Selasa, 03 Agustus 2010

Antara Rumah Dinas dan Janda Pahlawan


Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.

Mungkin ini tulisan penulis yang paling kejam selama penulis menulis tetapi itulah yang terjadi kenapa tulisan ini dibuat. Kita tahu beberapa bulan kemarin tentang adanya kasus dua janda pahlawan (katanya) yang mengalami semacam perlakuan tidak manusiawi dimana mereka berdua harus dihadapkan ke meja hijau karena menempati rumah yang menjadi rumah dinas Perum Pegadaian.

Penulis tidak akan membahasnya dari segi apapun termasuk segi hukum karena penulis bukan pakar atau ahli hukum yang selalu di nanti dan ditunggu tanggapan dan pengamatan tetapi menurut penulis dari kasus ini ada yang salah.

Kita semua tahu yang namanya rumah dinas rumah yang ditempati oleh seseorang yang bekerja atau mempunyai ikatan kerja/dinas dengan perusahaan tempat orang itu sebagai imbal jasa daripada usaha dan loyalitas seseorang itu terhadap perusahaan dan memudahkan akses kemana-mana (jika memang dimutasi dari daerah) serta hemat biaya, tetapi ketika masa dinas itu harus berakhir maka segala fasilitas yang disediakan oleh perusahaan harus dikembalikan kepada perusahaan.

Itu pengertian tentang rumah dinas lantas bagaimana penerapannya, penulis melihat kalau di negara luar sich tidak ada masalah karena mereka dengan kesadarannya keluar dari kediamaan atau komplek perumahan dinas jika mereka pensiun atau diberhentikan dengan baik-baik tetapi sangat kontras sekali dengan keadaan di negara ini dimana (mungkin) bagi mereka rumah dinas itu ibarat rumah ½ pribadi dimana jika mereka pensiun maka secara otomatis rumah dinas tersebut menjadi rumah mereka karena pikiran mereka adalah selama ini mereka telah mengabdi kepada negara atau tempat mereka bekerja.

Ini mungkin yang ada di pikiran dua janda pahlawan dan ratusan penghuni rumah dinas militer yang ada di negara ini, karena mereka sudah mengabdi maka (menurut pemikiran mereka) rumah yang mereka tempati sudah pasti akan menjadi milik mereka jadi begitu mereka dieksekusi langsung berontak dengan alasan mereka sudah mengabdi kepada negara atau, negara tidak menghargai jasa-jasa mereka tapi menurut penulis sangat wajar kalau negara mengeksekusi rumah tersebut kalau kita lihat pengertian tentang rumah dinas seperti yang penulis katakan di atas tadi.

Penulis bukan ahli hukum yang pendapatnya selalu dinanti oleh orang banyak tetapi apa yang dilakukan oleh negara atau institusi dalam mengeksekusi rumah dinas sudah tepat, yang tidak tepat atau yang (maaf) bodoh adalah orang-orang yang berada di rumah dinas tersebut. Seperti kasus dua janda pahlawan, jujur secara nurani penulis kecewa dengan sikap putusan pengadilan karena jelas-jelas sekali membebaskan dengan murni terhadap kedua janda ini dan juga warga sipil yang menyerobot rumah dinas milik instansi Perum Pengadaian kok di bebaskan walaupun kalau dari segi usia sangatlah wajar karena sepuh tetapi tindakan itu yang penulis tidak abis pikir apa karena title pahlawan jadi seenaknya saja menguasai rumah tersebut !

Ketika kasus ini bergulir penulis agak simpati dengan dua janda ini karena di bilang suamonya tentara kemerdekaan tetapi simpati itu agak pudar karena begitu membaca kronologi daripada kejadian ini apalag mengetahui tentang suaminya, kemudian setelah membaca kronologi itu ada beberapa pertanyaan yang membuat penasaran penulis yaitu pertama, seprestasi apa sich suami dua janda terhadap negara ini sampai mendapatkan rumah (yang menurut penulis) agak wah ? kedua, hebat sekali yach PANGKAT hanya Prajurit Satu-PRATU kemudian “berprestasi” terhadap negara bisa dapat rumah yang luas tanah dan bangunannya yang wah sementara PANGKAT Pratu di tahun 2010 HARUS pusing memikirikan uang kontrakan rumah dan biaya pendidikan dan kehidupannya. Ketiga, ketika kasus ini ada KEMANA anak-mantu-cucu daripada dua janda ini kok TEGA ibu dan ibu mertuanya di ekpos secara luas oleh media apakah mereka tinggal di rumah dinas ini atas nurani mereka atau memang anak-mantu-cucunya TIDAK MAU mengurus mereka ? inilah pertanyaan penulis ketika kasus ini bergulir.

Kemudian kenapa setiap adanya eksekusi rumah dinas, para penghuni ini selalu berkata lantang bahwa mereka atau kepala rumah tangga mereka adalah seorang pahlawan yang telah mengabdi kepada negara, atau negara tidak menghargai jasa mereka yang telah mengabdi kepada negara ? kalau seperti ini penulis ingin bertanya seberapa besar sih jasa anda terhadap negara ini apakah anda ikut bertempur di barisan depan ? jangan lah berkata pahlawan kalau perannya hanya sebagai pembawa pesan atau sukarelawan, seperti kasus dua janda ini kira penulis kira kenapa mereka pertahankan dan mengatakan kalau suami mereka adalah pahlawan yang pangkatnya minimal Sersan Mayor atau Letnan eehh ternyata Prajurit Satu kelas bawah, menurut penulis YANG NYATA di bilang pahlawan itu adalah GURU bukan tentara bukan siapapun tetapi GURU, TANPA GURU kita bisa apa ?

Menurut penulis sudah saatnya para manusia yang sekarang meninggali rumah yang menjadi rumah dinas atau rumah negara kiranya dari sekarang memperhatikan atau pikir-pikir mau kemana setelah pensiun dan perlu diingat bukan hanya anda saja yang memerlukan rumah dinas tetapi yang namanya rumah dinas itu adalah rumah yang berlaku selama masih berdinas jika tidak berdinas atau pensiun atau sudah meninggal ya harus keluar bukannya menjadi hak milik apalagi menjadi hak milik anak-menantu bahkan cucu atau berpindah tangan. Dan soal ganti rugi penulis rasa negara atau institusi yang mempunyai aset rumah dinas TIDAK PERLU membayarnya karena mereka menempati rumah itu sesuai dengan ikatan dinas dan ganti rugi itu secara otomatis sudah di terima mereka lewat dana pensiunan

Dan juga kalau memang mau memiliki rumah dinas menjadi rumah pribadi kiranya harus memperhatikan ketentuan yang berlaku misalnya harganya sesuai dengan harga saat ini BUKAN harga pasaran ketika memasuki rumah dinas, kenapa penulis bilang begitu ? karena bagaimana pun rumah dinas institusi negara itu segala administrasinya diatur dan diawasi oleh Kementerian Keuangan dan pihak yang bertanggung jawab terhadap keberadaan rumah dinas walaupun anda yang membayar listrik dan air tetapi rumah itu masuk dalam kategori aset negara !

Jadi buat yang masih tinggal di rumah dinas, anda sudah lihat bagaimana kuasa negara itu berjalan daripada anda malu karena jelas-jelas anda yang salah kiranya sebelum anda diusir dari rumah dinas kiranya anda sudah keluar dulu dari sana…

Cipinang, 280710 15:00

Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: