Sabtu, 11 Desember 2010

Kenapa Negara Komunis Di Ijinkan Buka Perwakilan Di Jakarta Israel Tidak ?


Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagaian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf

Mungkin banyak yang bertanya-tanya tentang judul tulisan yang penulis tulis di atas tetapi itu lah yang mendasari tulisan ini, tulisan ini berawal dari sebuah kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Informasi Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNIC) yang bekerja sama dengan Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia serta Direktorat Jenderal Sejarah dan Arkeologi, Kementerian Budaya dan Pariwisata Republik Indonesia dan juga Direktorat Timur Tengah, Direktorat Jenderal Asia Afrika-Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang berlangsung beberapa waktu lalu di Museum Nasiona, Medan Merdeka Barat.

Acara yang berjudul The Role of International Community in the Implementation of the Two State Solutions dalam rangka Hari Solidaritas Internasional Dengan Rakyat Palestina, dari kegiatan ini ada yang membuat penulis agak tercengang dan juga ada sedikit pilih kasih negara ini dalam hal hubungan diplomatik.

Maksudnya tercengang dan sedikit pilih kasih negara ini dalam hal hubungan diplomatik adalah, bahwa acara ini tentang solusi apa yang harus kita dan dunia berikan terhadap kehidupan yang ada di Palestina, karena kita tahu bagaimana kondisi baik itu ekonomi maupun apapun di sana karena selalu di hinggapi oleh konflik walaupun saat ini kehidupan warga Palestina tersebut lewat tayangan pariwisata dan pernyataan atau kesaksian daripada warga Palestina yang diperlihatkan oleh Kedutaan Besar Palestina kepada khalayak yang hadir dalam acara tersebut.

Kembali ke pertanyaan penulis, ini juga terkait dengan sebuah pertanyaan yang dilontarkan salah satu peserta seminar kepada semua panelis yang hadir disana yaitu, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Tuan Fariz N. Mehdawi, Bapak Ronny P. Yuliantoro, Direktur Timur-Tengah Dirjen Asia Afrika, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Bapak Soeroso, Sekretaris Direktorat Jenderal Sejarah dan Arkeologi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia dan Bapak Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed Sekretaris dari Pengurus Pusat Muhammadiyah dengan moderator Direktur Pusat Informasi PBB, Tuan Michele Zaccheo.

Pertanyaan yang dilontarkan dari peserta ini adalah kenapa Pemerintah Republik Indonesia tidak mencoba untuk menjalin kerjasama dengan cara membuka kantor perwakilan Republik Indonesia di Tel-Aviv- Israel dan sebaliknya jika ingin membantu terciptanya perdamaian antara Israel dan Palestina ? ketika pertanyaan ini terlontar banyak sebagian peserta beriuh renyah dengan gumanan yang tidak jelas hingga membisingkan ruangan. Sayangnya pertanyaan ini di jawab dengan bahasa formalitas birokrasi yang sering kita dengar ketika ada keluhan dari masyarakat terutama dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Perluhkah Indonesia membuka Perwakilan seperti KBRI dan KJRI di Israel begitu sebaliknya ? sebenarnya isu ini sudah pernah di hembuskan ketika pemerintahan Presiden Gus Dur beberapa bulan setelah di lantik menjadi Presiden Republik Indonesia, namun begitu isu ini berhembus banyak sekali yang menentang terutama kelompok-kelompok agama fundamental dan munarik, alasan mereka menolak keberadaan Israel atau bekerja sama politik Indonesia dengan Israel sama saja menghianati kaum muslimin karena Israel telah merampok dan menjajah kaum Palestina. Tetapi benarkah begitu ?

Hal-hal seperti inilah yang menurut penulis menyesatkan, kenapa penulis mengatakan menyesatkan ? konflik Israel dan Palestina BUKAN LAH KONFLIK AGAMA antara Islam dengan Yahudi atau Islam dengan Nasrani tetapi KONFLIK WILAYAH !! tetapi oleh orang-orang fundamental dan munafik ini kasus konflik Israel dengan Palestina coba diserempetkan menjadi isu agama !

Penulis berpendapat sebenarnya Republik Indonesia bisa bekerjasama dalam bidang diplomatik dengan Israel bahkan membuka kantor perwakilan di Tel-Aviv atau sebaliknya, karena prinsip politik kita kan adalah Politik Bebas Aktif yang mana kita bisa berpolitik dan bekerjasama dengan siapa pun tanpa memandang negara ini blok timur atau barat benar tidak ?

Contoh nyata JIKA Republik Indonesia membuka kantor Perwakilan Diplomatiknya di Tel-Aviv dan sebaliknya, anda mungkin masih ingat dengan kasus penyerangan Angkatan Laut Israel terhadap kapal pembawa misi perdamaian dan logistik yang di beri nama “Mavi Marmara” yang menyebabkan beberapa orang terluka termasuk 12 WNI kita ? SEANDAI-nya kita mempunyai KBRI di Tel-Aviv maka nasib ke-12 WNI kita yang “tersandera” oleh pihak Angkatan Laut Israel TIDAK TERKATUNG-KATUNG hingga memakan waktu berminggu-minggu bahkan sampai harus “NGEMIS” kepada tiga negara yang memiliki akses ke Israel seperti Mesir, Jordan dan Turki benar tidak ?

Menurut penulis Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia agak diskriminasi dan tebang pilih dalam berdiplomasi jika berkaitan dengan politik bebas aktif yang selama ini di agungkan sejak tahun 1960an kenapa ? begini, Israel adalah negara dengan agama paling besar adalah Yahudi dan juga terdapat agama Nasrani dan Muslim kenapa mereka DITOLAK untuk berdiplomasi dengan Republik Indonesia apalagi mencoba mendirikan kantor perwakilan Israel di Jakarta HANYA KARENA solidaritas terhadap kaum muslim dan negara-negara Arab, SEDANGKAN negara seperti Republik Rakyat China, Korea Utara, Rusia YANG JELAS-JELAS penduduknya penganut paham KOMUNIS yang mana TIDAK MENGENAL TUHAN di biarkan dan bisa mendirikan kantor diplomatik di Jakarta !!!

Sebenarnya Israel dan warganya itu secara tidak resmi sudah menjajaki kerjasama ekonomi dengan beberapa pengusaha Indonesia, hal ini pernah penulis tanyakan kepada seorang jurnalis Indonesia yang menjadi koresponden sebuah surat kabar mengatakan BANYAK PRODUK INDONESIA yang ada dan dijual di negara Israel mulai dari pakaian, peralatan olahraga, teksil begitu juga sebaliknya, ketika penulis menanyakan lagi bagaimana pola kerjasama perdagangan antara pengusaha Israel dengan Indonesia ? sang jurnalis mengatakan mereka selalu menjajaki kerjasama tidak di Jakarta atau Tel Aviv tetapi melalui negara ketiga, jadi sistemnya adalah barang dari Indonesia yang akan diterbangkan ke Tel-Aviv dikirim ke salah satu dari tiga negara ASEAN yang memiliki kerjasama diplomatik dengan Israel entah itu Singapore, Vietnam dan Thailand dari ketiga negara ini baru di kirim ke Tel-Aviv begitu juga sebaliknya komiditi Israel yang akan dijual di Indonesia misalnya makanan dan buah-buahan di daratkan ke salah satu dari tiga negara dari sana sang pengusaha mengambilnya untuk di terbangkan ke Jakarta.

Sayangnya ketika penulis mencoba menanyakan secara detail nominal berapa omzet dari kerja sama ini, sang jurnalis tidak bisa memberikan data detail dan meminta penulis mencoba menghubungi Kedutaan Israel di salah satu dari ketiga negara di ASEAN yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel tetapi kata sang jurnalis omzetnya secara garis besar itu hampir sama dengan omzet kerjasama ekonomi Indonesia dengan negara-negara maju ! dan juga penulis pernah mendengar kalau Duta Besar Israel untuk sebuah negara yang tadi penulis bilang di atas ternyata SUDAH 3 KALI berkunjung ke Jakarta !

Sudah saatnya Politk Bebas Aktif itu di galakkan kembali tanpa memandang dasar negara dari negara apapaun itu termasuk Israel toch lebih baik kita bekerjasama dengan nyata dan terbuka daripada negara menjalankan poltik munafik dimana pemerintah tidak bekerjasama dengan Israel tetapi pemerintah dan rakyat menikmati hasil dari kerjasama “ lewat pintu belakang “ antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha Israel lewat berbagai macam biaya seperti pajak barang dan bea cukai dari komoditi yang masuk Indonesia yang nilainya cukup besar benar tidak ? jadi pemimpin itu janganlah MUNAFIK !!

Museum Nasional 291110 15:30
Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: