Sabtu, 06 Maret 2010

Arogannya Polisi di negaraku




Pertama-tama penulis menghaturkan turut simpati kepada rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) Makassar yang kantornya mengalami kerusakan akibat kebrutalan aparat kepolisian Makassar, kemudian penulis memohon maaf kepada para pembaca atau siapa pun yang merasa tersinggung atau terpojok karena tulisan ini, tulisan ini adalah bentuk ekspresi penulis terhadap apa yang penulis lihat dengan menggunakan nurani..

Setelah hampir 4 bulan kita disuguhkan dengan berita-berita soal kasus aliran dana bank Century yang akhirnya hasil dari investigasi anggota dewan berbuah hasil walaupun banyak pihak masih belum yakin titik akhirnya, ketika sidang paripurna DPR berlangsung banyak mahasiswa berbagai daerah mulai dari ujung Sabang hingga Merauke dari Mianggas hingga Pulau Rote berdemo mengawal kasus ini hingga jelas.

Dari semua kota hanya Makassar lah yang boleh dibilang agak panas karena selain berdemo mereka juga sempat bersitegang dengan aparat keamanan setempat, ujung dari demo-demo di Makassar berakhir dengan adanya tindakan perusakan sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) Makassar dan juga intimidasi disertai penganiayaan oleh aparat Kepolisian Makassar kepada para mahasiswa HMI, akibat aksi ini Makassar dilanda ketegangan seperti kasus kerusuhan 98 dimana Polisi dan mahasiswa saling mengklaim akibat dari aksi ini muncul demo-demo yang dialamatkan kepada kepolisian di berbagai daerah.

Penulis tidak merinci detail apa yang terjadi tetapi lebih kepada tingkah laku aparat dalam menjaga ketertiban, mungkin bagi orang awam apa yang dilakukan oleh mahasiswa ini berlebihan dan arogan, tetapi kalau menurut penulis bukan maksud membela mahasiswa atau apa tetapi ada yang salah, memang satu sisi apa yang dilakukan oleh mahasiswa dengan cara bakar ban, pemblokiran jalan salah karena membuat masyarakat yang sama-sama punya hak akan jalan itu terabaikan tetapi arogan aparat pun juga salah dalam “membersihkan “ jalan tersebut.

Kita bisa lihat bagaimana cara-cara aparat dalam mengendalikan mahasiswa masih menggunakan cara-cara jaman orde baru walaupun tidak lagi menggunakan senjata api tetapi tetap saja menurut penulis mahasiswa ini di mata polisi seperti binatang ! anda bisa lihat bagaimana polisi dengan seenaknya memukul mahasiswa dengan pentungan baik kayu maupun plastik tetapi didalam terbuat dari campuran semen, atau dengan menendang secara sembarang ketika mereka menangkap, tetapi ketika ditanya wartawan atau didemo bahwa Polisi melakukan tindakan yang melanggar HAM, para komandan mereka dengan SANTAInya bahkan diselingi senyuman dan SOK akrab mengatakan bahwa yang melakukan itu oknum, dalam OTAK penulis yang namanya oknum itu orang yang berpura-pura sebagai apa yang sedang ia liat misalnya oknum Polisi berarti dia tidak 100% polisi, tetapi apa yang terekam itu bukan oknum tidak mungkin yang memukul mahasiswa itu oknum dengan seragam dan atribut secara jelas bahkan menerima gaji bulanan !

Sebenarnya kasus di Makassar ini bisa diredakan sehingga tidak sampai menimbulkan eskalasi yang besar dari tiap daerah, seperti pertama, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Kapolda Sulselbar), Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (intelkam), Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar (Kapolwiltabes) Makassar dan Kepala Intelkam Polwiltabes Makassar secara terbuka meminta maaf kepada Masyarakat Makassar dan Indonesia serta Mahasiswa HMI, Mengganti segala kerugian, dan SIAP dipecat atau mengundurkan diri dari institusi dengan nurani tanpa harus disuruh atau ditekan karena percuma saja kalau cuma dicopot dan di tarik ke Mabes dengan posisi non job karena itu tidak akan membuat efek jera dan takut kepada bawahannya untuk tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji, karena itu efek jeranya cuma bertahan 6 bulan sampai 1 tahun setelah itu dapat telegram rahasia dari Kapolri untuk berdinas di Polda lain.

Kedua, memproses peradilan bagi aparat yang melakukan pengrusakan dan intimidasi itu dan secara transparan kepada media dan masyarakat, kenapa penulis bilang begitu ? karena selama ini penulis melihat banyak aparat keamanan yang melakukan tindak kriminal tidak pernah transparan dalam proses hukum, jangankan transparan ditunjukkan mukanya saja tidak pernah ke media TETAPI GILIRAN maling motor, pemakai sampai bandar narkoba, pemerkosa, sampai koruptor dengan bangganya mereka mengundang wartawan ketika gelar perkara atau press confrence dan mempersilakan jurnalis untuk mengambil gambar para tersangka ini, benar tidak ?!

Ketiga, menata kembali sistem pengamanan dalam hal demonstrasi maksudnya adalah dalam kegiatan demonstari aparat tidak melihatnya sebagai kiamat atau bahaya yang luar binasa, dengan membuat pagar hidup hingga berlapis-lapis dan begitu bergerak sedikit langsung mendorongnya dengan emosi setelah itu memukul dengan tongkat atau pake water canon dan gas airmata, bukankah lebih elegan kalau dengan pembicaraan atau mengawasi dari jarak yang wajar, begitu membahayakan baru menambah kekuatan bukan seperti yang terjadi di Makassar dan Jakarta karena penulis yakin para mahasiswa ini sebenarnya dalam demo tidak pernah sedikit pun diotaknya untuk rusuh, mereka ini rusuh karena dibuat takut oleh aparat dengan menurunkan pasukan yang boleh penulis katakan ibarat memindahkan kantor polisi di depan mereka contoh lah penanganan demostran di luar Indonesia yang tertib bahkan rusuh pun tidak ada darah keluar setetes pun !

Penulis juga tidak sependapat dengan pernyataan bahwa mahasiswa yang berdemo atau tawuran adalah mahasiswa yang tidak mempunyai intelektual atau otak, memang satu sisi boleh dibilang begitu tetapi apa yang mereka lakukan ini dalam hal demo karena mereka tidak puas dengan apa yang terjadi dan melakukannya dengan demo, penulis bertanya apakah masyarakat bisa melakukan demo ini untuk menjawab apa yang masyarakat alami, anda sebagai masyarakat paling hanya bisa menggerutu ketika harga beras naik, atau harga susu naik atau harga bensin naik sementara mahasiswa mana bisa mereka menggrutu benar tidak ? walaupun masih banyak cara lain tanpa harus demo yang berakhir anarkis, kita bisa lihat bagaimana tahun 98 dimana mahasiswa bisa menjungkirbalikan sebuah dinasti karena mereka secara nurani MUAK dengan sikap para pembesar negara ini, kalau tanpa mahasiswa apakah dinasti cendana bisa digulingkan oleh masyarakat yang terdiri dari ibu rumah tangga, pengusaha, pekerja kantoran yang parlente, supir angkutan umum, guru, PNS, PRT ?

Apa yang terjadi di Makassar menjadi pelajaran bagi kita semua yaitu bagi polisi cobalah bersikaplah sesuai kewajaran dalam mengawal demonstran kemudian dalam proses penyidikan dengan transparan serta tanpa pandang apakah yang menjadi tersangka itu rekan anda sendiri kalau bisa tunjukkan wajah dari rekan anda ini kalau bersalah dan dijadikan tersangka, jangan cuma maling motor dan penjahat kriminal lain yang ditunjukkan dan dengan Nurani mundur tanpa harus di suruh atau sampai di pecat. Bagi mahasiswa kiranya anda pun dalam berdemo dengan santun boleh rusuh tetapi ingat apa yang anda bawa demo demi masa depan negara ini bukan untuk kepentingan anda, organisasi atau (maaf) yang membayar anda.

Dan untuk masyarakat agar lebih kenal lagi dengan situasi demo ala mahasiswa, anda boleh menegur mereka jika memang kelewat tetapi jangan bersikap arogan dan menuduh yang tidak-tidak ketika hak anda untuk sementara di pasung oleh mahasiswa apalagi menantang mereka.

Semoga kejadian di Makassar ini tidak terulang lagi dan menjadi pelajaran bagi semua yang merasa dirinya orang Indonesia….


Senayan, 060310 17:30


Gie Gustan
Mantan Aktivis
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: