Sabtu, 16 Agustus 2008

Rokok Dilarang Beredar di Bumi Indonesia ? Yakin tuch…


Menjelang Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2008 lalu ada isu yang dilontarkan oleh salahsatu pengamat anak-anak yang mengatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, membatasi ruang lingkup bahkan menghentikan usaha dari rokok karena menurut data sebagian penghisap rokok adalah anak-anak usia sekolah dan produktif.

Satu bulan setelah itu, tiba-tiba tidak disangka Majelis Ulama Indonesia - MUI akan mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa rokok adalah barang Haram sama halnya dengan daging Babi, Narkoba, alkohol dan Pornografi, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa baru sekarang MUI ingin mengeluarkan fatwa bahwa rokok adalah barang haram ?

Kita tahu rokok di negara kita ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi memang dengan merokok efeknya adalah kesehatan seperti gangguan pada jantung sampai kepada kelainan pada janin khusus pada wanita hamil, yang jelas-jelas sangat dilarang tapi di sisi lain usaha rokok ini dapat menghasilkan dana yang lebih dan bisa dijadikan sarana sponsor khususnya acara – acara musik yang menghadirkan grup musik atau penyanyi solo luar negeri yang tanpa “jasa” rokok ini tidak mungkin mereka bisa hadir di negara kita.

Ironi sekali melihatnya apalagi negara kita sempat disorot oleh Lembaga anti tembakau dengan menuliskan surat terbuka kepada Penyanyi top Amerika Alicia Keys terkait konsernya di Jakarta yang memakai uang dari perusahaan rokok.. Kemudian jika fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia tentang rokok haram, apakah bisa menjamin udara di Indonesia khususnya di Jakarta bisa bersih ketika Indonesia tahun 1960-an atau seperti sejuknya udara puncak dan bandung ketika tahun 1980-an ?

Toch kita bisa lihat bagaimana proyek dari mantan abang gubernur DKI yang mengeluarkan Peraturan Daerah No.75 yang mana melarang melakukan kegiatan merokok di area tertentu terutama didalam ruangan dan tempat yang dianggap tidak layak seperti rumah ibadah, sarana pendidikan tapi hasilnya mana padahal tujuannya untuk menciptakan udara DKI yang bersih tapi kenyataannya ?

Perlu atau tidaknya rokok di bilang barang haram atau tidak, sebaiknya kembali ke diri kita masing-masing, memang dari segi kesehatan orang yang tidak merokok akan mengalami empat kali lipat dampaknya daripada orang yang merokok, sebenarnya ini salah pemerintah juga karena tidak tegas dalam membatasi usaha rokok karena kita tahu juga bahwa pasokan dana negara ini sebagian besar berasal dari cukai rokok yang dikeluarkan oleh Badan Bea dan Cukai yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dan kalaupun fatwa ini benar akan dikeluarkan apakah MUI dan pemerintah mau menampung para pekerja rokok ini yang banyak sekali jumlahnya ?

Kalau pemerintah bisa tegas dari dulu membatasi hanya satu-dua perusahaan rokok dengan produk dari perusahaan itu juga terbatas tidak seperti sekarang sudah pasti negara dan semua komponen dari ujung Pulau Sumatera hingga ujung Pulau Papua tidak terlalu bergantung lebih besar dari rokok misalnya event organizer.. betul tidak ? atau menaikkan harga pembelian rokok yang sangat tinggi, misalnya kalau sekarang satu bungkus rokok berkisar Rp.10,000 kenapa tidak dinaikkan harga sampai taruhlah Rp.40,000 penulis yakin hanya sebagian orang saja yang beli dan tidak mungkin pelajar bisa beli rokok kalau harganya selangit, uang dari mana ? penulis juga ingin mengkritiki keberadaan daripada Majelis Ulama Indonesia yang menurut penulis tidak bisa mengjembatani atau mengkoordinir organisasi berbasis Islam mulai dari yang santun hingga radikal, seperti kasus yang terjadi di kawasan Monas beberapa bulan yang lalu seharusnya MUI-lah yang mengakomodasi perdamaian bukannya dua organisasi Islam paling besar di negara ini termasuk juga kasus aliran kepercayaan, tetapi yang ada menurut penulis fungsi dari Lembaga ini (maaf kalau agak lancang) tidak jauh dari penunggu stempel dan sertifikat Halal dan Haram serta pembuat akta fatwa, bukan sebagai wadah komunikasi antar organisasi Islam untu disatukan visi-misinya dalam membangun negara ini lewat ajaran islam yang sebenarnya dan santun bukan radikal serta harus mengorbankan banyak orang seperti yang terjadi di Monas atau tidak bisanya membuat keputusan atas aliran kepercayaan padahal inti ajaran mereka adalah Islam. Dan itu semua terbukti ketika salahsatu stasiun televisi meminta pendapat daripada kalangan Ulama di daerah mereka mengatakan bahwa rokok itu bukan haram melainkan kembali lagi ke individualnya masing-masing dan lewat visualisasi yang dilakukan stasiun televisi banyak santri dan ulama yang merokok, kalau sudah begini apalah guna fatwa yang dikeluarkan oleh MUI yang jelas-jelas latarbelakang dan bernama Ulama kalau rekan mereka sendiri ada yang merokok konyol bukan ?


Apakah rokok juga masuk dalam berkas fatwa MUI mengatakan bahwa rokok haram seperti halnya daging babi dan pornografi ? kita lihat saja nanti kinerja dari Lembaga yang menurut orang pembuat stempel pemerintah.
Pelataran St.Carolus..
Agustus 2008

Tidak ada komentar: