Rabu, 10 November 2010

Protokoler Ternyata Lebih Kejam Daripada Pembunuhan (bag 1)


Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagaian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf

"Tidur di kasur baru kemarin, dari 29 balita kemarin sore dipinjamin tiga kasur busa. Besok dikembalikan, “ Agustinus Mujimin


(lengkapnya )


Kenapa penulis menuliskan judul di atas seperti itu di karenakan adanya berita yang tidak mengenakann di samping berita tentang duka saudara-saudara kita yang ada di Wasior, Mentawai, Merapi dan tempat lainnya. Tulisan ini lebih kepada peringatan buat orang-orang yang merasa pemimpin atau koleganya agar lebih respek dan menggunakan nurani daripada mengikuti apa kata protokoler atau anak buah.

Kita tahu bagaimana para pemimpin ini selalu di awasi gerak-geriknya oleh sejumlah kelompok yang memperkenalkan diri sebagai pasukan pengawal, ajudan atau apapun namanya bahkan fungsi mereka ini lebih vital daripada para pemimpin atau bos mereka tetapi dari vitalnya itu malah lebih menyesengsarakan masyarakat atau orang-orang yang sedang di kunjungi oleh pemimpin mereka.

Kasus yang penulis utarakan adalah terjadi di kawasan Merapi dimana para pemimpin kita datang kesana untuk meninjau situasi terakhir baik itu kondisi Merapinya sendiri begitu juga dengan rakyatnya tetapi apa yang di dapat tidak sesuai dengan apa yang kita bayangkan dengan apa yang di sebut empati secara nurani.

"Kamu pimpinan kelompok, yah. Nanti kalau Bapak Presiden datang bilang 'Hormat kepada Bapak Presiden Republik Indonesia siap grak'," kata guru lain kepada seorang siswa. Si murid hanya manggut-manggut.


[Lengkapnya]


Ada beberapa jurnalis yang menulis bagaimana persiapan sebelum pemimpin ini meninjau yang menurut penulis agak kurang masuk akal dan terkesan menutup-nutupi apa yang sudah terjadi di depan mata atau istilahnya dibersihkan dulu padahal kita mau pemimpin kita tahu dan merasakan apa yang dirasakan oleh kita.

Seperti yang terjadi di Merapi dimana seorang jurnalis melaporkan bahwa sebelum kedatangan sang pemimpin negara ini semua akses jalan yang akan di lewati oleh sang pemimpin di perbaiki supaya nyaman padahal sebelumnya kondisi jalan tersebut memprihatinkan dan sangat parah kondisinya tetapi begitu sang pemimpin ini datang maka jalan yang tadinya memprihatinkan dan parah kondisinya berubah menjadi mulus tanpa ada lubang sedikit pun Walah seperti adegan sulap di tipi-tipi.

Kalau urusan mengubah jalanan yang tadinya rusak parah menjadi bagus bagi penulis tidak ada masalah walaupun dilemma tetapi yang lebih menyakitkan adalah ketika para korban mengungsi ini di arahkan layaknya seorang pemain sinetron yang diarahkan oleh seorang sutradara, sutradara dalam kali ini adalah Rombongan sirkus (baca: Protokoler dan keamanan) daripada lingkaran sang pemimpin yang kemana-mana SELALU menyusahkan rakyat entah itu di jalan hingga mengakibatkan beberapa orang pada tahun 2004 harus tercabut nyawanya di tol atau sampai membuat seorang gadis kecil mengalami trauma karena ke-egoisan daripada rombongan sirkus ini walaupun sang juru bibir mengatakan bahwa iringan-iringan akan di kurangi tetapi nyatanya ? sampai kemarin ( 4/11) sekitar pukul 13.00 melintas rombongan sirkus pemimpin ini yang terdiri dari 4 motor patwal, 2 motor gede jenis sport dan lebih dari 20 mobil katergori SUV dan minivan melintas di daerah Taman Suropati, Jakarta Pusat apakah ini yang di sebut penghematan iring-iringan seperti yang di ucapkan oleh JURU BIBIR ISTANA ?

"Di sini senang di sana senang...di mana-mana hatiku senang. Di sini senang...di sana senang, di mana-mana SBY senang," teriak anak-anak tersebut.


Seperti contoh yang di tuliskan oleh para jurnalis ini adalah pada saat bencana wasior dimana menurut salah satu korban yang bercerita kepada media bahwa mereka diangkut oleh beberapa truk tronton untuk di drop di sebuah tempat yang ternyata tempat untuk berbicara dengan sang pemimpin lengkap layaknya sebuah kegiatan resmi dimana ada tenda dan sebagainya, begitu ditanya oleh Jurnalis salah satu korban itu mengatakan bahwa sebelum mereka diangkut ke tempat itu, tempat itu tidak jelas dan tidak berbentuk karena dampak dari bencana tetapi ketika pemimpin itu datang maka tempat itu pun di sulap menjadi lebih bagus.

Itu yang di Wasior lantas apakah di Merapi sama atau beda tau lebih parah daripada Wasior ? ternyata Kondisi Merapi lebih parah daripada Wasior dan lebih parah daripada settingan di Wasior dimana yang dituliskan oleh seorang Jurnalis dan beredar di jejaring social dimana tempat para korban Merapi di tampung (baca: BARAK) di rapikan oleh rombongan sirkus untuk menjamu sang pemimpin untuk melihat kondisi, yang lebih tragis adalah (mungkin) tanpa sepengetahuan sang pemimpin para rombongan sirkusnya men-set layaknya sutradara sinetron stripping orang-orang di sekitar dan tinggal di barak agar di latih bahasa tubuhnya ketika sang pemimpin mencoba mangajak bicara atau apa apun yang sang pemimpin lihat termasuk nyanyian selamat datang yang dinyanyikan oleh anak-anak sekolah ketika sang pemimpin ini memasuki tempat Barak.

Atau ketika bencana Tsunami Mentawai dimana pak Beye berada di Hanoi dan memutuskan untuk kembali sejenak ke tanah air untuk meninjau Mentawai tiba-tiba sebuah portal berita menuliskan bahwa rombongan sirkus sudah datang ke Mentawai untuk mempersiapkan itu semua, dan LEBIH LUCUNYA adalah KALAU MEMANG pak Beye itu pemimpin dengan latar belakangnya Militer kenapa juga HARUS MENUNGGU INSTRUKSI dengan menginap satu hari di Kota Padang daripada rombongan sirkus ini dan bukannya langsung datang ke TKP menit itu juga !!!

Dari itu semua penulis Cuma melihat bahwa pemimpin negara ini TIDAK BERANI alias TAKUT sama rombongan sirkusnya, kenapa penulis mengatakan itu ? kita bisa lihat BAGAIMANA pemimpin kita HANYA BISA menerima BUKAN melakukan tindakan SPONTAN dari ketentuan yang sudah dirancang oleh rombongan sirkusnya, tindakan ini mengingatkan penulis dengan sebuah acara talkshow dimana salah satu menterinya mengatakan tentang sistem keamanan “bos”nya ketika di jalan terkait dengan kasus Tol Cibubur dan surat pembaca dimana sang menteri ini mengatakan bahwa beliau ketika di dalam kendaraan tidak tahu apa yang terjadi di luar sana begitu sampai baru di beritahu jika ada kecelakaan seperti kasus Cibubur empat tahun yang lalu

Padahal kita semua tahu kalau seorang manusia mendapatkan predikat sebegai pemimpin di sebuah negara karena dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk rakyat tetapi nyatanya yang terjadi saat ini adalah pemimpin kita memang bekerja tetapi apakah itu untuk rakyat atau tidak kita tidak tahu. KALAU MEMANG pak Beye itu seorang pemimpin SEHARUSNYA kasus Cibubur 4 tahun yang lalu sehingga membuat seorang supir bus yang usia lanjut harus menjadi TUMBAL daripada KELAKUAN rombongan sirkus ini bisa membuat pak Beye memerintahkan iring-iringan berheni dan pak Beye turun dan ikut membantu BUKANnya jalan terus dan sampai di Istana baru di beri tahu kalau tadi ada kecelakaan, memang pemimpin kita ini TIDAK PUNYA MATA untuk melihat sekitar baik depan belakang samping kanan dan samping kiri yang ia lewati bersama iring-iringan sampai baru tahu di Istana kalau jalan yang ia lewati itu sudah memakan korban jiwa dan menyebabkan satu orang harus menjadi pesakitan apa yang ia tidak perbuat atau SEBELUM MASUK ke mobilnya pak Beye DIBERIKAN semacam kaca mata dan penyangga leher yang HANYA BISA MENATAP KE DEPAN oleh rombongan sirkus !!

Penulis sich berpikir sudah saatnya para pemimpin kita ini mulai dari Presiden hingga Kepala Desa HARUS BERONTAK terhadap sistem protokoler YANG MEMUAKKAN jangan lah para pemimpin kita ini seperti KERBAU DICUCUK HIDUNGnya oleh protokoler dan sistem pengamanan kalau memang bekerja untuk negara dalam hal ini rakyat, sudah banyak pemimpin negara di dunia yang mulai melepaskan atau menolak tawaran daripada rombongan sirkus ketika beliau bekerja seperti Presiden Philipina, Benigno Aquino III dan Perdana Menteri Inggris Raya, David Camerron bahkan menteri-menteri di negara Eropa pun kemana-mana tanpa raungan sirene dan merasakan macet bersama dengan rakyat di jalan raya karena menteri-menteri di negara Eropa dan benua lainnya SADAR DIRI kalau mereka DIPILIH dan BEKERJA untuk rakyat, rakyatlah YANG MEMBAYAR mereka lewat pajak termasuk jalan yang mereka lewati atau halusnya adalah Menteri dan Kepala Negara di negara luar sana seperti Eropa adalah (maaf) KACUNG dan rakyat adalah MAJIKAN !!! dan kalau TIDAK SANGGUP bekerja atau ada aib dalam diri mereka, SECARA LANGSUNG tanpa harus dipaksa atau dimunculkan dulu ke media lewat tulisan-tulisan tajam jurnalis, mereka RELA MUNDUR sebagai rasa tanggungjawab mereka terhadap rakyat, sedangkan para pejabat di negara ini dengan rakyatnya ??!!!

Taman Suropati, 061110 16:00
Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: