Mungkin inilah yang bisa dibanggakan oleh dunia sepakbola negara ini, lebih banyak Training Center- TC daripada hasil yang membanggakan di dalam suatu kejuaraan. Kenapa penulis bilang tersebut karena paling tidak yang terakhir ini adalah bukti dari banci TC PSSI.
Yaitu PSSI U-16 yang bertanding di kejuaraan sepakbola Junior yang berlangsung di Taskent- Turkmenistan dimana, semua pemain berlatih bersama disalah satu barak kesatuan dari militer sampai-sampai barang pribadi milik semua team dibobol maling, tapi hasilnya mana ? tersingkir dari kejuaraan itu dengan jumlah gol ibarat tim yang baru mengenal sepakbola padahal TC sudah berbulan-bulan, kemudian semua atlet sepakbola wanita dikumpulkan untuk latihan dalam mempersiapkan kejuaraan Piala ASEAN Wanita – AFF Women yang berlangsung di negara Paman Ho, Vietnam lantas apakah nasib mereka beda tipis dengan adik-adik mereka atau malah sebaliknya ? sama saja, sama-sama TERSINGKIR.
Itu baru Timnas yang bermain di lapangan bola yang sebenarnya, bagaimana dengan prestasi Timnas Futsal yang lapangan dan jumlah pemainnya beda dengan pemain bola lapangan, ternyata tidak jauh berbeda atau ibarat istilah anak sekarang adalah beda tipis 11-12 dengan prestasi sepakbola lapangan besar hanya mampu bertahan di fase group kalaupun lolos ke tingkat prestius hanya duduk di runner-up.
Lalu yang menjadi pertanyaan semua penikmat sepakbola nasional di negara ini adalah ada apa dengan PSSI kenapa semua tim yang dipersiapkan ketika melakukan apa yang sudah didapat di pelatnas hancur berantakan dalam hitungan 90 menit ? mari kita sekarang bertanya kepada para pengurus yang berkantor di Pintu IX Kompleks Gelora Bung Karno berkaitan dengan hal ini.
Kalau menurut penulis apa yang di terjadi dalam kegiatan sepakbola negara ini ketika mengikuti kejuaraan internasional adalah kesalahan daripada pengurus itu sendiri karena mereka tidak peduli akan sepakbola negara ini hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri atau kelompok yang membawa mereka ke Pintu IX untuk mengembangkan sepakbola negara ini bisa sejajar dengan sepakbola negara asia timur masih diurutan kesekian didalam pikiran mereka.
Ini sudah terbukti, kita bisa lihat adakah timnas yang dipersiapkan semuanya lolos dari fase grup atau babak pertama ? jawabnya tidak ada ! Timnas Merah Putih yang pada tahun 2007 kemarin di ajang Piala Asia sebenarnya Bambang Cs bisa lolos ke babak kedua tapi karena faktor gol jadinya mereka tidak lolos dari fase kedua hanya itulah yang bisa kita banggakan pertama dan terakhir dengan spririt Ini Kandang Kita. Apa yang menyebabkan semua tim yang dipersiapkan gagal semua.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan prestasi timnas kita mandek atau mandul untuk maju ke babak kedua suatu turnament yaitu, pertama, kurangnya persiapan dalam hal ini metode kalender pertandingan liga negara ini beda dengan kalender yang dibuat oleh otoritas tinggi sepakbola baik tingkat dunia atau Asia sehingga inilah yang membuat prestasi timnas kita mandek, tidak ada dalam sejarah sepakbola dimana ajang Piala Dunia semua liga dunia meliburkan kompetisinya hanya Indonesialah yang masih menggelar musim kompetisi.
Kedua, tidak adanya komunikasi dan sosialisasi antara PSSI dengan para manajemen klub dalam hal pemanggilan pemain, kenapa? Karena negara kita masih menganut sistem konservatif dimana klublah yang punya hak untuk memberi izin atau tidak pemain itu ke pelatnas bukan dasar panggilan negara layaknya tentara, sementara yang namanya tugas negara tidak perlu menggunakan surat izin, jadinya seperti ini kita masih bisa melihat bagaimana konflik antara PSSI dengan para manajemen klub ketika PSSI mengeluarkan kebijakan program 6 bulan di Belanda untuk persiapan ke ajang Asian Games yang langsung diprotes oleh klub dengan mengatakan kalau pemain dari klub mereka harus mengikuti pelatnas selama 6 bulan siapa yang mengganti dan membayar pemain itu dalam kompetisi ini, ini konyol sekali dimana setiap pemain dinegara manapun pasti menginginkan dipanggil ke Timnas untuk bela negara tetapi di Indonesia justru di halang-halangi
Ketiga, dari pemainnya itu sendiri sepertinya tidak minat untuk bela negara lebih mementingkan bonus dan keuntungan untuk diri sendiri, ini terbukti masih soal program 6 bulan ke Belanda persiapan Asian Games salahsatu pemain yang dipanggil untuk program itu mengatakan kalau kami ke Belanda siapa yang akan menanggung kami disana dan keluarga kami di Indonesia, memang kita tidak usah munafiklah soal kesejahteraan tetapi kan pasti ada solusinya kenapa PSSI membuat ini.
Kalau dipikir-pikir dan disamakan pemain sepakbola dan tentara sebenarnya tidak jauh beda ruang lingkup dan kerjanya yaitu sama-sama membela negara tetapi kenapa tentara kita bisa lancar kalau dipanggil untuk membela negara misalnya menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB di negara konflik sementara pemain sepakbola ketika dipanggil untuk pelatnas suatu kejuaraan internasional yang membawa nama negara susahnya minta ampun, kalau dilihat dari segi kesejahteraan tentara lebih (maaf) prihatin daripada pemain bola tetapi kenapa tentara lebih bisa menerima daripada pemain bola.
Yang harus diperhatikan oleh PSSI dan tentunya klub supaya nama negara kita khususnya sepakbolanya tidak seperti judul diatas adalah, sesuaikanlah kalender kompetisi itu dengan kalender kompetisi yang dibentuk dan dibuat oleh FIFA dan AFC toch negara Amerika, Eropa, Afrika, Australia dan Asia sebagian bisa selesai kompetisinya dengan tepat waktu, jangan sampai seperti kasus Piala Dunia 2006 kemarin dimana kompetisi liga dunia libur, liga Indonesia dan Copa Indonesia masih jalan begitu kompetisi liga dunia mulai bergaung malah liga Indonesia libur.
Selain itu juga ada tindakan tegas kalau memang susah diatur baik klub, perorangan dari klub hingga ke pemainnya, walaupun ini bertentangan dengan Hak Asasi dari pemain itu sendiri, tapi apakah mereka lebih memikirkan uang, bonus gol walaupun tidak munafik ketimbang masuk Timnas, contohlah prestasi dari negara Pantai Gading, Togo negara kecil dan bahkan jauh dari kesan modern jika dibandingkan dengan negara kita yang semuanya tersedia mereka bisa masuk dalam ajang Piala Dunia di Jerman kemarin, karena apa, pemain mereka sadar Uang bukanlah segala bagaiamana negara mereka yang selama ini mungkin terstigma dengan perang saudara, kemiskinan yang selalu diliput oleh stasiun televisi dunia bisa terobati dengan prestasi olahraga dan sudah terbukti, coba sekarang kita melihat Indonesia sudah terstigma politik dan selalu dijauhi dengan ancaman travel warning yang dikeluarkan semua Kementerian Luar Negeri di dunia tetapi sepakbolanya mana adakah prestasi ? seperti pepesan kosong atau masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Dan tentunya adalah yang paling utama adalah para pengurus dari Federasi Sepak bola kita, apakah mereka mengerti akan tugas mereka di Pintu IX itu atau hanya sekedar formalitas biar dianggap terhormat atau karena mereka sudah menjadi pemain di eranya jadi sebagai penghormatan mereka kepada negara lewat prestasi di eranya makanya mereka diberi porsi di gedung itu sebagai pengurus, kalau yang terakhir ini mereka anut sangat disayangkan sekali dan berarti hancur sudah dunia sepakbola negara ini.
Pertanyaan kita semua kepada para penguasa sepakbola Indonesia, apakah judul diatas akan selamanya ada dalam Timnas kita mulai dari senior hingga ke Futsal atau akan berubah seiringnya dengan para pengurus baru yang benar-benar tahu akan sepakbola baik itu permainannya hingga peraturan baik peraturan permainan hingga ke organisasi dan mau mengikuti aturan yang menjadi aturan resmi FIFA dan AFC ? kita lihat saja nanti semoga penulis tidak menulis judul diatas lagi dan merubahnya seiring dengan grafik positif yang di mainkan oleh para pemain Timnas segala bidang.
151008
Rvanca
Yaitu PSSI U-16 yang bertanding di kejuaraan sepakbola Junior yang berlangsung di Taskent- Turkmenistan dimana, semua pemain berlatih bersama disalah satu barak kesatuan dari militer sampai-sampai barang pribadi milik semua team dibobol maling, tapi hasilnya mana ? tersingkir dari kejuaraan itu dengan jumlah gol ibarat tim yang baru mengenal sepakbola padahal TC sudah berbulan-bulan, kemudian semua atlet sepakbola wanita dikumpulkan untuk latihan dalam mempersiapkan kejuaraan Piala ASEAN Wanita – AFF Women yang berlangsung di negara Paman Ho, Vietnam lantas apakah nasib mereka beda tipis dengan adik-adik mereka atau malah sebaliknya ? sama saja, sama-sama TERSINGKIR.
Itu baru Timnas yang bermain di lapangan bola yang sebenarnya, bagaimana dengan prestasi Timnas Futsal yang lapangan dan jumlah pemainnya beda dengan pemain bola lapangan, ternyata tidak jauh berbeda atau ibarat istilah anak sekarang adalah beda tipis 11-12 dengan prestasi sepakbola lapangan besar hanya mampu bertahan di fase group kalaupun lolos ke tingkat prestius hanya duduk di runner-up.
Lalu yang menjadi pertanyaan semua penikmat sepakbola nasional di negara ini adalah ada apa dengan PSSI kenapa semua tim yang dipersiapkan ketika melakukan apa yang sudah didapat di pelatnas hancur berantakan dalam hitungan 90 menit ? mari kita sekarang bertanya kepada para pengurus yang berkantor di Pintu IX Kompleks Gelora Bung Karno berkaitan dengan hal ini.
Kalau menurut penulis apa yang di terjadi dalam kegiatan sepakbola negara ini ketika mengikuti kejuaraan internasional adalah kesalahan daripada pengurus itu sendiri karena mereka tidak peduli akan sepakbola negara ini hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri atau kelompok yang membawa mereka ke Pintu IX untuk mengembangkan sepakbola negara ini bisa sejajar dengan sepakbola negara asia timur masih diurutan kesekian didalam pikiran mereka.
Ini sudah terbukti, kita bisa lihat adakah timnas yang dipersiapkan semuanya lolos dari fase grup atau babak pertama ? jawabnya tidak ada ! Timnas Merah Putih yang pada tahun 2007 kemarin di ajang Piala Asia sebenarnya Bambang Cs bisa lolos ke babak kedua tapi karena faktor gol jadinya mereka tidak lolos dari fase kedua hanya itulah yang bisa kita banggakan pertama dan terakhir dengan spririt Ini Kandang Kita. Apa yang menyebabkan semua tim yang dipersiapkan gagal semua.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan prestasi timnas kita mandek atau mandul untuk maju ke babak kedua suatu turnament yaitu, pertama, kurangnya persiapan dalam hal ini metode kalender pertandingan liga negara ini beda dengan kalender yang dibuat oleh otoritas tinggi sepakbola baik tingkat dunia atau Asia sehingga inilah yang membuat prestasi timnas kita mandek, tidak ada dalam sejarah sepakbola dimana ajang Piala Dunia semua liga dunia meliburkan kompetisinya hanya Indonesialah yang masih menggelar musim kompetisi.
Kedua, tidak adanya komunikasi dan sosialisasi antara PSSI dengan para manajemen klub dalam hal pemanggilan pemain, kenapa? Karena negara kita masih menganut sistem konservatif dimana klublah yang punya hak untuk memberi izin atau tidak pemain itu ke pelatnas bukan dasar panggilan negara layaknya tentara, sementara yang namanya tugas negara tidak perlu menggunakan surat izin, jadinya seperti ini kita masih bisa melihat bagaimana konflik antara PSSI dengan para manajemen klub ketika PSSI mengeluarkan kebijakan program 6 bulan di Belanda untuk persiapan ke ajang Asian Games yang langsung diprotes oleh klub dengan mengatakan kalau pemain dari klub mereka harus mengikuti pelatnas selama 6 bulan siapa yang mengganti dan membayar pemain itu dalam kompetisi ini, ini konyol sekali dimana setiap pemain dinegara manapun pasti menginginkan dipanggil ke Timnas untuk bela negara tetapi di Indonesia justru di halang-halangi
Ketiga, dari pemainnya itu sendiri sepertinya tidak minat untuk bela negara lebih mementingkan bonus dan keuntungan untuk diri sendiri, ini terbukti masih soal program 6 bulan ke Belanda persiapan Asian Games salahsatu pemain yang dipanggil untuk program itu mengatakan kalau kami ke Belanda siapa yang akan menanggung kami disana dan keluarga kami di Indonesia, memang kita tidak usah munafiklah soal kesejahteraan tetapi kan pasti ada solusinya kenapa PSSI membuat ini.
Kalau dipikir-pikir dan disamakan pemain sepakbola dan tentara sebenarnya tidak jauh beda ruang lingkup dan kerjanya yaitu sama-sama membela negara tetapi kenapa tentara kita bisa lancar kalau dipanggil untuk membela negara misalnya menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB di negara konflik sementara pemain sepakbola ketika dipanggil untuk pelatnas suatu kejuaraan internasional yang membawa nama negara susahnya minta ampun, kalau dilihat dari segi kesejahteraan tentara lebih (maaf) prihatin daripada pemain bola tetapi kenapa tentara lebih bisa menerima daripada pemain bola.
Yang harus diperhatikan oleh PSSI dan tentunya klub supaya nama negara kita khususnya sepakbolanya tidak seperti judul diatas adalah, sesuaikanlah kalender kompetisi itu dengan kalender kompetisi yang dibentuk dan dibuat oleh FIFA dan AFC toch negara Amerika, Eropa, Afrika, Australia dan Asia sebagian bisa selesai kompetisinya dengan tepat waktu, jangan sampai seperti kasus Piala Dunia 2006 kemarin dimana kompetisi liga dunia libur, liga Indonesia dan Copa Indonesia masih jalan begitu kompetisi liga dunia mulai bergaung malah liga Indonesia libur.
Selain itu juga ada tindakan tegas kalau memang susah diatur baik klub, perorangan dari klub hingga ke pemainnya, walaupun ini bertentangan dengan Hak Asasi dari pemain itu sendiri, tapi apakah mereka lebih memikirkan uang, bonus gol walaupun tidak munafik ketimbang masuk Timnas, contohlah prestasi dari negara Pantai Gading, Togo negara kecil dan bahkan jauh dari kesan modern jika dibandingkan dengan negara kita yang semuanya tersedia mereka bisa masuk dalam ajang Piala Dunia di Jerman kemarin, karena apa, pemain mereka sadar Uang bukanlah segala bagaiamana negara mereka yang selama ini mungkin terstigma dengan perang saudara, kemiskinan yang selalu diliput oleh stasiun televisi dunia bisa terobati dengan prestasi olahraga dan sudah terbukti, coba sekarang kita melihat Indonesia sudah terstigma politik dan selalu dijauhi dengan ancaman travel warning yang dikeluarkan semua Kementerian Luar Negeri di dunia tetapi sepakbolanya mana adakah prestasi ? seperti pepesan kosong atau masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Dan tentunya adalah yang paling utama adalah para pengurus dari Federasi Sepak bola kita, apakah mereka mengerti akan tugas mereka di Pintu IX itu atau hanya sekedar formalitas biar dianggap terhormat atau karena mereka sudah menjadi pemain di eranya jadi sebagai penghormatan mereka kepada negara lewat prestasi di eranya makanya mereka diberi porsi di gedung itu sebagai pengurus, kalau yang terakhir ini mereka anut sangat disayangkan sekali dan berarti hancur sudah dunia sepakbola negara ini.
Pertanyaan kita semua kepada para penguasa sepakbola Indonesia, apakah judul diatas akan selamanya ada dalam Timnas kita mulai dari senior hingga ke Futsal atau akan berubah seiringnya dengan para pengurus baru yang benar-benar tahu akan sepakbola baik itu permainannya hingga peraturan baik peraturan permainan hingga ke organisasi dan mau mengikuti aturan yang menjadi aturan resmi FIFA dan AFC ? kita lihat saja nanti semoga penulis tidak menulis judul diatas lagi dan merubahnya seiring dengan grafik positif yang di mainkan oleh para pemain Timnas segala bidang.
151008
Rvanca
Temporary Director Of RKM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar