ke negara dengan label untuk rakyat ? sementara kerjanya untuk yang selama ini mereka bela BELUM terlihat nyata, menurut penulis para anggota Dewan ini BOLEH meminta Rp. 15M KALAU rakyat di Indonesia dari Sabang Merauke dari Miangas sampai Rote TIDAK LAGI ADA yang makan nasi aking, atau sekolah-sekolah di pedalaman SUDAH SAMA BAGUSNYA dengan Pos Polisi Bunderan HI, atau TIDAK TINGGAL di kandang-kandang hewan karena harus membayar yang namanya keadilan hukum, atau para penderita HIV-AIDS ini mendapatkan ARV dengan harga murah dan terjangkau, atau sarana kesehatan sudah terjamin.
Bisakah para anggota ini melakukannya ? kita tunggu saja…
Senayan, 070610 14:00
Rhesza
Pendapat Pribadi
Beberapa hari ini semua media kembali menyorot ke Senayan, lagi-lagi anggota Senayan ini berbuat ulah kalau bulan lalu media mengangkat tentang usulan agar gedung Dewan di perbaiki karena (katanya) mengalami kemiringan sekitar (kalau tidak salah) 45 derajat dengan meminta anggaran sebesar Rp. 1,8M padahal gedung yang mereka tempati yang katanya miring tersebut adalah gedung baru, setelah isu gedung tersebut reda kali ini anggota dewan pun membuat kehebohan di negara ini.
Beberapa hari yang lalu anggota Dewan terutama dari partai (boleh penulis sebut) orde baru mengusulkan kepada pemerintah terutama Kementerian Keuangan Republik Indonesia agar setiap anggota Dewan di beri uang saku Rp. 15M untuk membantu pembangunan di wilayah pemilihannya ketika berkunjung atau ketika reses, alasannya karena setiap anggota Dewan sedang reses selalu saja banyak konstituen yang mengajukan proposal entah itu biaya jalan, biaya perbaikan sarana pertanian dan masih banyak lagi dan itu membutuhkan banyak biaya sehingga alasan itulah yang digunakan anggota Dewan untuk meminta negara agar mengeluarkan dana dari dompet negara untuk biaya konstituennya dan dana itu di beri nama dana aspirasi.
Bagi penulis apa yang di minta oleh anggota dewan ini antara tidak masuk akal dan juga memang ada perlunya tetapi agak aneh, maksud penulis tidak masuk akal adalah kita bisa lihat kalau memang dana itu Rp. 15M untuk satu orang per daerah pemilihannya dikalikan sekitar 500 anggota Dewan itu berarti negara harus mengeluarkan uang negara dari dompet sekitar Rp. 8,4 T wowww jumlah yang sangat besar, kemudian maksud penulis ada perlunya tetapi agak aneh begini, memang dana Rp. 15M itu sangat perlu untuk daerah pemilihan anggota Dewan tetapi aneh, kalau memang dana itu untuk daerah pemilihan daripada sang anggota Dewan, BUAT APA ada Pemerintahan Daerah berikut Kepala Dinasnya, BUAT APA ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan juga Dewan Perwakilan Daerah serta APBD kalau uang Rp. 15M untuk membangun daerah pemilihannya, lebih baik bubarkan saja itu DPRD dan DPD benar tidak ?
Ulah daripada anggota Dewan ini bukan yang pertama kali selalu mengeluarkan usulan dengan label “untuk rakyat” tetapi kenyataannya NIHIL, kita bisa lihat bagaimana anggota dewan dengan mudahnya meminta uang untuk kelancaran operasional mereka seperti kunjungan ke luar negeri dengan label studi banding dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan mencoba menerapkan apa yang mereka lihat di pemerintahan atau penerapan kebijakan oleh negara yang mereka kunjungi di negara ini tetapi nyatanya tidak ada, kita bisa lihat bagaimana anggota dewan periode lalu yang melakukan studi banding ke Jerman, Argentina, Belanda, Perancis untuk melihat bagaimana sistem perundangan, sistem transportasi massal dan masih banyak lagi yang (kata mereka, mungkin) akan di coba di negara ini tetapi sampai sekarang tidak ada hasilnya dari studi banding itu yang ada malah kiriman photo-photo para anggota Dewan ini yang sedang mementeng tas-tas yang berisi sepatu, baju dari merek-merek terkenal di negara sana sambil bergaya yang dikirimkan oleh rekan-rekan mahasiswa di Eropa bahkan para mahasiswa Indonesia di Eropa BERANI menentang keberadaan para anggota dewan ini ketika berada di sana.
Bahkan ada beberapa surat elektronik yang penulis dapat melalui jaringan milis dimana ada beberapa mahasiswa Indonesia dan juga staff diplomat Indonesia yang geram dengan kelakuan para anggota dewan ini dimana ketika mereka melakukan kunjungan ke luar mereka tidak mau bertemu dan berbincang dengan para masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa, selain itu juga mereka ketika melakukan kunjungan ke luar negeri mereka ingin diperlakukan sebagai raja dimana segala keperluan mereka harus di penuhi termasuk pasangan mereka entah itu istri atau yang lain, misalnya para staff menempatkan mereka di hotel yang bergengsi di negara mereka berkunjung, selalu di sediakan angkutan untuk mengantar-jemput mereka selama di sana belum lagi kunjungan ternasuk sang isteri, intinya kelakuan para anggota dewan ini tidak lebih seperti layaknya artis internasional yang sedang road show, jika salah satu permintaan mereka tidak dipenuhi oleh staff diplomat jangan harap karier staff ini bisa lancar posisinya karena begitu sampai di Jakarta para anggota dewan ini tidak segan-segan melaporkan kelakuan daripada para diplomat ini ke Menteri Luar Negeri untuk diperhatikan kembali anggota staff yang tidak memperhatikan para anggota Dewan ini ketika sedang berkunjung.
Kembali ke soal dana aspirasi ini menurut penulis jika negara meloloskan dana ini maka tidak yakin semua daerah pilihan akan merasakan dana ini karena kita tahu wilayah pemilihan yang paling banyak dan menguasai Senayan adalah wilayah DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jawa Timur dengan kata lain hanya Pulau Jawa saja yang merasakan sedangkan yang lain seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Perairan Maluku, Nusa Tenggara ?
Kalau menurut penulis memangnya para wakil rakyat ini tidak bisa apa mengalokasikan dana yang mereka terima setiap bulan untuk para konstituennya yang telah memilih mereka untuk duduk di Senayan selain untuk kebutuhan partai dan tentunya rumah anggota dewan itu sendiri, kalau memang tidak bisa memenuhi kebutuhan para konstituen JANGAN jadi anggota dewan.
Maksudnya ? karena penulis melihat para anggota dewan ini hanya (maaf) menang di cakap saja, pintar memainkan kata-kata kepada para pemilihnya agar memilih anggota dewan ini untuk duduk di Senayan tetapi tidak dipikir bagaimana kalau nanti mereka sudah duduk di Senayan apakah janji-janji itu bisa terlaksana, dan jadinya seperti ini para anggota dewan ini curhat bahwa mereka setiap hari selalu mendapatkan ratusan proposal agar di bantu atau ketika berada di daerah pemilihan mereka harus menitipkan uang untuk kebutuhan daerahnya sementara rakyat dan pemilihnya TIDAK PEDULI dengan kondisi para anggota Dewan ini karena yang di mata para rakyat dan pemilih bahwa anggota dewan itu KAYA, tiap rapat dapat uang, tiap kunjungan dapat uang, belum lagi ada tunjangan-tunjangan seperti tunjangan pulsa, tunjangan listrik, tunjangan cuci baju, cuci beha, g-string, celana dalam, lingerie, tunjangan bensin dan masih banyak tunjangan lain yang jumlahnya bukan Rp. 10,000 atau Rp. 50,000 melainkan berjuta-juta benar tidak ?
Kita lihat bagaimana komposisi isi dompet para anggota dewan periode yang lalu misalnya Ketua Dewan membawa pulang sebesar Rp. 30,908,000/bulan dengan rincian gaji pokok Rp. 5,040,000 kemudian tunjangan jabatan sebesar Rp. 18,900,000, uang paket Rp. 2,000,000 kemudian komunikasi intensif Rp. 4,968,000. Itu baru dompet Ketua bagaimana dengan fasilitas yang di terima anggota ? ternyata tidak jauh berbeda seperti Gaji Pokok dan tunjangan dimana setiap anggota mendapatkan Rp. 4,200,000/bulan kemudian ada tunjangan jabatan Rp. 9,700,00/bulan, uang paket Rp. 2,000,000/bulan, beras Rp. 30,090/jiwa/bulan, tunjangan keluarga sendiri terdiri jika suami/istri dimana 10% x gaji pokok Rp. 420,000/bulan, kemudian tunjangan anak dimana 25% x gaji pokok Rp. 84,000/jiwa/bulan, tunjangan pajak pasal 21 Rp. 2,699,813 itu baru gaji pokok bagaimana dengan penerimaan “sampingan” anggota Dewan ?
Ternyata tidak jauh berbeda dengan gaji pokok dimana para anggota Dewan ini menerima seperti tunjangan kehormatan Rp. 3,720,000/bulan kemudian komunikasi intensif Rp. 4,140,000/bulan, BANTUAN langganan listrik dan telepon Rp. 4,000,000 kemudian jika ada pembahasan tentang pembuatan Undang-Undang maka di bentuk Pansus dan anggota Pansus ini mendapatkan Rp. 2,000,000/undang-undang lalu ada biaya untuk asisten Rp. 2,250,000/bulan lalu ada fasilitas kredit mobil sebesar Rp. 70,000,000/orang/per periode
Ketika akan berpergian pun para anggota Dewan ini mendapatkan uang saku seperti paket pulang pergi sesuai daerah tujuan, kemudian ada uang saku harian misalnya untuk daerah tingkat I sebesar Rp. 500,000/hari, untuk daerah tingkat II sebesar Rp. 400,000/hari, kemudian untuk representatsi khusus anggota dewan dari Daerah Tingkat I sebesar Rp. 400,000 sedangkan Daerah Tingkat II sebesar Rp. 300,000 dana perjalanan ini sesuai dengan program kerja dan paling banyak selama 7 hari untuk personal dan 5 hari jika kunjungan dengan tim atau gabungan misalnya komisi, dan masih banyak lagi seperti rumah jabatan, perawatan kesehatan, serta pensiun bahkan kematian pun anggota Dewan masih mendapatkannya misalnya jika anggota Dewan wafat maka negara memberikan 3 bulan gaji, jika anggota Dewan tewas maka negara memberikan 6 bulan gaji serta biaya pemakaman sebesar Rp. 1,050,000/orang
Sekali lagi apa yang penulis utarakan di atas adalah jumlah isi dompet anggota Dewan periode 2004-2009 yang penulis dapat dari jaringan Milis, kalau sudah seperti ini MASIH pantaskah anggota dewan meminta Rp. 15M ke negara dengan label untuk rakyat ? sementara kerjanya untuk yang selama ini mereka bela BELUM terlihat nyata, menurut penulis para anggota Dewan ini BOLEH meminta Rp. 15M KALAU rakyat di Indonesia dari Sabang Merauke dari Miangas sampai Rote TIDAK LAGI ADA yang makan nasi aking, atau sekolah-sekolah di pedalaman SUDAH SAMA BAGUSNYA dengan Pos Polisi Bunderan HI, atau TIDAK TINGGAL di kandang-kandang hewan karena harus membayar yang namanya keadilan hukum, atau para penderita HIV-AIDS ini mendapatkan ARV dengan harga murah dan terjangkau, atau sarana kesehatan sudah terjamin.
Bisakah para anggota ini melakukannya ? kita tunggu saja…
Senayan, 070610 14:00
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar