Rabu, 24 Desember 2008

Timnas Indonesia is a REAL Looser Tim…it’s Fact !!


Ini bukan untuk melecehkan performa timnas tetapi fakta dilapanganlah yang berbicara itu indikasi dari judul terakhir adalah ketika semifinal leg 1 dan 2 Piala AFF dimana Indonesia kalah agregat 3-1 dari Tim Gajah Putih, Thailand.

Kenapa RKM menjuluki Looser Tim, ini bisa kita lihat dari performa timnas itu sendiri yang semakin hari semakin tidak jelas padahal kalau kita bandingkan dengan Thailand justru kita lebih untung kenapa ?

Pertama, sang pelatih Benny “ Bendol” Dolo
di kontrak PSSI bulan Januari 2008 dan efektif melatih Februari 2008, sedang Mr. Peter Reid pelatih Thailand baru di kontrak kalau tidak salah 1 bulan sebelum ajang Piala AFF ini, itu berarti waktu bendol sangat panjang untuk meramu timnas daripada waktu Peter Reid, tetapi kenapa Peter Reid yang sukses dalam satu bulan bisa membuat timnas Thailand kompak bahkan bisa membuat clean sheat dengan total 11-0 pada babak penyisihan sedangkan Indonesia ?

Kedua, proses adaptasi pemain bisa lebih akrab karena mengenal satu sama lain terutama dengan pelatih, sedangkan Thailand pelatihnya pun hanya diberi materi dan masukan yang sekedarnya dari team kepelatihan yang disiapkan oleh Federasi Sepakbola Thailand selebihnya hanya mengamati permainan dan atmosfer daripada liga Thailand, tetapi nyatanya bagaimana tim kita bisa mudahnya dipecundangi oleh Thailand?

Sebenarnya permainan dan pemain nasional kita tidak jauh berbeda bahkan lebih diatas daripada permainan tim-tim ASEAN lainnya, bahkan ada beberapa pemain kita diacungi jempol oleh beberapa pelatih timnas bahkan pelatih klub terkenal karena kemampuan skillnya, tetapi kenapa giliran di ajang internasional yang menentukan selalu keok dan tidak berkutit.

Penulis agak keberatan dengan ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh Benny Dolo ketika Press Confrence setelah menghadapi Thailand pada semifinal leg 1 dimana sambil dengan emosi melemparkan bola yang ada didekatnya dengan mengatakan bahwa bola itu bundar semua bisa terjadi, atau ketika memberi komentar setelah memimpin anak asuhnya latihan disawangan mengatakan bahwa kemarin timnas Indonesia bisa mengalahkan Bahrain, menekan permainan Korea dan Arab Saudi walaupun kalah kenapa Thailand tidak bisa?

Kenapa penulis keberatan, pertama; memang bola itu bundar tetapi sejauh mana usaha timnas kita membaca pameo bahwa bola itu bundar, sebenarnya kelemahan anak-anak pasukan Garuda adalah tidak adanya mental “pembunuh” dan sering terlihat dengan jelas adanya kepanikan ketika ketinggalan gol awal dari tim lawan, dan itu selalu terus menerus menjadi momok menakutkan timnas kita siapapun pelatihnya, apakah dalam sesi latihan tidak diterapkan pola dalam mengendalikan kepanikan jika ketinggalan gol dari lawan, apakah ini menjadi kutukan bagi timnas, jika soal kepanikan penulis tidak pernah melihat adegan kepanikan ini ketika menyaksikan tayangan Indonesian Super League-ISL.

Soal prestasi timnas kita yang bisa menekan permainan Arab Saudi dan Korea Selatan walaupun kalah tipis dan menang melawan Bahrain, itu dikarenakan adanya pemilihan pemain yang sudah sesuai dan memahami karektek dari posisi mereka, sedangkan sekarang diera tangan Bendol berbeda 180 derajat kenapa ? pertama, kita bisa lihat bagaimana kokohnya pertahanan kita pada saat Piala Asia lalu hanya kebobolan 4 gol padahal kalau kita melihat pertandingannya berapa banyak peluang gol yang diarahkan ke gawang Indonesia oleh pemain-pemain Arab Saudi, Korea dan Bahrain itu karena disiplinnya para pemain dan ditunjang juga pemain yang mengerti akan posisinya, kita bisa lihat bagaimana peran dari Ricardo Salampessy, Mahyadi Panggabean, M. Ridwan, Supardi yang berani dan kuat naik-turun untuk membantu penyerang dan pertahanan kita selama 90 menit, tetapi itu tidak akan kita lihat ketika Piala AFF kemarin karena tidak dipanggil dan juga tidak jelas alasan Bendol tidak memanggil mereka, tetapi ketika masuk leg kedua semifinal Salampessy dipanggil Timnas tetapi usaha pemanggilan tersebut hanya sia-sia belaka karena terbentur peraturan bahwa pemain boleh diganti asalkan mengalami cidera serius, sementara semua pemain dalam kondisi fit.

Itu baru performa dari pemain belakang era Piala Asia bagaimana dengan pemain tengah jika kita bandingkan Piala Asia dengan sekarang, sebenarnya sudah bagus tetapi kurang maksimal di bagian lebar lapangan baik sektor sayap kiri dan kanan, kita bisa lihat pada Piala Asia dimana ada Atep yang selalu bergantian dengan Mahyadi Panggabean menyalurkan bola-bola crosing ke arah BP atau Budi Sudarsono, dan mereka berdua tinggal menyelesaikannya atau umpan manis yang diperagakan oleh Eka Ramdhani atau Emmanuel Wanggai membuat pola permainan Indonesia semakin indah bukan seperti sekarang yang mungkin saja bisa terbaca, walaupun pada leg kedua semifinal Piala AFF Peter Reid mengatakan panik dengan pola yang diterapkan Indonesia walaupun bisa juga mengalahkannya dengan satu analisa yaitu
buat pemain Indonesia PANIK !!!

Yang harus segera dan wajib di benahi dari timnas ini supaya tidak mengecewakan penikmat sepakbola nasional adalah yang utama yaitu benahi Psikis daripada pemain, bukan maksud menyindir bahwa psikis dari pemain timnas tidak beres tetapi lebih kepada penekanan mental mereka terutama kepanikan mereka, kalau soal menghilangkan trauma kekalahan mereka sudah bisa dengan terbukti bisa mengalahkan Myanmar dimana dalam dua minggu mereka harus takluk dari negeri junta militer, KEPANIKAN ketika tertinggal gol lawan yang harus dibenahi, bagaimana menutup rasa kepanikan tersebut supaya tidak terlihat oleh lawan bahwa mereka panik.

Kemudian dalam pola pemanggilan kiranya, pelatih melihat langsung atau menganalisis pemain tiap posisinya terutama sektor pertahanan, kita bisa lihat (bukannya menyombongkan atau membandingkan) bagaimana tidak ada pemain seperti Salampessy dan Panggabean pertahanan kita koyak walaupun dari segi komunikasi sudah bagus, tetapi yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana pertahanan kita diisi dengan pemain yang penuh disiplin dan tahu hitungan waktu kapan dia harus menjaga pertahanan kapan harus maju untuk membantu rekannya yang susah melewati pertahanan lawan.

Pembaca yang juga penikmat sepakbola nasional khususnya timnas, pernah melihat tidak cara permainan dan pemanggilan pemain oleh pelatih lokal dengan pelatih asing, kalau anda jeli kita bisa lihat bagaimana pada era Ivan Kolev dua kali dan Peter White, pemain seperti Mahyadi Panggabean, Saktiawan Sinaga, Boaz Solloza, Emmanuel Wanggai, Gerry Satria, Jajang Mulyana, Richardo Salampessy, Eka Ramdhani, Airlangga, Atep, Maman Abdurahman, Legimin Raharjo, M. Ridwan, Jack Komboy selalu dipanggil timnas, dan permainan mereka memukau walaupun faktanya juga kalah tetapi kenapa nama-nama itu yang sudah menjadi garansi mampu menghidupkan permainan sepakbola layaknya tontonan liga Eropa ditangan pelatih Bendol tidak ada ? atau jangan-jangan Bendol terlalu banyak catatan dan sedikit ruang geraknya dalam menentukan pemain karena banyak kepentingan dari berbagai pihak termasuk klub atau PSSI ? sementara pelatih asing tidak ? ini patut kita tanyakan kepada Bendol.

Ini menjadi pekerjaan rumah yang berat karena memasuki awal minggu pertama bulan Januari di tahun yang baru, Merah Putih akan menjamu kalau tidak salah Australia dalam Penyisihan Pra Piala Asia dimana Indonesia digrup berat, dan yang lebih parahnya lagi pada ajang Piala AFF, tim soccerros Australia menyuruh staff kepelatihan dari Federasi mereka untuk mematai-matai permainan Indonesia dan juga fasilitas dan lapangan sepakbola yang sering digunakan oleh Timnas, mau tidak mau Bendol harus berpikir ratusan kali bagaimana bisa lolos dari hadangan grup maut ini.

Buat Bang Bendol…kalau dilihat dari ucapan anda bahwa setiap pelatih harus punya optimis kalau tidak punya optimis lebih baik tidak usah jadi pelatih, penulis sangat setuju dengan ucapan anda itu tetapi kenyataannya mana bung? Lain kali pasanglah kuping itu dengarkan apa yang wartawan sarankan BUKAN mana menuduh balik kawan-kawan wartawan seperti yang anda lakukan ketika selesai menjamu Tim Singapura.

Akankah KEPANIKAN itu akan hilang dengan motivasi dan mental PEMBUNUH di kotak penalti ada dalam diri setiap pemain timnas, dan ungkapan yang penulis jadikan judul diatas akan hilang dan menjadi TIMNAS Indonesia is THE CHAMP atau malah akan terus menjadi REAL LOOSER NATIONAL TEAM atau alias Timnas kita hanya BANCI pujian dari banyak pelatih yang menjadi lawan kita !!!


GBK Stadium, 201208


Rhesa Ivan Lorca
Pendapat Pribadi

1 komentar:

rahma mengatakan...

thanks udah mampir di blog. segudangcerita.blogspot.com

ok..walaupun saya kaum hawa, saya penikmat dan pengkritik setia timnas indonesia tercinta, asa para pencinta merah putih begitu besar di GBK, tp selalu terkandaskan..ketika pemain timnas..seakan tak berdaya, salah umpan, panikk.., apa sih yang salah dengan pesepakbola dinegara besar ini, dr 220 jutaan rakyat indonesia, apa ga ada yg benar2 bisa main bola?? nyari 11 orang apa sebegitu sulitnya..lha wong nyari penyanyi karbitan di TV2 aja bisa berjubel..manusia yg berbakat dinegeri ini.

Sebenarnya keluhan saya satu: BENAHI kepengurusan PSSI, mungkin hanya di negara ini lembaga pesepakbolaannya dipimpin mafia korup, dibela lagi???..gimana punya project demi bangsa, orang duit negara difoya2in si ketua...

Bayar pelatih kelas dunia??? apa ga bisa!!
saya masih terus berharap..berharap...dan berharap, entah kapan harapan itu nyata.
Indonesia bisa masuk piala dunia

salam.