Beberapa hari belakangan ini banyak media yang memuat berita tentang dua peristiwa yang bersumber dari dua sekolah yang boleh dikatakan SMU favorit dan terkenal di Jakarta, walaupun beda wilayah meskipun cakupannya masih DKI tetapi dalam hal peristiwa ini ada perbedaannya.
Peristiwa pertama berasal dari sekolah favorit yang berada tidak jauh dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung Republik Indonesia – Blok M, memang sekolah ini adalah penggabungan dari dua sekolah yang sering bertikai di kawasan itu, kenapa sekolah yang tergolong favorit dan banyak diincar oleh sebagian besar orangtua untuk membanggakan harkat dan derajat silsilah keluarga bahwa anaknya bisa tembus sekolah itu, yaitu adanya laporan dari orangtua murid dimana anaknya sering diperas oleh kakak kelasnya terutama kelas tiga dengan nominal Rupiah yang berbeda-beda pada setiap anak, kemudian adanya tindakan asusila (berdasarkan hasil video yang RKM lihat di salahsatu stasiun televisi adanya aksi oral sex sesama jenis) dan kekerasan fisik dengan cara menyuruh beberapa orang untuk membuat semacam simulasi tawuran, atau mengajak beberapa adik kelasnya untuk membuat onar ketika ada angkutan umum yang didalamnya ada siswa dari sekolah lain, kalau tidak dilaksanakan maka sanksi dari kakak kelas ini pun sangat berat, mau tidak mau supaya tidak terkena sanksi dari kakak kelasnya mereka mau saja melakukan apa yang diperintahkan oleh kakak kelas.
Itu baru sekolah dikawasan Jakarta Selatan, bagaimana dengan sekolah yang lain pasti ada kejadian yang “menarik” ? tentunya saja ada, mari kita sedikit bergeser ke arah daerah perbatasan antara Jakarta Selatan dengan Jakarta Timur, dimana ada sekolah yang nama sekolah ini mirip dengan nomor trayek sebuah angkutan umum jurusan Kp.Melayu-Bekasi ada apa dengan sekolah ini.
Ternyata ini baru saja terjadi dimana, ada seorang bapak melaporkan tindakan daripada seorang pelatih Futsal sekolah itu ke Polisi Resort Metropolitan Jakarta Selatan dengan tuduhan adanya pelecehan seksual, dimana menurut keterangan dari anak bahwa jika ingin masuk tim harus mengikuti beberapa persyaratan antara lain mereka disuruh telanjang atau disuruh bermain kartu kalau kalah mereka maka yang disuruh telanjang dan (maaf!) alat kelamin mereka dipegang-pegang dan dimainkan selama satu menit!, akhirnya pada hari itu juga sang Pelatih yang ternyata memiliki orientasi seksual yang menyimpang menyerahkan diri dengan mendatangi Kantor Polres Jakarta Selatan.
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, sudah sebegitu parahkah kekerasaan hingga menyimpang kearah pelecehan seksual dikalangan pelajar putih abu-abu, demi yang namanya kehormatan angkatan atau senioritas ? kita tidak bisa pungkiri kenapa ada kejadian ini karena mereka hanya meneruskan dari apa yang kakak kelas mereka lakukan ketika mereka baru memasuki wilayah sekolah itu.
Kita tidak usah menutup mata atau anda mengatakan bahwa di jaman saya, sekolah saya tidak pernah ada hal-hal seperti itu. Kalau anda bicara seperti itu berarti anda MUNAFIK, tetapi itulah kejadiannya anda mungkin tahu bagaimana kalau yang namanya kakak kelas itu ada UU-nya yaitu pasal satu, segala tindak tanduk kakak kelas atau senior walaupun salah adalah dibenarkan.pasal kedua, adik kelas harus menurut apa yang diminta dan diinginkan oleh kakak kelas dan terakhir pasal ketiga, jika kakak kelas atau senior melakukan kesalahan baik yang manusiawi atau berlebihan lihat pasal satu, benar tidak ?
Mungkin hanya dua sekolah ini saja kali yang kena “apes” padahal semua sekolah dari ujung Sumatera hingga ujung Papua pasti melakukan apa yang terjadi di dua sekolah itu, bahkan ada alumni yang meminta “jatah” dari adik-adik kelasnya setiap kelas jika berkunjung ke sekolah atau sedang tidak punya ongkos untuk (mungkin!) dugem atau Check-in One Night Stand dengan pacarnya, ini konyol sekali !
Yang harus diantisipasi oleh semua pihak adalah, kalau mau sekolah-sekolah dan institusi pendidikan di Indonesia bersih dari kekerasan sekolah adalah pihak sekolah bersama-sama dengan Kepolisian mengusut sampai tuntas ke akarnya, siapa yang pertama kali membuat program ini, kalau yang membuat “program “ ini sudah alumni bahkan menduduki posisi strategis di negara ini atau dimulai ketika sekolah ini berjalan dua angkatan laporkan dan seret untuk dipesankan kamar Hotel Prodeo (walaupun diantara mereka sudah ada yang meninggal atau sudah tua bangka paling tidak teman-teman mereka yang seangkatan harus bertanggung jawab) kalau perlu sampai kepala sekolahnya juga ketika itu, karena kalau menurut penulis hanya misalnya angkatan terakhir atau kelas tiga yang diseret ke kamar Prodeo, enak sekali alumni-alumni yang diatas mereka yang telah menyiksa mereka, ibaratnya mereka yang kelas dua dan tiga hanya mendapatkan getahnya saja, padahal mereka mendapatkan tongkat estafet dari alumni, jadi ke bawahnya mereka akan takut kalau mau membuat “program” itu dan juga menyadarkan para alumni ini bahwa apa yang mereka perbuat ketika mereka masih duduk dibangku sekolah adalah salah dan hanya ORANG GILA yang mau melakukan itu.
Peran Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Menengah membuat semacam kebijakan atau aturan keras dimana jika ada sekolah yang muridnya melakukan tindakan seperti dua sekolah itu, sang Kepala Sekolah beserta jajarannya diberi peringatan mulai dari MUTASI ke sekolah didaerah pedalaman hingga PEMECATAN dan SERET KE POLISI karena tidak becus mengurus anak didik disekolahnya, karena penulis melihat mungkin para pendidik ini tahu ada kejadian seperti itu tetapi ditutup-tutupi karena (mungkin) beberapa pengajar dan staff dari sekolah itu adalah alumni juga dari sekolah itu, kalau perlu ditutup sekolah ini selama satu tahun, seperti model kesatuan tentara jika berulah.
Selain itu juga perlunya ada pengawasan dari pihak sekolah, kita tahu fungsi guru di sekolah hanya bersifat sementara dari jam 7 hingga 15.30 untuk mengawasi aktivitas mereka selebihnya adalah tanggung jawab orangtua, disinilah letak kegagalan pendidikan kita, karena sifat egoisentris dan individualis tingkat tinggi, dimana mungkin 8 dari 10 orangtua tidak pernah mengawasi dan mengajak interaksi anak dengan kasih sayang ketika dirumah, lebih mementingkan bagaimana mendapatkan materi untuk anak ini, kemudian dari sekolah pun sama, jarang memberi perhatian dengan kasih sayang dan interaksi kepada muridnya yang ada dipikiran para penddi ini adalah datang tepat waktu, absensi tidak pernah bolos, memberikan materi setelah itu pulang dan setiap tanggal 25 atau tanggal 1 setiap bulan menerima yang sudah menjadi hak saya sebagai pengajar, dan kalau seperti ini terjadi paling jawaban mereka simple kita tidak bisa mengawasi mereka selama 24 jam, kita hanya mengawasi selama 6-8 jam setiap hari setelah dari 6-8 jam itu giliran orangtua, padahal dengan kegiatan yang “kreatif” ini nama sekolah dan mereka pun tercemar, karena tidak becus mendidik murid mereka.
Mau sampai kapan kekerasan fisik terjadi di kalangan siswa Putih Abu-abu hanya demi mengejar yang namanya kehormatan angkatan dan senioritas walaupun itu adalah sifat dari seorang PECUNDANG SEJATI !!! kita lihat saja nanti
Buat para Senior Putih Abu-abuers, kalau anda INGIN DI HARGAI oleh adik kelas anda maka bersikaplah layaknya LELAKI SEJATI dan sebagai pengayom dalam satu ikatan kekeluargaan sekolah BUKAN beraninya bermain di atas nama angkatan dan senioritas, kalau itu masih anda lakukan berarti anda PECUNDAG SEJATI, malu sama (maaf!!?) KEMALUAN ANDA, LEBIH BAIK anda menjalani Operasi TRANSGENDER saja atau mungkin ke sekolah memakai rok sementara teman anda yang perempuan memakai celana panjang bahan ! anda pilih yang mana ?…
STOP VIOLENCE IN SCHOOL RIGHT NOW !!!
Jl. Sudirman 041108
Rvanca / RKM-31
Peristiwa pertama berasal dari sekolah favorit yang berada tidak jauh dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung Republik Indonesia – Blok M, memang sekolah ini adalah penggabungan dari dua sekolah yang sering bertikai di kawasan itu, kenapa sekolah yang tergolong favorit dan banyak diincar oleh sebagian besar orangtua untuk membanggakan harkat dan derajat silsilah keluarga bahwa anaknya bisa tembus sekolah itu, yaitu adanya laporan dari orangtua murid dimana anaknya sering diperas oleh kakak kelasnya terutama kelas tiga dengan nominal Rupiah yang berbeda-beda pada setiap anak, kemudian adanya tindakan asusila (berdasarkan hasil video yang RKM lihat di salahsatu stasiun televisi adanya aksi oral sex sesama jenis) dan kekerasan fisik dengan cara menyuruh beberapa orang untuk membuat semacam simulasi tawuran, atau mengajak beberapa adik kelasnya untuk membuat onar ketika ada angkutan umum yang didalamnya ada siswa dari sekolah lain, kalau tidak dilaksanakan maka sanksi dari kakak kelas ini pun sangat berat, mau tidak mau supaya tidak terkena sanksi dari kakak kelasnya mereka mau saja melakukan apa yang diperintahkan oleh kakak kelas.
Itu baru sekolah dikawasan Jakarta Selatan, bagaimana dengan sekolah yang lain pasti ada kejadian yang “menarik” ? tentunya saja ada, mari kita sedikit bergeser ke arah daerah perbatasan antara Jakarta Selatan dengan Jakarta Timur, dimana ada sekolah yang nama sekolah ini mirip dengan nomor trayek sebuah angkutan umum jurusan Kp.Melayu-Bekasi ada apa dengan sekolah ini.
Ternyata ini baru saja terjadi dimana, ada seorang bapak melaporkan tindakan daripada seorang pelatih Futsal sekolah itu ke Polisi Resort Metropolitan Jakarta Selatan dengan tuduhan adanya pelecehan seksual, dimana menurut keterangan dari anak bahwa jika ingin masuk tim harus mengikuti beberapa persyaratan antara lain mereka disuruh telanjang atau disuruh bermain kartu kalau kalah mereka maka yang disuruh telanjang dan (maaf!) alat kelamin mereka dipegang-pegang dan dimainkan selama satu menit!, akhirnya pada hari itu juga sang Pelatih yang ternyata memiliki orientasi seksual yang menyimpang menyerahkan diri dengan mendatangi Kantor Polres Jakarta Selatan.
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, sudah sebegitu parahkah kekerasaan hingga menyimpang kearah pelecehan seksual dikalangan pelajar putih abu-abu, demi yang namanya kehormatan angkatan atau senioritas ? kita tidak bisa pungkiri kenapa ada kejadian ini karena mereka hanya meneruskan dari apa yang kakak kelas mereka lakukan ketika mereka baru memasuki wilayah sekolah itu.
Kita tidak usah menutup mata atau anda mengatakan bahwa di jaman saya, sekolah saya tidak pernah ada hal-hal seperti itu. Kalau anda bicara seperti itu berarti anda MUNAFIK, tetapi itulah kejadiannya anda mungkin tahu bagaimana kalau yang namanya kakak kelas itu ada UU-nya yaitu pasal satu, segala tindak tanduk kakak kelas atau senior walaupun salah adalah dibenarkan.pasal kedua, adik kelas harus menurut apa yang diminta dan diinginkan oleh kakak kelas dan terakhir pasal ketiga, jika kakak kelas atau senior melakukan kesalahan baik yang manusiawi atau berlebihan lihat pasal satu, benar tidak ?
Mungkin hanya dua sekolah ini saja kali yang kena “apes” padahal semua sekolah dari ujung Sumatera hingga ujung Papua pasti melakukan apa yang terjadi di dua sekolah itu, bahkan ada alumni yang meminta “jatah” dari adik-adik kelasnya setiap kelas jika berkunjung ke sekolah atau sedang tidak punya ongkos untuk (mungkin!) dugem atau Check-in One Night Stand dengan pacarnya, ini konyol sekali !
Yang harus diantisipasi oleh semua pihak adalah, kalau mau sekolah-sekolah dan institusi pendidikan di Indonesia bersih dari kekerasan sekolah adalah pihak sekolah bersama-sama dengan Kepolisian mengusut sampai tuntas ke akarnya, siapa yang pertama kali membuat program ini, kalau yang membuat “program “ ini sudah alumni bahkan menduduki posisi strategis di negara ini atau dimulai ketika sekolah ini berjalan dua angkatan laporkan dan seret untuk dipesankan kamar Hotel Prodeo (walaupun diantara mereka sudah ada yang meninggal atau sudah tua bangka paling tidak teman-teman mereka yang seangkatan harus bertanggung jawab) kalau perlu sampai kepala sekolahnya juga ketika itu, karena kalau menurut penulis hanya misalnya angkatan terakhir atau kelas tiga yang diseret ke kamar Prodeo, enak sekali alumni-alumni yang diatas mereka yang telah menyiksa mereka, ibaratnya mereka yang kelas dua dan tiga hanya mendapatkan getahnya saja, padahal mereka mendapatkan tongkat estafet dari alumni, jadi ke bawahnya mereka akan takut kalau mau membuat “program” itu dan juga menyadarkan para alumni ini bahwa apa yang mereka perbuat ketika mereka masih duduk dibangku sekolah adalah salah dan hanya ORANG GILA yang mau melakukan itu.
Peran Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Menengah membuat semacam kebijakan atau aturan keras dimana jika ada sekolah yang muridnya melakukan tindakan seperti dua sekolah itu, sang Kepala Sekolah beserta jajarannya diberi peringatan mulai dari MUTASI ke sekolah didaerah pedalaman hingga PEMECATAN dan SERET KE POLISI karena tidak becus mengurus anak didik disekolahnya, karena penulis melihat mungkin para pendidik ini tahu ada kejadian seperti itu tetapi ditutup-tutupi karena (mungkin) beberapa pengajar dan staff dari sekolah itu adalah alumni juga dari sekolah itu, kalau perlu ditutup sekolah ini selama satu tahun, seperti model kesatuan tentara jika berulah.
Selain itu juga perlunya ada pengawasan dari pihak sekolah, kita tahu fungsi guru di sekolah hanya bersifat sementara dari jam 7 hingga 15.30 untuk mengawasi aktivitas mereka selebihnya adalah tanggung jawab orangtua, disinilah letak kegagalan pendidikan kita, karena sifat egoisentris dan individualis tingkat tinggi, dimana mungkin 8 dari 10 orangtua tidak pernah mengawasi dan mengajak interaksi anak dengan kasih sayang ketika dirumah, lebih mementingkan bagaimana mendapatkan materi untuk anak ini, kemudian dari sekolah pun sama, jarang memberi perhatian dengan kasih sayang dan interaksi kepada muridnya yang ada dipikiran para penddi ini adalah datang tepat waktu, absensi tidak pernah bolos, memberikan materi setelah itu pulang dan setiap tanggal 25 atau tanggal 1 setiap bulan menerima yang sudah menjadi hak saya sebagai pengajar, dan kalau seperti ini terjadi paling jawaban mereka simple kita tidak bisa mengawasi mereka selama 24 jam, kita hanya mengawasi selama 6-8 jam setiap hari setelah dari 6-8 jam itu giliran orangtua, padahal dengan kegiatan yang “kreatif” ini nama sekolah dan mereka pun tercemar, karena tidak becus mendidik murid mereka.
Mau sampai kapan kekerasan fisik terjadi di kalangan siswa Putih Abu-abu hanya demi mengejar yang namanya kehormatan angkatan dan senioritas walaupun itu adalah sifat dari seorang PECUNDANG SEJATI !!! kita lihat saja nanti
Buat para Senior Putih Abu-abuers, kalau anda INGIN DI HARGAI oleh adik kelas anda maka bersikaplah layaknya LELAKI SEJATI dan sebagai pengayom dalam satu ikatan kekeluargaan sekolah BUKAN beraninya bermain di atas nama angkatan dan senioritas, kalau itu masih anda lakukan berarti anda PECUNDAG SEJATI, malu sama (maaf!!?) KEMALUAN ANDA, LEBIH BAIK anda menjalani Operasi TRANSGENDER saja atau mungkin ke sekolah memakai rok sementara teman anda yang perempuan memakai celana panjang bahan ! anda pilih yang mana ?…
STOP VIOLENCE IN SCHOOL RIGHT NOW !!!
Jl. Sudirman 041108
Rvanca / RKM-31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar