Kamis, 04 Desember 2008

Susahnya Jadi Pelajar di DKI ?


Susahnya Jadi Pelajar di DKI ?

Oleh..Rhesa Ivan

“ Wah, kalau jam masuk sekolah dimanjukan, saya harus bangun
pukul 03.30 dan berangkat 04.30. Bisa-bisa saya ketemu maling dijalan “ Kata Suherti, guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Perbanas, Cakung, Jakarta Timur. Rumah Suherti di Rawa Kalong, Bekasi Timur, berjarak sekitar 20 kilometer dari sekolah
( KOMPAS, 201108 hal 29 )

Ini bukan maksud untuk menyindir para pelajar yang memilih sekolah di DKI, tetapi lebih kepada keprihatinan penulis terhadap isu yang sekarang mungkin menjadi momok pelajar di DKI.

Kenapa momok ? karena beberapa minggu ini Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta melalui Wakil Gubernurnya Prianto mengeluarkan kebijakan bahwa per- tanggal 2 Januari 2009 semua pelajar sekolah yang berada di DKI akan masuk sekolah dan belajar mulai jam 06.30 pagi ! alasan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI adalah untuk mengurangi kemacetan yang semakin hari semakin tidak menentu.

Sudah sebegini parahkah kondisi DKI sehingga dalam mengurangi kemacetan, pelajar yang harus menanggung deritanya atau istilahnya Pelajar di DKI dijadikan tumbal daripada Pemprov dalam mengurangi kemacetan di DKI ?

Belum tentu anak yang disekolah di DKI itu rumahnya beradius 1-3 km dari sekolahnya bagaimana kalau yang tinggalnya di daerah pinggiran seperti Tangerang, Bekasi, Depok bahkan ada yang di Bogor mau berangkat jam berapa mereka kalau pulang saja sudah hampir sama kayak petugas keamanan shiff sore

Menurut penulis kebijakan yang disampaikan oleh Wakil Gubernur adalah berat sebelah dan tidak mendidik bahkan melanggar HAM Anak, kenapa tidak mendidik ? pertama, yang menyebabkan kemacetan di DKI bukanlah anak sekolah tetapi banyaknya warga DKI dan sekitarnya yang setiap hari memamerkan kendaraannya di jalan dan ditambah lagi jumlah panjang jalan di DKI semakin hari tidak bertambah bahkan berkurang karena banyaknya pembangunan gedung Mall, Apartemen atau sentra bisnis yang membutuhkan ruang untuk parkir misalnya sehingga inilah yang menyebabkan kemacetan. sekedar catatan bahwa kendaraan yang ada di DKI pada waktu pagi hingga sore itu berjumlah lebih dari 50,000 mobil dan sekitar 5,000 pada malam menjelang tengah malam. Kedua, dengan kondisi Pukul 06.30 pagi apakah sudah bisa dikatakan pelajar ini siap menerima materi pelajaran, kita tahu sendirilah sebelum kebijakan ini dikeluarkan, pelajar di DKI masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 14-15.00 belum lagi mereka harus mengikuti kegiatan diluar sekolah misalnya Les pelajaran atau ekstrakulikuler yang tentunya menguras tenaga dan akhirnya mereka baru pulang jam sekitar pukul 19 sampai 21 malam, dan mungkin baru tidur diatas jam 22 setelah melepaskan kepenatan mereka seharian termasuk mengerjakan pekerjaan rumah, dan bangun lagi jam 5 untuk siap-siap ke sekolah, dan itu setiap hari lantas kapan waktu mereka untuk melepaskan kejenuhan ini dan melakukan kegiatan dunia mereka, dunia remaja yang penuh ceria, dan tentunya berkumpul dengan orangtua dan orang-orang tercinta mereka karena seminggu tidak pernah bertemu, ini harus perlu diperhatikan dan belum tentu anak yang disekolah di DKI itu rumahnya beradius 1-3 km dari sekolahnya bagaimana kalau yang tinggalnya di daerah pinggiran seperti Tangerang, Bekasi, Depok bahkan ada yang di Bogor mau berangkat jam berapa mereka kalau pulang saja sudah hampir sama kayak petugas keamanan shiff sore. Apakah anda Gubernur, Wakil Gubernur DKI dan Kepala Wilayah Diknas DKI mau bertanggung jawab kalau ada anak yang terserang penyakit misalnya kurang tidur bahkan penyakit lever dan maag akut atau haknya sebagai anak terkungkung, jangan sampai Pelajar lagi yang disalahkan, ingat bagaimana tiap tahun UAN dan UN diberlakukan pelajar selalu dijadikan kambing hitam, padahal yang salah adalah mekanisme pendidikan termasuk pola jam belajarnya sehingga banyak anak yang tidak lulus UAN karena hak mereka untuk istirahat tidak tercukupi.

Menurut penulis, untuk mengurangi kemacetan lalu lintas sebenarnya mudah kok ikuti saja saran dari mantan Gubernur DKI lalu, bang Yos yang mana beliau pernah mengeluarkan idenya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dengan cara sistem ganjil genap dimana pada hari tertentu mobil yang nopolnya memiliki nopol ganjil yang boleh melintas sedangkan yang genap tidak boleh begitu selanjutnya, apa yang dicanangkan bang Yos ini menurut penulis ada benarnya ketimbang memajukan jam sekolah pelajar dan tentunya akomodas kendaraan umum diperhatikan juga termasuk penambahan jumlah armada busway kalau perlu setiap koridor memiliki paling tidak 3-4 busway gandeng. Selain juga mestinya Pemprov membuat kebijakan dalam hal pajak kendaraan dimana menaikkan sampai 200 persen pajak kendaraan bermotor baik kendaraan roda dua maupun roda empat atau lebih yang keluaran terbaru dan menurunkan pajak kendaraan yang usianya diatas sepuluh tahun.

Penulis sepakat dengan beberapa orang yang tergabung dalam sebuah jaringan sosial milis dimana mereka mengutarakan pendapat bagaimana kalau PNS saja yang dimajukan jam kerjanya daripada pelajar, kita tahu jam kerja daripada PNS adalah jam 7 dengan diawali apel pagi, tetapi bagaimana pelaksanaanya penulis pernah memergoki beberapa PNS baru berangkat dan masih berada dijalan padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08-09 pagi bahkan ada yang jam 11 begitu juga ketika mulai sore sekitar jam 15.00 banyak penulis pergoki sudah berada didalam angkutan umum padahal kita tahu jam berapa PNS pulang ! apalagi anggota dewan !

Apakah jam masuk 06.30 tetap berlaku bagi pelajar yang bersekolah di DKI dengan konsekuensi hilangnya keceriaan dunia remaja dan bertemu dengan orang terkasih mereka karena fisik mereka harus dikuras untuk belajar dan lelah di jalan, atau malah dikurangi frekuensi kendaraan yang melintas di jalan DKI ? inilah yang harus dikerjakan oleh DKI-1 dan DKI-2, jangan hanya jargonnya saja hebat ketika kampanye sehingga banyak yang memilih ketika pencoblosan.. SERAHKAN PADA AHLINYA..pertanyaanya sekarang adalah kemana dan dimana AHLINYA BANG ?


Kebon Sirih, 271108 23:58

Rhesa Ivan
Mahasiswa Dept.Komunikasi Fisipol-UKI Jakarta
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: