Senin, 17 Mei 2010

Rekomendasi Yang Aneh

Tidak terasa sebulan penuh aksi anarkis yang terjadi di Tanjung Priuk berlalu dan berakhir juga tim investigasi indenpenden yang melakukan penyelidikan atas aksi anarkis ini walaupun banyak pihak mengatakan bahwa hasil rekomendasi ini tidak menyimpulkan secara detail siapa saja yang harus dan benar-benar ditindak.

Rekomendasi itu sendiri mengatakan bahwa Pemerintaha Daerah Khusus Ibukota-DKI Jakarta menyantuni korban-korban dari tragedi ini, kemudian meminta PemProv DKI agar mereposisi keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja dan masih banyak lagi rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan oleh Palang Merah Indonesia – PMI juga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia – KomNas HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia – KPAI dan KomNas Anak Indonesia

Penulis mengacungi jempol atas kinerja daripada tim investigasi independent ini yang susah payah mencari, mencatat dan mewawancarai para korban tragedi karena trauma yang masih teringat dalam ingatan mereka jika ditanya soal kejadian itu yang menyebabkan tiga aparat Satuan Polisi Pamong Praja Tewas dan puluhan mobil dinas Satpol PP dan Polisi rusak berat.

Tetapi penulis menilai ada yang aneh dalam rekomendasi ini, kalau soal rekomendasi terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta – PemProv DKI dan juga Satpol PP masih bisa penulis hargai tetapi kenapa rekomendasi terkait keberadaan dua organisasi masyarakat FPI-FBR tidak dimasukkan misalnya meminta Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk meninjau kembali keberadaan dua organisasi dan juga perangkat hukum yang membuat mereka “hidup”

Kita tahulah bagaimana aksi-aksi dua organisasi ini ketika berada di jalan-jalan Jadetabek serasa mereka yang punya jalan dan wilayah ini, seperti ketika bulan Ramadhan dimana mereka seenaknya melakukan razia bahkan melakukan pengrusakan di tempat-tempat hiburan atau kejadian yang terjadi di wilayah Depok beberapa hari yang lalu dimana di sebuah hotel ada acara yang dibuat oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan komunitas Waria tanpa angin tanpa hujan puluhan FPI ini melakukan pengrusakan dan pengusiran padahal acara ini resmi dan mendapatkan ijin dari keamanan dalam hal ini Kepolisian Resort Kota Depok tetapi kenyataannya tetap saja bagi mereka Polisi itu tidak ada, kalau memang buat mereka Polisi tidak ada lantas kemana rakyat mendapatkan perlindungan dari tindakan mereka ? pada saat kejadian juga mereka entah sengaja atau tidak menggunakan anak-anak sebagai tameng hidup untuk mempertahankan makam tersebut ini terlihat ketika banyak anak yang terlibat perang batu dengan petugas Satpol PP dan juga ikut menjarah dan membakar mobil-mobil operasional daripada Satpol PP dan Kepolisian jangan-jangan anak-anak ini juga iku membantu menewaskan 3 petugas Satpol PP tetapi ya itu penulis lihat TIDAK ADA REKOMENDASI kepada dua kelompok ini terutama dari Komisi Nasional Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia padahal jelas-jelas anak-anak ini dijadikan tameng hidup oleh dua kelompok ini !!

Kalau kita melihat kembali kejadian ini ( bukan maksud untuk membela Pemprov dan tidak mempercayai hasil rekomendasi tim independen) sebenarnya tidak ada niatan Pemprov untuk membongkar makam itu tetapi hanya untuk membongkar lahan-lahan yang tidak masuk dalam perjanjian tetapi kenyataannya permintaan Pemprov ini dipelintir oleh dua kelompok ini benar tidak ? kemudian terjadilah peristiwa tersebut kalau dilihat Pemprov disini di buat menjadi terdakwa padahal dua organisasi inilah yang jelas-jelas TIDAK BISA MEMBACA dan MENDENGAR apa yang tertulis dan terucap daripada putusan Pengadilan yang harus dijalankan oleh Satpol PP.

Bicara rekomendasi yang tertulis mereposisi keberadaan Satpol PP, sekali lagi bukan maksud untuk membela Pemprov DKI tetapi kiranya Satpol PP ini masih diperlukan karena bagaimana pun tanpa Satpol PP kenyamanan kita berjalan di trotoar dan juga kemacetan bisa teratasi kita bisa lihat yang membuat DKI ini sumpek dan tidak enak dilihat mata adalah keberadaan para kaki lima yang seenak OTAKnya menggelar dagangan di tempat yang jelas-jelas sebagai kawasan pejalan kaki atau tempat parkir kendaraan, sebenarnya yang membuat DKI macet ini adalah selain jalan yang kecil adalah keberadaan warung-warung makan yang berada di pinggir jalan yang akhirnya jalan-jalan tersebut terbagi porsinya antara jalan raya sekaligus warung sekaligus tempat parkir benar tidak ?!

Semoga kasus Priok ini menjadi yang terakhir di Ibu kota ini, dan juga pihak-pihak yang diminta menjadi team investigasi indenpenden agar lebih berimbang dalam memberikan rekomendasi bukan hanya Pemerintah yang harus menjalankan rekomendasi tetapi semua pihak yang terlibat dan terlihat langsung di tempat kejadian buat jelas dan team investigasi independen sesuai dengan pengertian daripada independen itu sendiri dalam memberikan rekomendasi !

Menteng, 120510 14:00
Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: