Selasa, 03 Agustus 2010

Antara Ahmadiyah, Gereja, Pasal 29 , Yang Merasa Dirinya Suci dan Sejajar Dengan Tuhan serta Takutnya Negara


(1) Negara berdasarkan atas Ke Tuhanan Yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu

Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.

Sebelumnya tulisan ini kembali bukan maksud untuk menyinggung atau sambil menghina agama tetapi ada yang salah dan sekedar ingin mengingatkan saja Kenapa penulis mengatakan itu kita bisa lihat bagaimana puluhan yang mengaku dari ormas agama mencoba menutup Masjid yang menjadi tempat ibadah kaum Ahmadiyah di kawasan Manislor-Kuningan karena menurut ormas agama ini ajaran-ajarannya tidak sesuai dengan kaidah agama yang selama ini dianjurkan.

Kemudian ada lagi beberapa ormas agama mencoba menutup tempat ibadah umat nasrani di berbagai tempat seperti yang terjadi di Bekasi, alasan mereka adalah penutupan ijin tempat ibadah ini adalah tidak adanya ijin dari warga setempat dan juga menyalahi ketentuan dimana tempat tinggal di jadikan tempat ibadah.

Dari dua kasus ini berbeda sekali dengan kutipan Pasal 29 UUD 1945 (yang asli BUKAN amandemen) yang penulis sajikan di atas tentang kebebasan dalam beragama bagi rakyat Indonesia, dimana saat ini banyak sekali kita jumpai aksi-aksi yang tidak mencerminkan sifat dari agama itu yang cinta damai dan merasa diri dan kelompok mereka itu adalah sejajar dengan Tuhan. Kita bisa lihat bagaimana setiap bulan Ramadhan ada saja kelompok-kelompok berkedok jubah yang merasa dirinya hebat dalam beragama berpatroli layaknya Satuan Polisi Pamong Praja untuk memantau tempat-tempat hiburan jika ada yang menyalahi ketentuan dan tidak menghormati langsung saja mereka merusak bahkan melukai orang-orang yang tidak tahu apa ketika berada di sana, tetapi aparat keamanan tidak bisa berbuat apa dan hanya melongo saja kalaupun diproses hukum, vonis hukumannya pun hanya menghitung bulan belum lagi kalau dipotong masa tahanan.

Sudah berapa kali kita mendengar adanya penutupan gereja, Ahmadiyah, eksistensinya FPI-FBR tetapi kita juga tidak mendengar satu patah kata pun dari pemerintah terkait masalah ini bahkan terkesan pemerintah diam dan membiarkan saja apa yang mereka lakukan sementara seperti yang tertera pada pasal 29 itu sangat JELAS sekali kalau negara menjamin tetapi kenyataannya ?

Penulis juga tidak setuju dengan pernyataan dari Kementerian Agama Republik Indonesia soal Ahmadiyah dimana mereka meminta agar warga Ahmadiyah menghormati SKB dua menteri yang menjadi pertanyaan sekarang adalah LEBIH TINGGI mana posisi perangkat hukum ini apakah SKB dua menteri atau pasal 29 UUD 1945 jika kita melihat kasus Ahmadiyah dan juga penutupan tempat ibadah secara sepihak ? kalau memang Ahmadiyah itu DILARANG ADA DI Indonesia KENAPA Pemerintah TIDAK MENCABUT Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 padahal jelas-jelas disana tertulis bahwa NEGARA MENJAMIN kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat MENURUT agamanya dan kepercayaannya itu !

Penulis pun mengerti kenapa para pemimpin pembentuk negara ini membuat Pasal 29 UUD1945 karena mereka tahu negara ini berdiri tidak hanya oleh keringat dan darah orang muslim tetapi juga keringat dan darah dari orang Nasrani, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu dan juga mungkin ada Ahmadiyah benar tidak ?!

Menurut penulis yang harus disalahkan dalam kasus ini adalah TIDAK TEGASnya Pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama Republik Indonesia dalam melihat keberadaan organisasi-organisasi dan forum-forum komunikasi berdasar agama yang semakin lama semakin memprihatinkan keberadaannya yang lebih banyak ke arah anarkis daripada dialog secara manusia yang mempunyai ahklak dan budi pekerti. Kementerian Agama juga kiranya memberikan perhatian dalam hal administrasi soal perijinan tempat ibadah, kita bisa lihat dan penulis mendengar sendiri bagaimana kawan-kawan nasrani sangat susah sekali mendapatkan ijin untuk mendirikan gereja, sudah susah perijinan komplek lagi alur birokrasi perijinan makanya jangan heran kita bisa lihat rumah atau ruko dijadikan tempat ibadah ya karena TIDAK TEGAS dan Transparannya administrasi yang dikelola oleh Kementerian Agama Republik Indonesia berikut kantor wilayahnya.

Sudah saatnya Pemerintah TEGAS dalam membaca situasi yang berkaitan agama, janganlah meminta Ahmadiyah atau kaum nasrani yang mendirikan tempat ibadah merangkap rumah pribadi tetapi meminta aparat keamanan menindak orang-orang yang berani bahkan mengancam keberadaan kebebasan beragama yang sesuai Pasal 29 UUD 1945, kalau pemerintah masih melindungi para kelompok orang-orang yang mengaku dirinya suci dan sejajar dengan Tuhan dengan bahasa komunikasi yang halus seperti yang dilakukan Menteri Agama terkait kasus Ahmadiya LEBIH BAIK CABUT itu pasal 29 UUD 1945 !

Simpati untuk penganut Ahmadiyah

Taman Galaxy, 010810 16:30
Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: