Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesi atau DPR periode 2004-2009 semakin hari semakin banyak saja julukan yang disampaikan, mulai dari julukan sekumpulan anak taman kanak-kanak, kemudian turun menjadi sekumpulan anak-anak Playgroup sekarang bertambah lagi yaitu anggota DPR seperti siswa SMU yang sedang tawuran.
Kenapa ? ini berkaitan dengan hasil kerja mereka yang terbaru yaitu adanya sejumlah partai politik yang akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tentang UU Pemilihan Presiden yang menurut mereka tidak adil dimana ada syarat khusus partai yang berhak mendaftarkan atau mencalonkan seorang warga Indonesia untuk maju ke ajang Pemilihan Presiden harus mengantongi suara minimal 20 persen di Senayan dan 25 persen suara nasional, padahal semua partai di Indonesia merasakan dirugikan dengan keluarnya produk hukum ini.
Menurut beberapa pengamat, apa yang dilakukan oleh anggota DPR adalah benar seperti judul diatas, tidak berani mengekspresikan secara personal lebih kepada kelembagaan dan itulah yang dibanggakan di negara ini. Memang para anggota DPR sudah mengikat dengan parpol dimana parpol yang berhak itu semua dan anggotanya menjalankannya tanpa ada protes kalaupun protes pasti ujung-ujungnya adanya peringatan bahkan sampai di pecat.
Yang menjadi pertanyaan adalah, memangnya ada satu partai yang bisa menguasai 20 persen suara di Senayan dan 25 persen suara nasional, kalau ada hebat tetapi kenyataannya belum ada yang bisa sampai sejauh itu, kalaupun ada pasti berkoalisi. Juga produk hukum ini tidak mengapresiasikan masyarakat yang ingin mencalonkan diri secara mandiri atau tidak terikat dengan partai politik manapun alias calon independent padahal kita sudah tahulah bagaimana kelakuan partai ini dalam merebut hati para pemilih kalau boleh mengandaikan partai ini ibarat om-tante senang dan rakyat adalah remaja lugu yang masih polos a.k.a. virgin yang menginginkan sebuah kehormatan dari remaja lugu ini dengan rayuan akan bertanggung jawab, ketika kehormatan itu sudah dinikmati para om-tante ini langsung pergi begitu saja dan tidak memberikan apa yang mereka bilang sebelum menikmati kehormatan itu, itulah partai di negara ini hanya rayuan saja begitu ditagih tidak bisa berbicara.
Itulah kehidupan anggota dewan periode 2004-2009 apakah periode 2009-2014 nasib dan julukan anggota dewan masih itu dan bertambah atau hilang secara perlahan-lahan karena fungsi kerja mereka sebagai aspirator dari masyarakat yang memilihnya dapat sejalan seirama dengan pemerintah ? kita lihat saja nanti…
Senayan 111108 13:00
RKM-06
Kenapa ? ini berkaitan dengan hasil kerja mereka yang terbaru yaitu adanya sejumlah partai politik yang akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tentang UU Pemilihan Presiden yang menurut mereka tidak adil dimana ada syarat khusus partai yang berhak mendaftarkan atau mencalonkan seorang warga Indonesia untuk maju ke ajang Pemilihan Presiden harus mengantongi suara minimal 20 persen di Senayan dan 25 persen suara nasional, padahal semua partai di Indonesia merasakan dirugikan dengan keluarnya produk hukum ini.
Menurut beberapa pengamat, apa yang dilakukan oleh anggota DPR adalah benar seperti judul diatas, tidak berani mengekspresikan secara personal lebih kepada kelembagaan dan itulah yang dibanggakan di negara ini. Memang para anggota DPR sudah mengikat dengan parpol dimana parpol yang berhak itu semua dan anggotanya menjalankannya tanpa ada protes kalaupun protes pasti ujung-ujungnya adanya peringatan bahkan sampai di pecat.
Yang menjadi pertanyaan adalah, memangnya ada satu partai yang bisa menguasai 20 persen suara di Senayan dan 25 persen suara nasional, kalau ada hebat tetapi kenyataannya belum ada yang bisa sampai sejauh itu, kalaupun ada pasti berkoalisi. Juga produk hukum ini tidak mengapresiasikan masyarakat yang ingin mencalonkan diri secara mandiri atau tidak terikat dengan partai politik manapun alias calon independent padahal kita sudah tahulah bagaimana kelakuan partai ini dalam merebut hati para pemilih kalau boleh mengandaikan partai ini ibarat om-tante senang dan rakyat adalah remaja lugu yang masih polos a.k.a. virgin yang menginginkan sebuah kehormatan dari remaja lugu ini dengan rayuan akan bertanggung jawab, ketika kehormatan itu sudah dinikmati para om-tante ini langsung pergi begitu saja dan tidak memberikan apa yang mereka bilang sebelum menikmati kehormatan itu, itulah partai di negara ini hanya rayuan saja begitu ditagih tidak bisa berbicara.
Itulah kehidupan anggota dewan periode 2004-2009 apakah periode 2009-2014 nasib dan julukan anggota dewan masih itu dan bertambah atau hilang secara perlahan-lahan karena fungsi kerja mereka sebagai aspirator dari masyarakat yang memilihnya dapat sejalan seirama dengan pemerintah ? kita lihat saja nanti…
Senayan 111108 13:00
RKM-06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar