Rabu, 18 Agustus 2010

Menggugat Kemerdekaan kepada Negara Berdasarkan Pancasila


Seperti menjadi kebiasaan penulis sebelum melakukan penulisan selalu menghaturkan permintaan maaf jika ada kata-kata atau tulisan yang penulis buat membuat sebagian pembaca merasa tersinggung atau penulis dianggap menista atau apalah, apa yang penulis tulis adalah murni dari pendapat penulis terkait masalah yang penulis lihat, baca dan dengar, sekali lagi maaf.

Tidak terasa negara ini telah berumur 65 tahun merdeka, kalau ibarat manusia usia 65 tahun ini adalah usia senja dimana semua yang manusia ini kerjakan sekarang ini tinggal menikmatinya tetapi pada negara ini sepertinya perumpaan itu tidak sepenuhnya bisa dipahami

Kenapa penulis menuliskan judul seperti di atas dikarenakan sekarang ini makna Pancasila sudah dianggap angin lalu oleh sebagian orang (mungkin) anak muda saat ini terlebih ada pihak-pihak yang menginginkan dasar negara kita ini di ubah menjadi dasar sekularisme, maka lewat tulisan ini penulis ingin juga menggugat kerja negara terhadap rakyatnya sesuai dengan isi daripada Pancasil sejauh mana negara ini terutama manusia-manusiannya bekerja kepada rakyatnya.

Baik sekarang kita mulai menggugat negara berdasarkan Pancasila.

Sila kesatu, KETUHANAN YANG MAHA ESA dalam sila ini berkaitan dengan agama dan umatnya dimana kita bisa lihat dimana semua agama ini bermuara pada satu yaitu Tuhan tetapi kenyataannya, kita masih lihat bagaimana kasus-kasus yang berkaitan dengan agama, seperti kasus Ahmadiyah atau penolakan kegiatan ibadah dan pendirian Gereja HKBP di kawasan Ciketing-Bekasi oleh sekelompok orang-orang yang SOK SUCI dan SOK TAAT BERAGAMA. Sudah berulang kali kelompok orang-orang yang SOK SUCI dan SOK TAAT BERAGAMA ini mengintimidasi kawan-kawan yang tidak sesuai dengan sikap kelompok ini tetapi kenyatannya negara TIDAK BISA berbuat apa-apa bahkan mereka MEMBELA DIRI dengan mengatakan bahwa pihak-pihak yang bermasalah agar melihat dan menaati peraturan yang dikeluarkan oleh negara yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang peribadatan.

Padahal kita semua tahu bahwa selain Sila Kesatu ini negara pun punya perangkat hukum dari segala hukum untuk melindungi rakyatnya daripada orang-orang seperti yang penulis utarakan di atas yaitu Pasal 29 tetapi apa ? sila kesatu dan Pasal 29 SUDAH DILUPAKAN oleh negara dalam hal ini manusia-manusia yang diberikan kepercayaan oleh rakyat dan Tuhan untuk bekerja sebagai Pejabat negara di negara ini dan malah men-DEWA-kan SKB 3 Menteri yang jelas-jelas beberapa isinya SANGAT-SANGAT DISKRIMINASI kepada agama-agama minoritas !

Sila kedua, KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB. Sudah adilkah negara ini terhadap rakyatnya dalam menjalankan roda negara sesuai dengan sila ini ? bagi pejabat negara sich sudah pasti jawabnya SUDAH tetapi rakyat terutama rakyat kecil dan jelata pasti jawabnya belum bahkan ada mengatakan tidak ada sama sekali. Kita bisa lihat bagaimana setiap tahun selalu meningkat angka kemiskinan, angka pengangguran tetapi adakah pemerintah melihat ini semua ? tidak ada

Kita bisa lihat bagaimana nasib ratusan ribu atau jutaan tenaga kerja kita di negeri seberang yang setiap hari selalu masuk dalam berita bukan berita positif misalnya mendapatkan penghargaan dari otoritas negara setempat tetapi nasib tragis entah itu diperkosa hingga hamil sampai pada nasib di tiang gantung karena dituduh mencuri atau membunuh majikan atau ada juga yang kembali dengan kondisi jiwa yang memprihatinkan karena siksaan dan gaji yang tidak pernah dibayar oleh majikan padahal para TKI/W ini di keluarganya menjadi tulang punggung lantas apakah pemerintah bersikap tegas dengan melindungi mereka dan meminta negara tempat TKI/W ini bekerja untuk meminta majikan mereka diseret ke pengadilan dan membayar apa yang menjadi hak dari TKI/W ini ? ternyata tidak, tindakan negara ini hanya MANIS DI BIBIR dan HANGAT-HANGAT TAHI AYAM dimana ketika tidak disorot lagi oleh media maka kasus ini pun menguap begitu saja ibarat orang (maaf) buang angin. Benar tidak ?

Atau kasus Lumpur Lapindo pernah kah negara ini bertindak keras dengan cara membantu korban untuk mendaftarkan gugatan mereka atas nama negara karena mencemarkan lingkungan dan meminta pihak-pihak yang berkepentingan akan lumpur ini untuk bertanggung jawab penuh termasuk menutup saluran yang menjadi pangkal permasalahan? ternyata tidak bahkan pemimpin kita sepertinya bertekuk lutut dengan para pembesar dari perusahaan yang melakukan itu karena terpengaruh dengan deal-deal politik ketika kampanye.

Atau pernahkah pemerintah kita melihat ke daerah-daerah terutama daerah perbatasan untuk melihat kehidupan warganya terutama dalam mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan termasuk prajurit negara ini yang menjaga perbatasan ?


Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Menurut penulis negara ini sudah agak sedikit tidak bersatu lagi jika kita melihat sila ini, kalau dulu mungkin sila ini di buat untuk mempersatukan segala macam agama, kepercayaan, suku, dan golongan menjadi satu yaitu Persatuan Indonesia tetapi saat ini sepertinya cita-cita para pendahulu kita sudah tidak berlaku, kita bisa lihat bagaimana beberapa waktu lalu dimana ada beberapa ormas berlatar belakang yang melakukan tindakan pengusiran anggota dewan ketika sedang berdinas di daerah atau yang di Depok dari kegiatan ormas ini kita bisa melihat bahwa mereka sedang ingin mencoba merubah persatuan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945 menjadi suatu agama tetapi ketika rakyat mendesak untuk membubarkan beberapa ormas yang mengancam Persatuan Indonesia pemimpin negara ini seperti orang yang ketakutan selalu mengatakan “ kita akan kaji kembali keberadaan mereka kalau memang meresahkan kami akan mengambil tindakan “ tetapi kenyataannya sudah berpuluh bahkan ratusan kali ormas-ormas ini berulah tetapi negara hanya diam saja !

Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan sepertinya saat ini pasal ini juga tidak berlaku di negara saat ini misalnya kita bisa lihat proses penggusuran terutama di kalangan pedagang kaki lima atau rumah dinas yang beberapa waktu lalu sempat menghiasi wajah media di tanah air apakah sebelum adanya eksekusi diadakan dialog atau musyawarah antara pemilik dengan penguasa daerah dalam hal ini pejabat tinggi daerah agar satu sama lain tidak merasa rugi ? ternyata hanya satu versi saja yang mengatakan sudah ada dialog dan musyawarah yaitu dari pemerintah tetapi ketika ditanya kepada para pedagang atau dalam hal ini yang menjadi korban jawabannya tidak ada dari sini saja sangat jelas bahwa yang namanya musyawarah atau mufakat sudah tidak ada lagi di negara ini kalau pun hanya segelintir saja yang menggunakan benar tidak ?!

Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia menurut penulis disinilah negara seperti dibutakan karena kita bisa lihat kasus beberapa belakangan ini di media, misalnya kasus nenek minah yang harus berurusan dengan hukum karena dituduh mencuri dua buah kakao seharga Rp. 21,000 padahal menurut bibi minah dua buah kakao itu tidak dicuri tetapi diambil karena jatuh ke tanah dan tidak berlaku untuk dicangkok atau seorang Pria yang bernama Lanjar yang dituduh telah membunuh isterinya dalam tabrakan lalu lintas padahal menurut Lanjar justru dialah yang menjadi korban karena yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas itu adalah seorang perwira kepolisian dan akhirnya lanjar harus dikurung dalam penjara selama 5 bulan, dari dua kasus ini kita bisa lihat bagaimana susahnya rakyat kecil dan miskin untuk mendapatkan keadilan sementara para pejabat kita yang jelas-jelas merugikan negara dan rakyat lewat aksi korupsi berjamaahnya HANYA diganjar menginap di hotel prodeo oleh pengadilan CUMA hitungan tahun dan mungkin itu dijalani tidak sampai penuh dengan adanya beberapa remisi entah itu resmi kemerdekaan atau remisi agama kemudian hartanya pun tidak di sita dan dirampas oleh negara inikah yang disebut keadilan ?

Atau ketika negara menaikkan beban listrik kepada rakyat dan meminta rakyat untuk berhemat, apakah negara sudah bersikap adil sementara kita tahu dibeberapa daerah hanya bisa menikmati yang namanya listrik dalam sehari hanya dua-tiga jam saja selanjutnya mati bahkan ada beberapa didaerah terutama di pedalaman yang belum mendapatkan cahaya listrik sementera kantor-kantor pemerintahan dengan borosnya menyalakan listrik sepanjang hari termasuk ketika cahaya matahari sudah masuk kedalam ruangan, inikah yang disebut adil ?!

Sudah saatnya para pemimpin di negara ini menjalankan tugas pemerintahan berdasarkan Pancasila demi keutuhan negara ini seperti yang diimpikan para pendiri negara ini 65 tahun lalu jangan sampai mereka menangis di alam sana begitu melihat Indonesia bukan apa yang mereka impikan…

Selamat Ulang tahun negara ku….

Batavia, 170810 08:00
Rhesza
Pendapat Pribadi

Tidak ada komentar: