Sabtu, 16 Agustus 2008

In Memory : 3 Tahun MOU Helsinki

Tepat Hari Senin tanggal 15 Agustus 2005 bertempat di sebuah villa di pinggir kota Helsinki – Finlandia di prakarsai oleh Mantan Presiden Finlandia yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative Martti Ahtisaari, Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, sebuah gerakan separatis yang berakar di bumi serambi mekkah tetapi operasionalnya berada di negara Swedia.

Akhirnya tanggal 15 Agustus 2005 tepat jam 16.00 sore waktu Jakarta ditanda tangani dimana pihak Pemerintah Republik Indonesia diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia kala itu Hamid Awaluddin dan pihak Gerakan Aceh Merdeka diwakili oleh Menteri Luar Negeri GAM yang berkedudukan di Swedia, Malik Mahmud.

Kita tahu sebelum akhirnya kedua pihak bertikai ini duduk damai di Helsinki, GAM dicap sebagai pemberontak dimana masyarakat sipil selalu di jadikan tameng hidup atau korban dengan pemerintah, kita bisa lihat berapa banyak anak dan istri harus kehilangan kepala keluarganya akibat ikut GAM, atau diculik dan dibunuh oleh GAM karena tidak mau mengikuti apa yang GAM inginkan, pemerintah pun tidak tidak diam bahkan pada era pemerintah Megawati Soekarnoputri pernah membuat kebijakan menginvasi Aceh dengan menurutkan kekuatan terbaik dari TNI untuk menumpas GAM tetapi hasilnya..banyak warga sipil menjadi korban karena TNI tidak tahu mana yang pernah menjadi GAM dan mana yang rakyat sipil dan mana yang kamuflase.

Lewat dialog yang alot dan tegang, akhirnya lewat tragedy Tsunamilah yang meluluhkan hati nurani daripada para pejabat GAM yang bermukim di luar negeri mau berunding dan berdamai dengan pemerintah, dan juga berkat mantan Presiden Finlandialah perdamaian ini dimulai..

Dan tidak terasa sudah tiga tahun MOU ini berjalan, dan tidak lagi yang namanya konflik atau apapun yang dapat mengganggu kenyamanan rakyat sipil dan mereka telah hidup rukun walaupun kesejahteraan mereka setelah tsunami masih membekas dan tidak pekanya pemerintah melihat kehidupan mereka dan tidak tegasnya pemerintah terhadap badan-badan luar negeri yang ingin membantu tetapi kenyataannya pada pergi dari bumi Aceh.

Ternyata yang namanya damai itu mahal rasanya daripada konflik…

Tidak ada komentar: