Sabtu, 16 Agustus 2008

Negara Ini Belum Merdeka


Tahun 2008 ini negara kita Republik Indonesia dengan ibukota Daerah Khusus Ibukota Jakarta berulang tahun ke 63, usia 63 adalah bukan usia muda seperti usia pada manusia muda contohnya usia 17 tahun, tapi usia yang cukup matang dalam segala hal seperti kematangan dalam berpikir dan bertidak terhadap apa yang ada didepannya.

Lalu bagaimana dengan usia 63 tahun yang dicapai oleh bangsa ini ketika 63 tahun yang lalu beberapa bapak bangsa kita memproklamirkan kemerdekaan dengan memberikan pernyataan dibarengi dengan pengibaran bendera merah putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati dan berkumandang lagu Indonesia Raya dan sejak itu banyak negara mengakui negara Indonesia sebagai negara yang merdeka.

Pertanyaan yang di atas bagaimana dengan usia 63 tahun negara ini apakah sudah sesuai dengan usia 63 tahun yang artian sudah matang dalam berbagai hal termasuk melayani rakyat dan menaikkan derajat rakyat ? ternyata belum sama sekali bahwa yang namanya kemerdekaan itu belum dirasakan sepenuhnya oleh 220 juta jiwa.

Bukan Cuma satu bidang saja yang belum merdeka tetapi semua bidang, kalau boleh penulis utarakan satu-satu dibawah ini, pertama di bidang ekonomi kita bisa lihat berapa banyak masyarakat Indonesia mulai dari ujung Pulau Sumatera hingga Ujung Papua berapa banyak penduduk usia produktif kerja 15 tahun hingga 35 tahun dengan latar belakang pendidikan mulai dari lulusan SMU hingga S1 sampai S-2 yang belum mendapatkan pekerjaan alias Pengangguran, berapa banyak masyarakat kita terutama kaum ibu yang masih terus memikirkan kapan harga beras dan bahan pokok turun dan mudah dijangkau ? Kedua, dalam bidang birokrasi kita bisa lihat bagaimana susahnya mengurus sebuah dokumen pribadi entah itu pengurusan KTP atau yang lain dimana harus berbelit-belit dan selalu mengeluarkan uang yang seharusnya tidak perlu tetapi mau tidak mau mengeluarkannya hanya dengan satu pesan yaitu seiklasnya, ketiga dalam bidang pendidikan, bidang ini justru paling parah kalau menurut penulis lihat kita bisa lihat berapa banyak bangunan sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga SMU dari ujung barat Indonesia hingga ujung timur Indonesia mengalami kerusakan mulai dari yang kecil misalnya atap bocor hingga yang berat rata dengan tanah, kalau sudah begini bagaimana kita bisa mencetak calon-calon penerus bangsa kalau sarana untuk menciptakan mereka tidak dirawat, kemudian penulis melihat masih banyak sekolah yang memungut biaya yang hanya bisa di jangkau oleh kalangan kerah putih bukan kalangan jelata, makanya kita bisa lihat banyak anak-anak usia sekolah yang berkeliaran di tiap-tiap perempatan lampu merah sepanjang jalan di ibukota atau di semua jalan yang ada lampu merah di negara ini karena tidak ada biaya untuk sekolah, padahal kita baca, kita rasakan, kita bayangkan pada alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dibuat oleh para bapak-bapak pencetus negara ini mencoretkan kalimat…mencerdaskan kehidupan bangsa kalau sudah seperti ini apa jawaban pemerintah ?, jadi jangan salahkan kalau banyak pelajar kita yang berprestasi di ajang-ajang ilmiah seperti Olimpiade Fisika, Olimpiade komputer atau apapun kemudian di rekrut oleh kampus dan perusahaan asing ketimbang negara asal mereka termasuk salahsatunya bisa saja mereka mengganti buku paspor mereka bukan lagi paspor lambang burung Garuda melainkan lambang negara lain, karena ya itu pemerintah tidak merangkul mereka untuk mengembangkan isi otak mereka yang cerdas, kemudian soal buku juga menjadi masalah setiap masuk tahun ajaran baru, apalagi sekarang Kemendiknas menciptakan inovasi yaitu e-book dimana orangtua tidak usah membeli buku melainkan mengunduh (mendownload ) di website diknas ternyata tidak ada gunanya sama sekali bahkan tidak bisa diakses, belum lagi praktek-praktek yang sering dilakukan para guru kepada muridnya dengan label kesejahteraan apakah ini muka pendidikan kita kalau sudah begini bagaimana tanggapan dari Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga..termasuk didalamnya Presiden betul ga ?

Dalam hal budaya pun kita belum merdeka, kenapa penulis bilang begitu ? kita bisa lihat kreativitas terutama yang dibuat kalangan muda selalu terhambat dengan istilah budaya timur, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah pengertian budaya timur yang seperti apa sich dalam bentuk wujud nyata, kemudian banyak budaya kita yang terampas dan diakui oleh negara lain tapi kitanya khususnya pemerintah baru bereaksi jika negara itu akan mendaftarkan hasil budaya kita ke badan internasional sebagai warisan budaya dunia, sangat konyol sekali.

Dalam bidang hukum pun negara kita sama sekali kalau menurut penulis belum merdeka kenapa penulis bisa bilang begitu, kita bisa lihat bagaimana perlakuan aparat hukum kepada masyarakat yang bermasalah dengan hukum..,dilihat dari pasal KUHPnya misalnya kalau maling ayam ama jemuran Ibu-ibu biasanya ditangkap terus di tahanan dipukulin sampai babak belur sama sesama tahanan tapi polisi diam saja begitu masuk berita di Koran dan ada pendapat daripada ahli kriminal Polisi langsung bereaksi, begitu juga pada saat pemeriksaan untuk berita acara pasti tidak jauh-jauh dari yang namanya pukulan dan tendangan biar mengaku bahkan di sertai ancaman, dalam hal makanan tidak ada yang sehat bahkan jauh sekali, kemudian kalau di besuk, keluarga harus menyediakan minimal Rp.300,000 untuk setiap pos tahanan belum lagi upeti untuk kepala sel di dalam, tapi kalau kasus narkoba, Korupsi, pembunuhan berdarah dingin apalagi melibatkan artis terkenal, pasti tidak ada berita yang namanya digebukkin, bahkan diberi fasilitas yang diatas kata layak, makanan boleh pilih termasuk hidangan penutupnya, jam kunjungan bebas.. kontras sekali bukan ? dan terus-menerus sampai sekarang belum lagi adanya praktek jual-beli perkara seperti yang terjadi pada sidang Jamsostek, apakah ini yang disebut merdeka selama 63 tahun ?

Jadi pantaskah kita bilang bahwa negara kita sudah merdeka ? kalau merdeka dari segala bentuk penjajahan tentara asing bisa dibilang kita sudah merdeka, tapi kalau untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan dalam bangsa sendiri sepertinya belum tuch, kita masih dijajah dan belum tentu kapan merdeka..contohnya kasus Lapindo bukankah itu bentuk penjajahan secara social dan ekonomi yang dilakukan oleh Bakrieland Corp terhadap warga Sidoarjo-Jawa Timur sampai ada yang pingsan beberapa kali karena menghirup gas yang tiba-tiba keluar dari dalam tanah di setiap perumahan, apakah ini yang disebut merdeka ? kemudian apakah ini yang disebut merdeka, disaat rakyat diharuskan hemat listrik, air dan bensin bahkan pabrik harus rela hari kerjanya bergeser ke hari sabtu-minggu tapi bagaimana dengan awak dari pemerintahan, seenaknya memakai air, listrik dan bensin kita bisa lihat bagaiamana iring-iringan VIP kalau lagi ada dijalan untuk acara seremonial kenegaraan berapa liter bensin yang habis terbuang di jalan apakah ini yang di sebut merdeka bagi rakyat jelata ? kemudian yang seharusnya negara kita bisa sepuasnya menggunakan energi salahsatunya minyak bumi, harus pasrah di perkosa asal-asalan isi perut bumi kita oleh perusahaan minyak asing tanpa ada keuntungan sepeser pun untuk kesejahteraan penduduk sekitar, apakah ini yang disebut kemerdekaan?

Sudahlah kita tidak usah lagi bilang negara ini merdeka, tetapi bagaimana caranya negara ini bisa merdeka dalam segala hal termasuk merdeka dalam hati dan batin kita sebagai warga negara Republik Indonesia, penulis ingin mengutip pernyataan bapak pencetus ide negara ini yaitu Tan Malaka dan ini harus direnungkan bagi kita semua termasuk calon-calon Presiden yang ingin duduk manis di Istana pada tahun 2009 mendatang yaitu

Negara yang hidup meminjam pasti menjadi hamba peminjam

Dirgahayu Negaraku Republik Indonesia yang ke-63 Jayalah selalu dan Buatlah Dunia dengan kekuatanmu seperti kala dulu….


Rhesa Ivan Lorca

Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: