Ada dua hal yang penulis ingin ucapkan sebelum menulis lebih jauh yaitu pertama, penulis menghaturkan turut simpati dan duka cita yang mendalam kepada keluarga Pak. BJ Habibie semoga keluarga yang ditinggalkan dapat diberi kekuatan dan ketabahan dalam menerima ini semua, dan juga menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang menyinggung perasaan atau marah daripada pembaca atau pengunjung terhadap tulisan ini, tulisan ini hanya pendapat pribadi penulis.
Pasti anda bertanya kenapa penulis menuliskan judul seperti di atas ? memang penulis menuliskan judul di atas dikarenakan ada beberapa yang mungkin kita terlewat atau baru ngeh, bukan maksud menggurui tetapi sepertinya negara ini sedikit memilah-milah atau pilih kasih termasuk juga media.
Mungkin anda akan bertanya “ngapain juga ngurusin seperti itu?” tetapi kalau tidak diingatkan seperti itu mana bisa kita maju, suatu negara akan maju jika bisa mengurusi hal-hal yang kecil dan sepele. Baiklah kenapa penulis menuliskan Antara Ainun dan Dikriminasi Negara dan Media yaitu, pertama, Ibu Ainun adalah seorang ibu negara Presiden Republik Indonesia ketiga dimana beliau banyak jasa terhadap negara ini melalui lembaga-lembaga atau yayasan yang beliau didirikan seharusnya negara lebih menghargai akan jasa-jasanya..
Maksud sederhananya adalah ketika Ibu Tien Soeharto wafat, Pak Harto wafat, beberapa wakil Presiden, tujuh pahlawan revolusi wafat, hingga Presiden Gus Dur Wafat negara mengeluarkan kebijakan negara dimana memberlakukan tujuh hari sebagai hari berkabung nasional dan meminta rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Rote untuk menaikkan bendera setengah tiang tetapi kenapa ketika ibu Ainun wafat tidak ada instruksi dari Presiden untuk meminta rakyat menaikkan bendera setengah tiang untuk menghormati kepergian beliau yang telah berjasa terhadap negara ini benar tidak ? sayangnya sampai detik ini masyarakat sepertinya terbuai begitu saja namun ketika ada yang bertanya “ sudahkah anda menaikkan bendera setengah tiang untuk menghormati Ibu Ainun ? “ pasti jawabannya “ oh iya saya lupa “ atau “ mang harus ya “.
Mungkin bagi sebagian orang menganggap penulis sepele tetapi bagi penulis hal seperti ini harus bisa di sama ratakan dan tidak boleh di beda-bedakan seperti yang terjadi pada Ibu Ainun, Ibu Ainun itu juga dengan rakyat Indonesia SAMA-SAMA memiliki KTP, SAMA-SMA membayar pajak, SAMA-SAMA memegang koin dan lembaran kertas yang berlogo BI, kalau memang sama-sama kenapa harus dibedakan benar tidak ?
Kemudian soal media pun, ketika kabar ibu Ainun berpulang hanya tiga televisi yang intens memberikan tentang berpulangnya Ibu Ainun ke sang Khalik mulai dari kronologi penyakit dan wafatnya, kisah cintanya dengan Pak Habibie, hingga profil kehidupan beliau ketika masih bekerja di RSPN Dr. Cipto Mangunkusomo ditambah dengan berbagai wawancara tokoh-tokoh yang dekat dan pernah kerjasama dengan beliau, sedangkan TELEVISI LAIN hanya segelintir saja berita seperti kedatangan jenazah dari Ibu Ainun di Pangkalan Militer Halim PK, ketika sampai di rumah duka, kemudian hingga ke tempat peristirahatan terakhir beliau di TMP Kalibata ITUPUN hanya disiarkan melalui program berita mereka selebihnya TIDAK ?! tampaknya media-media kita ini (maaf, seperti mengutip istilah SMI) LEBIH SENANG menayangkan produk-produk dari kartel hiburan seperti sinetron yang menjual mimpi, cara berselingkuh dan yang lainnya…
Penulis teringat ketika jaman Ibu Tien Soeharto wafat hampir semua stasiun televisi dan tiap detik selalu menanyangkan yang terkait dengan beliau kenapa sekarang tidak ya media-media itu, walaupun dua dari tiga televisi itu sepertinya dalam tayangan ingin menunjukkan bahwa televisi mereka lebih terdepan tetapi kalau di lihat dari segi bahasa jurnalistiknya sama saja seperti copy paste dan dipanjangkan kata-katanya..
Kalau bung Karno mempunyai kata-kata bijak untuk negara ini adalah JAS MERAH- JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH, penulis pun mengingatkan juga kepada para pemimpin ini agar Jangan Sekali-kali melupakan jasa daripada para putra/I Indonesia yang berjasa terhadap negara ini. Negara ini berdiri bukan hanya dengan darah dan siasat perang tetapi juga dengan pemikiran-pemikiran ilmiah dan tindakan sosial dengan nurani..
Untuk Ibu Ainun..Bu jasa-jasa dan impian-impian ibu selama ini tidak akan kami lupakan dan akan selalu diteruskan untuk kemudian hari…
Kalibata, 250510 12:00
Rhesza
Pendapat Pribadi
Pasti anda bertanya kenapa penulis menuliskan judul seperti di atas ? memang penulis menuliskan judul di atas dikarenakan ada beberapa yang mungkin kita terlewat atau baru ngeh, bukan maksud menggurui tetapi sepertinya negara ini sedikit memilah-milah atau pilih kasih termasuk juga media.
Mungkin anda akan bertanya “ngapain juga ngurusin seperti itu?” tetapi kalau tidak diingatkan seperti itu mana bisa kita maju, suatu negara akan maju jika bisa mengurusi hal-hal yang kecil dan sepele. Baiklah kenapa penulis menuliskan Antara Ainun dan Dikriminasi Negara dan Media yaitu, pertama, Ibu Ainun adalah seorang ibu negara Presiden Republik Indonesia ketiga dimana beliau banyak jasa terhadap negara ini melalui lembaga-lembaga atau yayasan yang beliau didirikan seharusnya negara lebih menghargai akan jasa-jasanya..
Maksud sederhananya adalah ketika Ibu Tien Soeharto wafat, Pak Harto wafat, beberapa wakil Presiden, tujuh pahlawan revolusi wafat, hingga Presiden Gus Dur Wafat negara mengeluarkan kebijakan negara dimana memberlakukan tujuh hari sebagai hari berkabung nasional dan meminta rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Rote untuk menaikkan bendera setengah tiang tetapi kenapa ketika ibu Ainun wafat tidak ada instruksi dari Presiden untuk meminta rakyat menaikkan bendera setengah tiang untuk menghormati kepergian beliau yang telah berjasa terhadap negara ini benar tidak ? sayangnya sampai detik ini masyarakat sepertinya terbuai begitu saja namun ketika ada yang bertanya “ sudahkah anda menaikkan bendera setengah tiang untuk menghormati Ibu Ainun ? “ pasti jawabannya “ oh iya saya lupa “ atau “ mang harus ya “.
Mungkin bagi sebagian orang menganggap penulis sepele tetapi bagi penulis hal seperti ini harus bisa di sama ratakan dan tidak boleh di beda-bedakan seperti yang terjadi pada Ibu Ainun, Ibu Ainun itu juga dengan rakyat Indonesia SAMA-SAMA memiliki KTP, SAMA-SMA membayar pajak, SAMA-SAMA memegang koin dan lembaran kertas yang berlogo BI, kalau memang sama-sama kenapa harus dibedakan benar tidak ?
Kemudian soal media pun, ketika kabar ibu Ainun berpulang hanya tiga televisi yang intens memberikan tentang berpulangnya Ibu Ainun ke sang Khalik mulai dari kronologi penyakit dan wafatnya, kisah cintanya dengan Pak Habibie, hingga profil kehidupan beliau ketika masih bekerja di RSPN Dr. Cipto Mangunkusomo ditambah dengan berbagai wawancara tokoh-tokoh yang dekat dan pernah kerjasama dengan beliau, sedangkan TELEVISI LAIN hanya segelintir saja berita seperti kedatangan jenazah dari Ibu Ainun di Pangkalan Militer Halim PK, ketika sampai di rumah duka, kemudian hingga ke tempat peristirahatan terakhir beliau di TMP Kalibata ITUPUN hanya disiarkan melalui program berita mereka selebihnya TIDAK ?! tampaknya media-media kita ini (maaf, seperti mengutip istilah SMI) LEBIH SENANG menayangkan produk-produk dari kartel hiburan seperti sinetron yang menjual mimpi, cara berselingkuh dan yang lainnya…
Penulis teringat ketika jaman Ibu Tien Soeharto wafat hampir semua stasiun televisi dan tiap detik selalu menanyangkan yang terkait dengan beliau kenapa sekarang tidak ya media-media itu, walaupun dua dari tiga televisi itu sepertinya dalam tayangan ingin menunjukkan bahwa televisi mereka lebih terdepan tetapi kalau di lihat dari segi bahasa jurnalistiknya sama saja seperti copy paste dan dipanjangkan kata-katanya..
Kalau bung Karno mempunyai kata-kata bijak untuk negara ini adalah JAS MERAH- JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH, penulis pun mengingatkan juga kepada para pemimpin ini agar Jangan Sekali-kali melupakan jasa daripada para putra/I Indonesia yang berjasa terhadap negara ini. Negara ini berdiri bukan hanya dengan darah dan siasat perang tetapi juga dengan pemikiran-pemikiran ilmiah dan tindakan sosial dengan nurani..
Untuk Ibu Ainun..Bu jasa-jasa dan impian-impian ibu selama ini tidak akan kami lupakan dan akan selalu diteruskan untuk kemudian hari…
Kalibata, 250510 12:00
Rhesza
Pendapat Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar