Jumat, 02 Juli 2010

Kisah Menteri Rasis


Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagaian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.

Kalau bicara soal kasus video heboh itu maka tidak akan habis di perbincangkan antara benarkah ketiga artis itu yang melakukan itu atau ada pihak-pihak yang ingin menjebak dan mencoba membunuh karakter mereka oleh orang-orang yang mungkin sakit hati atau ingin senang melihat penderitaan mereka tetapi dibalik ini ada juga yang mencoba mengaitkan peristiwa ini dengan agama.

Dimana pada sebuah pertemuan di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi Jakarta pada hari kamis (17/6) dimana sang menteri ini sempat meminta agar istilah “mirip Ariel” atau “ mirip artis” pada kasus video ini dihilangkan dan dipertegas saja, siapa pelakunya agar tidak membingungkan masyarakat. Bahkan untuk memperjelas pernyataannya, sang Menteri bahkan mengatakan bahwa istilah “mirip” bisa berimplikasi panjang bila tidak dituntaskan. Beliau memberi contoh tentang sejarah di mana umat Islam meyakini bahwa orang disalib di Bukit Golgota adalah bukan Nabi Isa. Sementara, umat Kristiani meyakini bahwa yang disalib saat itu adalah Yesus.

Pernyataan sang menteri ini kemudian ditulis oleh wartawan Rakyat Merdeka Online, Zul Hidayat Siregar, pada artikel berjudul “ Ngebet Buka Topeng Ariel Cs, Tifatul Bawa-bawa Nabi Isa dan Yesus.” Akibat pernyataan ini banyak kalangan yang geram dan menyayangkan pernyataan sang menteri ini karena bisa menimbulkan reaksi, karena takut menimbulkan reaksi yang berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia, sang Menteri ini melalui akun Facebooknya melakukan hak jawab menanggapi soal pemberitaan itu.

"Saya tidak pernah mengaitkan Video Porno dengan kedua tokoh (Nabi Isa dan Yesus -red) itu," kata Tifatul. Menurutnya, perbedaan keyakinan antara umat Islam dan umat Kristiani adalah fakta sejarah, dan ungkapan itu bersifat netral.

Terimakasih atas kemaklumannya dan mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Semoga menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh pihak, termasuk untuk saya pribadi."

Apakah masalah itu selesai ? ternyata tidak juga.

Kita sudah tahu lah bagaimana kelakuan daripada sang menteri ini, ketika mulai menjabat sudah membuat sebuah gebrakan dimana membuat rancangan peraturan menteri yang kalau jadi di jadikan Peraturan Menteri akan membatasi ruang gerak dari pada komunitas penulis dunia maya atau blogger, kemudian ada UU ITE yang akhirnya menjerumuskan seorang ibu rumah tangga karena tulisannya yang mengkritik kinerja daripada sebuah rumah sakit walau akhirnya dinyatakan tidak bersalah, dan masih banyak lagi.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apa dasar atau apa yang melatarbelakangi sehingga seorang menteri ini bisa mengandaikan itu ke arah pemahaman suatu peristiwa sejarah agama ?

Kalau menurut penulis apa yang di ucapkan oleh sang menteri ini sudah di luar batas kewajaran dan jangan salah kan kalau nantinya akan ada semacam krikil-kritil anti pati bahkan menjurus konflik berlatar belakang agama, negara ini sudah cukup mengalami banyak penderitaan karena konflik-konflik yang berdasarkan tindakan-tindakan yang mengatasnamakan agama (anda pun tahu dimana saja, penulis tidak akan menjelaskan secara detail) dan lucunya setiap kelakuan daripada menteri ini tidak mendapatkan tanggapan atau tindakan seperti memberikan teguran keras yang diketahui oleh masyarakat melalui media dari sang atasan beliau yang bukan lain adalah Presiden Republik Indonesia.

“ Kalau lewat Facebook atau Twitter aksesnya kan terbatas, “ kata Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid, dalam “ Pernyataan Sikap Para Tokoh Agama terhadap Menkominfo Tifatul Sembiring” di Wahid Institute, Senin (21/6)

Penulis pun jadi bertanya, apa dasar menteri ini di pilih oleh sang Presiden apa karena latar belakang pendidikan tetapi kalau berdasarkan latar belakang pendidikan kok agak janggal yah atau karena order-order partai politik sebagai pemegang saham atas negara ini (baca: pemenang suara rakyat) jadinya mau tidak mau harus memasukkan nama menteri ini dalam jajaran kabinet ? penulis pun jadi tidak simpati atau tidak percaya dengan ucapan dari pada kesimpulan partai asal menteri ini yang akan membuka kesempatan kepada non muslim untuk menjadi anggota, bagaimana non muslim bisa masuk dan tertarik kalau ucapan menteri ini yang nota bene mantan presiden partai ini mengeluarkan kata-kata yang jelas-jelas merendahkan dan menghina tokoh yang di hormati bagi agama Nasrani, dan juga kok menteri ini bisa berbicara seperti itu sedangkan mengucapkan ucapan Selamat Natal dan Paskah atau Selamat Nyepi, Selamat Waisak saja OGAH setengah mati benar tidak ?

Penulis pun mendukung apa yang di amanatkan serta tuntutan daripada komunitas lintas agama yang meminta agar menteri ini meminta maaf secara terbuka kepada publik BUKAN lewat media maya seperti Facebook dan Twitter yang dimilikinya, karena ucapan beliau bukan ucapan antar satu orang ke orang atau empat mata tetapi berkaitan dengan masalah agama, kalau masalah satu orang dengan orang lain sich boleh saja melakukan istilahnya Hak Jawab di media yang memuat ucapannya tetapi ini masalah agama yang mungkin bisa seperti bom waktu, kalau sudah terjadi apakah menteri ini bisa bertanggung jawab ? lagi pula yang namanya Facebook dan Twitter hanya segilintir orang saja yang bisa mengakses dan juga bisa memahami maksudnya bagaimana kalau rakyat ini mendengar dan membacanya setengah-setengah itu pun tidak lewat akun Facebook dan Twitter dari menteri ini melainkan dari orang lain !

Sudah saatnya Presiden Republik Indonesia lebih memperhatikan lagi kualitas daripada menteri-menteri apakah mereka sudah menjalankan tugas ini dengan baik termasuk dalam mengolah kata-kata atau komunikasi massa terhadap masyarakat yang tidak semua bisa memahami dan mengolah kata-kata atau komunikasi daripada para pejabat ini, dan buat sang Menteri anda ini bertugas tidak lebih seperti Humas daripada negara ini TOLONGlah bersikap dalam hal tutur kata itu di perhatikan lagi apakah tutur kata itu tidak mencederai perasaan orang berbagai golongan dan SARA atau tidak bisa kan pak Menteri ?

Merdeka Selatan, 240710 15:30

Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: