Senin, 17 Mei 2010

MDGs # 5 dan 6 : Sudahkah Rakyat Indonesia Sehat Jasmani ?

Semua orang dalam perjalanan hidupnya selalu berkeinginan hidup sehat dan umur panjang apalagi sepanjang hidupnya tidak pernah sakit apalagi minum satu butir atau satu sendok obat benar tidak ?

Tetapi itu semua untuk mencapai umur panjang dan sehat tidaklah mudah dan penuh perjuangan seperti pola makan yang benar dan teratur, selalu berolahraga, pola istirahat yang benar dan juga kondisi pikiran juga tidak terlalu banyak masalah, dari semua ini sudah kah kita jalani sebagai warga yang berada di kota yang menjadi urat nadi negara dan juga ekonomi seperti Jakarta atau Surabaya dan kota-kota besar lainnya ? ternyata belum.

Mungkin urusan kesehatan dan istirahat adalah urutan ke sekian dan mereka memilih untuk bagaimana cara saya mendapatkan uang dengan cara kerja keras tanpa mengenal waktu bahkan waktu untuk istirahat pun dan makan hanya sekedarnya itupun kalau ingat, karena model hidup seperti ini sering kali kita temui banyak yang menderita sakit jantung, stroke karena apa ? karena mereka tidak punya waktu yang minimal 2 jam untuk istirahat dan makan.

Itu potret kehidupan masyarakat di perkotaan dan lebih kepada kalangan eksekutif muda atau sering kita kenal dengan esmud, lantas bagaimana dengan kehidupan rakyat jelata yang selalu kita temui di pinggiran kota Jakarta atau di bantaran kali, apakah mereka juga sama nasibnya dengan kalangan esmud, ternyata sama tapi berbeda maksudnya ?

Kalau kalangan esmud mencari uang dengan cara bekerja keras dan hasilnya bisa menikmati dengan enak dan kalaupun sakit tinggal ke luar negeri misalnya ke Singapura atau Malaysia, sementara kalau kalangan jelata bekerja keras untuk mendapatkan beberapa lembar dan koin yang berlogo BI tetapi hasilnya belum juga mencukupi apa yang mereka butuhkan terutama biaya kesehatan dan pendidikan.

Soal kesehatan, setiap hari kita selalu disuguhkan oleh televisi berita-berita tentang adanya seorang anak yang menderita penyakit-penyakit yang membutuhkan biaya yang bukan hanya 1-2 juta saja untuk sembuh karena orangtuanya tidak sanggup dan mampu untuk mencari uang 1-2 juta untuk berobat, jangankan untuk berobat memikirkan lauk apa yang akan disuguhkan saja masih bingung dan menjadi langka bagi mereka bisa makan nasi walaupun hanya 1 liter tanpa lauk !

Atau televisi menyuguhkan berita tentang banyaknya bayi yang tersandera oleh pihak rumah sakit karena orangtua sang bayi tak mampu membayar biaya persalinan dan juga biaya kamar rumah sakit, atau ada berita tentang rumah sakit yang menelantarkan pasien khususnya dari kalangan jelata, tetapi ada saja alasan rumah sakit ini ketika di konfortasi mengenai hal ini alasan mereka banyak saja misalnya alasan kapasitas rumah sakit dan tempat tidur sudah penuh benar tidak ?!

Inilah yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah terutama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang sehat tetapi kenyataannya mana, terbukti sampai saat ini masih banyak masyarakat terutama kaum jelata yang susah sekali mengakses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan atau para petugas medis ini terutama di daerah pedalaman yang masih sulit mendapatkan fasilitas kesehatan sama seperti yang ada di kota.

Memang beberapa tahun belakangan ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat sebuah kebijakan khusus bagi para kaum papa ini yaitu dengan membuat semacam kartu tanda miskin dimana para kaum papa yang sakit akan mendapatkan fasilitas untuk berobat yaitu mendapatkan kelas 3 jika menginap dan di gratiskan biaya administrasi tetapi apakah pemerintah juga menyediakan fasilitas yang memadai sesuai dengan kebijakan kartu tanda miskin ini ? ternyata tidak ini terbukti dimana seperti yang penulis tulis diatas di mana masih banyak rakyat miskin yang datang ke rumah sakit untuk berobat dengan membawa kartu miskin tetapi apa daya selalu ditolak oleh pihak rumah sakit, atau selalu di lama-lama dan tidak diperhatikan oleh petugas medis baru bergerak ketika media menyorotinya.

Sementara beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Republik Indonesia meresmikan sebuah fasilitas kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat borjuis dan yang berkantong tebal alasan fasilitas kesehatan yang berstandar internasional ini di resminkan untuk mengurangi para kaum borjuis untuk berobat keluar negeri dan lebih baik berobat di dalam negeri karena fasilitasnya pun sama, sementara fasilitas kesehatan untuk kaum papa ?

Atau ada ketika masyarakat miskin ingin mengurus kartu miskin selalu dihambat urusan birokrasi entah itu harus di lihat dulu kondisi rumahnya oleh birokrat setempat mulai dari tingkat Rukun Tetangga-RT hingga kelurahan itu baru dilihat kondisinya belum lagi dengan segala macam printil-printil yang ga jelas seperti biaya-biaya siluman walaupun kata negara kartu tanda miskin itu GRATIS tetapi kenyataan di lapangan ?!

Kalau masalah seperti ini masih selalu ada setiap hari muncul di televisi bagaimana negara ini bisa sehat masyarakatnya ? bukankah indeks baik atau majunya negara ini dilihat dari sejauh mana sehat para rakyatnya selain faktor ekonomi benar tidak ? kalau masyarakatnya tidak bisa merasakan akses kesehatan bagaimana negara ini bisa maju Walaupun banyak rumah sakit dengan fasilitas setara dengan negara luar.

Masalah kesehatan ini juga yang membuat PBB pada tahun 2000 membuat semacam kesepakatan dalam hal pembangunan ke depannya, kesepakatan itu yang bernama Millenium Development Goals-MDGs dimana 192 kepala negara menandatangani kesepakatan itu untuk membuat negara-negara di dunia lebih maju daripada sebelum millenium nantinya pada tahun 2015.

Sudah waktunya negara ini lebih memperhatikan kesehatan jasmani daripada rakyatnya bukankah masa depan ini ada di tangan-tangan anak-anak, bagaimana bisa negara ini maju kalau kesehatan mereka tidak diperhatikan penuh dan masih ada jurang antara miskin dan kaya ?!

14th floor 170510 13:45

Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: