Kamis, 30 Oktober 2008

Akhirnya RUU Selangkangan di tandatangani juga..


Setelah berdebat kusir hingga terjadi semacam rasisme yang dilakukan oleh seorang anggota DPR ketika berhadapan dengan massa, akhirnya pada tanggal 28 Oktober 2008 pukul 23.00 Wib bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda RUU Pornografi ditanda tangani oleh 8 fraksi dari 10 fraksi yang ada di Senayan dihadapan Menteri Agama dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan selaku wakil Pemerintah Republik Indonesia, ke-8 fraksi tersebut adalah FPKS, FPAN, FPD, FPG, FPBR, FPPP, dan FKB, sedangkan 2 fraksi yang menolak tanda tangan bahkan mengajukan Walk Out adalah F-PDIP dan F-PDS.

Dengan ter-tanda tangani RUU ini oleh anggota DPR untuk dimasukkan kedalam berkas ke Istana untuk dibaca dan ditanda tangani oleh Presiden maka tidak ada lagi yang berhak memprotesnya karena nantinya kita semua akan menaati UU itu kecuali kalau ada yang me-judicial review yang sekarang ini sedang in.

Yang menjadi pertanyaan sekarang ini menanggapi komentar pemerintah melalui Menteri Agama yaitu apakah dengan keluarnya RUU ini maka segala yang berbau pornografi akan segera hilang dari peredaran bumi Indonesia ? belum tentu.

Apa yang ada didalam pasal UU ini menurut penulis dan mungkin menurut pandangan sebagaian orang ada yang rancu kenapa ? kita bisa lihat sebagai contoh Pasal 1 ayat (1) RUU Pornografi mendefinisikan pornografi sebagai,
"…materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Didalam barisan kalimat itu terdapat kata ‘dapat’ di sini diyakini berpotensi menimbulkan multitafsir saat penerapannya nanti, karena dorongan hasrat seksual seseorang tidak dapat disamaratakan. Bagaimana mengukurnya dan apakah pemerintah bisa mengukur kadar ‘dapat’ tersebut? Selain itu juga kata ‘Pornografi’ juga sampai sekarang belum jelas arti kata tersebut secara sesungguhnya apakah hanya perkaitan dengan urusan (maaf!) kelamin atau sesuatu yang tadi penulis katakan’dapat’ membuat orang baik laki-laki maupun perempuan melakukan !
Sebenarnya RUU ini dibuat karena adanya kepanikan yang sudah memuncak daripada kalangan elite di Senayan dan kawasan Istana karena melihat banyaknya industri esek-esek yang sudah tidak bisa dikontrol lagi, bahkan ada yang bisa diakses oleh semua kalangan terutama kalangan remaja dan anak-anak usia dini, pengaturannya pun hanya untuk melindungi kaum wanita dan anak-anak sedangkan pria ?

Tetapi yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, dengan adanya RUU ini yang nantinya akan ditanda tangani oleh RI-1 dan dicantumkan nomor registrasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai tanda berlakunya UU ini secara otomatis industri esek-esek terutama di Indonesia akan tutup ? belum tentu ! anda mungkin pernah membaca tulisan penulis ketika dibukanya kembali RUU ini dimana sebuah analisa yang dikeluarkan pada tahun 2007 yang penulis dapatkan bahwa semua penghasilan yang dihasilkan oleh semua perusahaan elektronik dan teknologi seperti perusahaan milik orang paling kaya saat ini Bill Gates,microsoft, kemudian Google, e-bay, Amazon, Yahoo!, Friendster, Myspace atau bahkan industri jejaring sosial yang lagi trend Facebook sekalipun tidak mampu mengimbangi pendapatan industri pornografi apalagi hasil keuntungan dari semua perusahaan itu digabung dengan semua penghasilan daripada seorang Kanselir, Presiden bahkan Perdana Menteri dalam periode satu tahun, karena pendapatan dari
industri pornografi ini bisa ditaksir mencapai US $ 500 Milliar ( silakan konversikan sendiri ke Rupiah!!! )

Sekarang kalau RUU ini sudah diteken, apakah mereka bisa menjamin dan membedakan mana materi yang berindikasi pornografi dan mana materi yang berindikasi pornografi tetapi untuk materi pembelajaran seperti materi kuliah Fakultas Kedokteran tentang Anatomi atau alur pembuahan yang tentunya harus ditampilkan secara detail kalau diluluskan RUU ini maka akan sulit mahasiswa kedokteran jika (misalnya) mengunduh bahan anatomi untuk tugasnya karena akan melanggar pasal 1 dari RUU Pornografi dan bisa berujung ke Hotel Prodeo karena masalah ini !

Dalam hal budaya juga kita tidak bisa lihat lagi bagaimana para penari kerajaan terutama di Jogjakarta yang selama ini menari menggunakan kemben yang memperlihatkan bahunya, begitu juga di Bali dan daerah lain yang mana pakaian daerahnya sebagian besar terbuka dan memperlihatkan bagian tubuhnya, dengan RUU ini maka nilai budaya kita tidak akan ada harganya lagi, karena akan langsung dicap pornografi dan melanggar pasal 1 betul tidak!

Penulis tidak yakin dengan suksesnya RUU ini menjadi UU dikemudian hari atau ibaratnya RUU ini nantinya akan menjadi (maaf!) anget-anget tahi ayam sama seperti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik pusat maupun daerah, kita bisa lihat kok contohnya di wilayah DKI bagaimana kabarnya UU No.75 tentang larangan merokok di tempat umum ? dimana ketika masih dalam tahapan RUU banyak pihak meragukan tetapi pemerintah DKI terus maju dan akhirnya jadilah UU itu, tetapi kenyataannya mana ! masih banyak hingga detik ini perokok yang seenak mulutnya menghisap dan mengepulkan asap rokoknya secara sembarangan di tempat umum ! bahkan di Balai Kota sendiri, ada staff kedutaan salasatu negara Eropa ketika berkunjung ke Balai Kota dengan santainya menyalakan dan mengepulkan asap cerutu yang dikeluarkan dari mulut sang staff hingga keluar dari Balai Kota untuk kembali ke kantor Keduataan mereka, tetapi ketika ditanyakan oleh wartawan kepada orang nomor wahid di balai kota hanya dijawab dengan senyuman, tanpa ada tindakan sama sekali ! apa karena mereka tamu yang nantinya karena masalah sepele bisa merusak hubungan antar negara ! jadi percuma sajalah banyak produk hukum dibuat kalau akhirnya hanya menjadi kenangan !

Lebih baik dalam masalah ini kiranya peran aparat keamanan lebih difokuskan BUKAN membuat perangkat hukum, dengan fokus dan tegasnya aparat keamanan tidak mustahil masalah pornografi bisa dihilangkan walaupun tidak seratus persen, tetapi kenyataannya dilapangan tidak sesuai, dan lagipula sudah saatnya pemerintah terutama Kementerian Pendidikan Nasional dan anggota dewan membuat semacam perangkat dan kurikulum tentang pendidikan seks, mungkin dengan adanya kurikulum pendidikan seks baik disekolah maupun peran orangtua dalam memberikan penjelasan tentang apa itu seks paling tidak hasrat anak untuk mencari tahu tentang apa itu seks dan teman-temannya dapat direndam karena adanya pendidikan seks itu, karena selama ini kita bisa lihat di berbagai tayangan kriminal bagaimana bocah belasan dapat dan dengan mudah memperkosa anak kecil ketika ditanya alasannya kenapa berbuat seperti itu adalah akibat menonton tayangan pornografi, dan juga TIDAK MAMPU dan BECUS-nya orangtua dalam memberikan penjelasan kepada anak karena bagi mereka TABU membicarakan seks kepada anak ! bukankah lebih elegant kalau memberikan penjelasan secara persuasif tanpa menggurui kepada anak tentang pendidikan seks daripada MALU ketika tahu anaknya ditangkap oleh aparat dengan pasal pemerkosaan karena selama ini dan mungkin banyak orangtua di Indonesia tahu bahwa anak-anaknya tidak akan menyentuh dan mengenal yang namanya pornografi tetapi malah LEBIH JAGO anaknya daripada orangtua dalam urusan (maaf!) perang kelamin

Jadi kita lihat saja bagaimana nyawa dari RUU ini yang sebentar lagi akan digoreskan tinta yang keluar dari pena sang RI-1 menandai bahwa RUU ini menjadi UU, apakah dengan UU ini industri pornografi khususnya di Indonesia semakin lama semakin hilang sehingga tidak ada lagi tayangan kriminal pemerkosaan akibat tayangan film porno atau kebudayaan kita yang semakin lama hilang dan tiba-tiba muncul di negara tetangga dengan klaim sebagai salahsatu warisan budaya negara tersebut..bahkan ada yang hengkang dari NKRI dan membuat negara sendiri !! semoga saja kalimat terakhir tidak terjadi..kalau terjadi mari kita salahkan para anggota dewan ini ke meja hijau karena telah merusak identitas budaya dengan produk hukum yang tidak jelas !

Saritem 291008 21:10

Tidak ada komentar: